PUASA RAMADHAN
By: Aminatul Zahroh,
S.P.d.I.
Penulis Buku &
Akademisi Pascasarjana STAIN Tulungagung
A. PENGERTIAN PUASA
RAMADHAN
·
Definisi :
Puasa ialah menahan diri dari makan, minum dan
bersenggama mulai dari terbit fajar yang kedua sampai terbenamnya matahari.
Firman Allah: “Dan makan minumlah hingga terang bagimu benang putih dari
benang hitam, yaitu fajar.Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang)
malam”. (Al-Baqarah: 187).
B. KAPAN DAN BAGAIMANA
PUASA RAMADHAN DIWAJIBKAN ?
Puasa Ramadhan wajib dikerjakan setelah terlihatnya
hilal, atau setelah bulan Sya'ban genap 30 hari. Puasa Ramadhan wajib dilakukan
apabila hilal awal bulan Ramadhan disaksikan seorang yang dipercaya, sedangkan
awal bulan-bulan lainnya ditentukan dengan kesaksian dua orang yang dipercaya.
C. SIAPA YANG WAJIB
BERPUASA RAMADHAN ?
Puasa Ramadhan diwajibkan atas setiap muslim yang
baligh (dewasa), aqil (berakal), dan mampu untuk berpuasa.
D. SYARAT WAJIBNYA
PUASA RAMADHAN
Adapun syarat-syarat wajibnya puasa Ramadhan ada
empat, yaitu Islam, berakal, dewasa dan mampu.
E. SYARAT SAHNYA PUASA.
Syarat-syarat sahnya
puasa ada enam :
1. Islam : tidak sah puasa orang kafir sebelum masuk Islam.
2. Akal : tidak sah puasa orang gila sampai kembali berakal.
3. Tamyiz : tidak sah puasa anak kecil sebelum dapat membedakan (yang balk
dengan yang buruk).
4. Tidak haid : tidak sah puasa wanita haid, sebelum berhenti haidnya.
5. Tidak nifas : tidak sah puasa wanita nifas, sebelum suci dari nifas.
6. Niat: dari malam hari untuk setiap hari dalam puasa wajib. Hal ini
didasarkan pada sabda Nabi: “Barangsiapa yang tidak berniat puasa pada malam
hari sebelum fajar, maka tidak sah puasanya”. (HR.Ahmad, Abu Dawud, Ibnu
Majah, An-Nasa'i dan At-Tirmidzi. Dan hadits ini menunjukkan tidak sahnya puasa
kecuali diiringi dengan niat sejak malam hari, yaitu dengan meniatkan puasa di
salah satu bagian malam.
Ketahuilah semoga Allah merahmatimu bahwasanya puasa
tidak sempurna kecuali dengan merealisasikan enam perkara:
·
Menundukkan pandangan
serta menahannya dari pandangan-pandangan liar yang tercela dan dibenci.
·
Menjaga lisan dari
berbicara tak karuan, menggunjing, mengadu domba dan dusta.
·
Menjaga pendengaran
dari mendengarkan setiap yang haram atau yang tercela.
·
Menjaga anggota tubuh
lainnya dari perbuatan dosa.
·
Hendaknya tidak
memperbanyak makan.
·
Setelah berbuka,
hendaknya hatinya antara takut dan harap. Sebab ia tidak tahu apakah puasanya
diterima, sehingga ia termasuk orang-orang yang dekat kepada Allah, ataukah
ditolak, sehingga ia termasuk orang-orang yang dimurkai. Hal yang sama
hendaknya ia lakukan pada setiap selesai melakukan ibadah.
Puasa memiliki beberapa manfaat, ditinjau dari segi
kejiwaan, sosial dan kesehatan, di antaranya:
- Manfaat puasa secara kejiwaan adalah puasa membiasakan kesabaran, menguatkan kemauan, mengajari dan membantu bagaimana menguasai diri, serta mewujudkan dan membentuk ketaqwaan yang kokoh dalam diri, yang ini merupakan hikmah puasa yang paling utama.
Firman Allah Ta 'ala :
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu bertaqwa”. (Al-Baqarah: 183)
- Manfaat puasa secara sosial adalah membiasakan umat berlaku disiplin, bersatu, cinta keadilan dan persamaan, juga melahirkan perasaan kasih sayang dalam diri orang-orang beriman dan mendorong mereka berbuat kebajikan.
- Manfaat puasa ditinjau dari segi kesehatan adalah membersihkan usus-usus, memperbaiki kerja pencernaan, membersihkan tubuh dari sisa-sisa dan endapan makanan, mengurangi kegemukan dan kelebihan lemak di perut.
- Manfaat puasa adalah mematahkan nafsu. Karena berlebihan, balk dalam makan maupun minum serta menggauli isteri, bisa mendorong nafsu berbuat kejahatan, enggan mensyukuri nikmat serta mengakibatkan kelengahan.
- Manfaat lainnya adalah mengosongkan hati hanya untuk berfikir dan berdzikir. Sebaliknya, jika berbagai nafsu syahwat itu dituruti maka bisa mengeraskan dan membutakan hati, selanjutnya menghalangi hati untuk berdzikir dan berfikir, sehingga membuatnya lengah. Berbeda halnya jika perut kosong dari makanan dan minuman, akan menyebabkan hati bercahaya dan lunak, kekerasan hati sirna, untuk kemudian semata-mata dimanfaatkan untuk berdzikir dan berfikir.
- Orang kaya menjadi tahu seberapa nikmat Allah atas dirinya. Allah mengaruniainya nikmat tak terhingga, pada saat yang sama banyak orang-orang miskin yang tak mendapatkan sisa-sisa makanan, minuman dan tidak pula menikah. Dengan terhalangnya dia dari menikmati hal-hal tersebut pada saat-saat tertentu, serta rasa berat yang ia hadapi karenanya. Keadaan itu akan mengingatkannya kepada orang-orang yang sama sekali tak dapat menikmatinya. Ini akan mengharuskannya mensyukuri nikmat Allah atas dirinya berupa serba kecukupan, juga akan menjadikannya berbelas kasih kepada saudaranya yang memerlukan, dan mendorongnya untuk membantu mereka.
- Manfaat puasa adalah mempersempit jalan aliran darah yang merupakan jalan setan pada diri anak Adam. Karena setan masuk kepada anak Adam melalui jalan aliran darah. Dengan berpuasa, maka dia aman dari gangguan setan, kekuatan nafsu syahwat dan kemarahan. Karena itu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam menjadikan puasa sebagai benteng untuk menghalangi nafsu syahwat nikah, sehingga beliau memerintah orang yang belum mampu menikah dengan berpuasa.
H. KEWAJIBAN ORANG YANG
BERPUASA
Orang yang berpuasa, wajib menjauhkan diri dari
perbuatan dusta, ghibah (menyebutkan kejelekan orang lain), namimah (mengadu
domba), laknat mendo'akan orang dijauhkan dari rahmat Allah) dan mencaci-maki.
Hendaklah ia menjaga telinga, mata, lidah dan perutnya dari perkataan yang
haram, penglihatan yang haram, pendengaran yang haram, makan dan minum yang
haram.
I. SUNNAH-SUNNAH PUASA
Sunah puasa ada enam :
1. Mengakhirkan sahur sampai akhir waktu malam, selama tidak dikhawatirkan
terbit fajar.
2. Segera berbuka puasa bila benar-benar matahari terbenam.
3. Memperbanyak amal kebaikan, terutama menjaga shalat lima waktu pada
waktunya dengan berjamaah, menunaikan zakat harta benda kepada orang-orang yang
berhak, memperbanyak shalat sunat, sedekah, membaca Al-Qur'an dan amal
kebajikan lainnya.
4. Jika dicaci maki, supaya mengatakan: "Saya berpuasa," dan jangan
membalas mengejek orang yang mengejeknya, memaki orang yang memakinya, membalas
kejahatan orang yang berbuat jahat kepadanya; tetapi membalas itu semua dengan
kebaikan agar mendapatkan pahala dan terhindar dari dosa.
5. Berdo'a ketika berbuka sesuai dengan yang diinginkan. Seperti membaca do'a
:
“Ya Allah hanya
untuk-Mu aku berpuasa, dengan rizki anugerah-Mu aku berbuka. Mahasuci Engkau
dan segala puji bagi-Mu. Ya Allah, terimalah amalku, sesungguhnya Engkau Maha
Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
6. Berbuka dengan yang manis-manis seperti: kurma segar, jika tidak punya maka
dengan kurma kering, dan jika tidak punya cukup dengan air.
7. Mengakhirkan berbuka hingga waktu sahur.
8. I'tikaf.
Diperbolehkan tidak
puasa pada bulan Ramadhan bagi empat golongan :
·
Orang sakit yang
berbahaya baginya jika berpuasa dan orang bepergian yang boleh baginya
mengqashar shalat. Tidak puasa bagi mereka berdua adalah afdhal, tapi wajib
menggadhanya. Namun jika mereka berpuasa maka puasa mereka sah (mendapat
pahala). Firman Allah Ta'ala:
“ …..Maka barangsiapa di antara kamu ada
yang sakit atau dalam perjalanan (lalu ia berbuka), maka wajiblah baginya
berpuasa sebanyak hari yang ditinggalkan itu pada hari-hari yang lain...”
(Al-Baqarah:184).
Maksudnya,
jika orang sakit dan orang yang bepergian tidak berpuasa maka wajib mengqadha
(menggantinya) sejumlah hari yang ditinggalkan itu pada hari lain setelah bulan
Ramadhan.
·
Wanita haid dan wanita
nifas: mereka tidak berpuasa dan wajib mengqadha. Jika berpuasa tidak sah
puasanya. Aisyah radhiallahu 'anha berkata :
"Jika kami mengalami haid, maka diperintahkan untuk
mengqadha puasa dan tidak diperintahkan menggadha shalat. " (Hadits
Muttafaq 'Alaih).
·
Wanita hamil dan wanita
menyusui, jika khawatir atas kesehatan anaknya boleh bagi mereka tidak berpuasa
dan harus meng-qadha serta memberi makan seorang miskin untuk setiap hari yang
ditinggalkan. Jika mereka berpuasa maka sah puasanya. Adapun jika khawatir atas
kesehatan diri mereka sendiri, maka mereka boleh tidak puasa dan harus mengqadha
saja. Demikian dikatakan Ibnu Abbas sebagaimana diriwayatkan Abu Dawud.
· Orang yang tidak kuat berpuasa karena tua atau sakit yang tidak ada harapan
sembuh. Boleh baginya tidak berpuasa dan memberi makan seorang miskin untuk
setiap hari yang ditinggalkannya. Demikian kata Ibnu Abbas menurut riwayat
Al-Bukhari. Sedangkan jumlah makanan yang diberikan yaitu satu mud (genggam
tangan) gandum, atau satu sha' (+ 3 kg) dari bahan makanan lainnya.
K. HAL-HAL YANG MEMBATALKAN PUASA
- Makan dan minum dengan sengaja. Jika dilakukan karena lupa maka tidak batal puasanya.
- Jima' (bersenggama).
- Memasukkan makanan ke dalam perut. Termasuk dalam hal ini adalah suntikan yang mengenyangkan dan transfusi darah bagi orang yang berpuasa.
- Mengeluarkan mani dalam keadaan terjaga karena onani, bersentuhan, ciuman atau sebab lainnya dengan sengaja. Adapun keluar mani karena mimpi tidak membatalkan puasa karena keluamya tanpa sengaja.
- Keluamya darah haid dan nifas. Manakala seorang wanita mendapati darah haid, atau nifas batallah puasanya, baik pada pagi hari atau sore hari sebelum terbenam matahari.
- Sengaja muntah, dengan mengeluarkan makanan atau minuman dari perut melalui mulut. Hal ini didasarkan pada sabda Nabi saw: “Barangsiapa yang muntah tanpa sengaja maka tidak wajib qadha, sedang barangsiapa yang muntah dengan sengaja maka wajib qadha”. (HR. Ahmad, Abu Dawud, Ibnu Majah dan At-Tirmidzi).
Dalam lafazh lain disebutkan: “Barangsiapa muntah tanpa disengaja, maka
ia tidak (wajib) mengganti puasanya)”. Diriwayatkan oleh Al-Harbi dalam Gharibul
Hadits (5/55/1) dari Abu Hurairah secara maudu' dan dishahihkan oleh AI-Albani
dalam silsilatul Alhadits Ash-Shahihah No. 923.
- Murtad dari Islam. Perbuatan ini menghapuskan segala amal kebaikan. Firman Allah Ta'ala: “Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan”. (Al-An'aam: 88).
Tidak batal puasa orang yang melakukan sesuatu yang
membatalkan puasa karena tidak tahu, lupa atau dipaksa. Demikian pula jika
tenggorokannya kemasukan debu, lalat, atau air tanpa disengaja.
Jika wanita nifas telah suci sebelum sempurna empat
puluh hari, maka hendaknya ia mandi, shalat dan berpuasa.
·
Hukum Jima' pada Siang
Hari di Bulan Ramadhan.
Diharamkan melakukan jima' (bersenggama) pada siang
hari bulan Ramadhan. Dan siapa yang melanggarnya harus meng-qadha dan membayar
kaffarah mughallazhah (denda berat) yaitu membebaskan hamba sahaya. Jika tidak
mendapatkan, maka berpuasa selama dua bulan berturut-turut; jika tidak mampu
maka memberi makan 60 orang miskin; dan jika tidak punya maka bebaslah ia dari
kafarah itu. Firman Allah: “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai
dengan kesanggupannya” (Al-Baqarah: 285).
L. KAPAN ANAK KECIL
DIPERINTAHKAN PUASA ?
Para ulama mengatakan Anak kecil disuruh berpuasa jika
kuat, hal ini untuk melatihnya, sebagaimana disuruh shalat pada umur 7 tahun
dan dipukul pada umur 10 tahun agar terlatih dan membiasakan diri.
Dalam bulan Ramadhan banyak sekali sebab-sebab turunnya ampunan. Di antara
sebab-sebab itu adalah :
- Melakukan puasa di bulan ini. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa puasa Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu”.(Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat tarawih dan tahajiud di dalamnya. Rasulullah Saw bersabda: “Barang siapa melakukan shalat malam di bulan Ramadhan karena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya diampuni dosanya yang telah lalu”. (Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Melakukan shalat dan ibadah lain di malam Lailatul Qadar. Yaitu pada sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan. Ia adalah malam yang penuh berkah, yang di dalamnya diturunkan Al-Qur'anul Karim. Dan pada malam itu pula dijelaskan segala urusan yang penuh hikmah. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa melakukan shalat di malam Lailatul Qadar kavena iman dan mengharap pahala Allah, niscaya ia diampuni dosanya yang telah lalu” . (Hadits Muttafaq 'Alaih)
- Memberi ifthar (makanan untuk berbuka) kepada orang yang berpuasa. Rasulullah Saw bersabda: “Barangsiapa yang di dalamnya (bulan Ramadhan) memberi ifthar kepada orang berpuasa, niscaya hal itu menjadi sebab) ampunan dari dosa~osanya, dan pembebasan dirinya dari api Neraka”. (HR. Ibnu Khuzaimah, Al-Baihaqi dan lainnya).
- Beristighfar : Meminta ampunan serta berdo'a ketika dalam keadaan puasa, berbuka dan ketika makan sahur. Do'a orang puasa adalah mustajab (dikabulkan), baik ketika dalam keadaan puasa ataupun ketika berbuka Allah memerintahkan agar kita berdo'a dan Dia menjamin mengabulkannya. Allah berfirman: “Berdo'alah kepada-Ku, niscaya Aku mengabulkannya untukmu”.
Karena itu, hendaknya setiap muslim memperbanyak, dzikir, do'a dan
istighfar di setiap waktu, terutama pada bulan Ramadhan, ketika sedang
berpuasa, berbuka dan ketika sahur, di saat turunnya Tuhan di akhir malam. Nabi
Saw bersabda: “Tuhan kami Yang Mahasuci dan Maha tinggi turun pada setiap malam
ke langit dunia, (yaitu) ketika masih berlangsung sepertiga malam yang akhir
seraya berfirman “Barangsiapa berdo'a kepada-Ku, niscaya Aku kabulkan
untuknya, barangsiapa memohon kepada-Ku, niscaya Aku memberinya dan barangsiapa
memohon ampunan kepada-Ku, niscaya Aku mengampuninya”. (HR.Muslim).
Di antara sebab-sebab ampunan yaitu istighfar (permohonan ampun) para
malaikat untuk orang-orang berpuasa, sampai mereka berbuka. Demikian seperti
disebutkan dalam hadits Abu Hurairah di muka, yang diriwayatkan oleh Imam
Ahmad.
Jika sebab-sebab ampunan di bulan Ramadhan demikian banyak, maka orang yang
tidak mendapatkan ampunan di dalamnya adalah orang yang memiliki seburuk-buruk
nasib. Kapan lagi ia mendapatkan ampunan jika ia tidak diampuni pada bulan ini?
Kapan dikabulkannya (permohonan) orang yang ditolak pada saat Lailatul Qadar?
Kapan baiknya orang yang tidak menjadi baik pada bulan Ramadhan ?
N. KEKHUSUSAN DAN KEISTIMEWAAN BULAN RAMADHAN
1. Puasa Ramadhan adalah rukun keempat dalam Islam.
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman,
diwajibkan asas kamu berpuasa sebagaimana diwajibkan atas orang-orang sebelum
kamu agar kamu bertaqwa”. (Al-Baqarah : 183). Sabda Nabi Saw: “Islam
didirikan di atas lima sendi, yaitu: syahadat tiada sembahan yang haq selain
Allah dan Muhammad adalah rasul Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat,
puasa Ramadhan dan pergi hajike Baitul Haram”. (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Ibadah puasa merupakan salah satu sarana penting untuk
mencapai takwa, dan salah satu sebab untuk mendapatkan ampunan dosa-dosa,
pelipatgandaan kebaikan, dan pengangkatan derajat. Allah telah menjadikan
ibadah puasa khusus untuk diri-Nya dari amal-amal ibadah lainnya. Firman Allah
dalam hadits yang disampaikan oleh Nabi: “Puasa itu untuk-Ku dan Aku
langsung membalasnya. Orang yang berpuasa mendapatkan dua kesenangan, yaitu
kesenangan ketika berbuka puasa dan kesenangan ketika berjumpa dengan Tuhannya.
Sungguh, bau mulut orang berpuasa lebih harum dari pada aroma kesturi”.
(Hadits Muttafaq 'Alaih).
Dan sabda Nabi: “Barangsiapa berpuasa Ramadhan
karena iman dan mengharap pahala dari Allah, niscaya diampuni dosa-dosanya yang
telah lalu” (Hadits Muttafaq 'Alaih).
Maka untuk memperoleh ampunan dengan puasa Ramadhan,
harus ada dua syarat berikut ini: mengimani dengan benar akan kewajiban ini dan
mengharap pahala karenanya di sisi Allah Swt.
2. Pada bulan Ramadhan diturunkan Al-Qur'an sebagai
petunjuk bagi umat manusia dan berisi keterangan-keterangan tentang petunjuk
dan pembeda antara yang haq dan yang bathil.
3. Pada bulan ini disunatkan shalat tarawih, yakni
shalat malam pada bulan Ramadhan, untuk mengikuti jejak Nabi, para sahabat dan
Khulafaur Rasyidin. Sabda Nabi: “Barangsiapa mendirikan shalat malam
Ramadhan karena iman dan mengharap pahala (dari Allah) niscaya diampuni
dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hadits Muttafaq 'Alaih).
4. Pada bulan ini terdapat Lailatul Qadar (malam
mulia), yaitu malam yang lebih baik daripada seribu bulan, atau sama dengan 83
tahun 4 bulan. Malam di mana pintu-pintu langit dibukakan, do'a dikabulkan, dan
segala takdir yang terjadi pada tahun itu ditentukan. Sabda Nabi: “Barangsiapa
mendirikan shalatpada Lailatul Qadar karena iman dan mengharap pahala, dari
Allah niscaya diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. (Hadits Muttafaq
'Alaih).
Malam ini terdapat pada sepuluh malam terakhir, dan
diharapkan pada malam-malam ganjil lebih kuat daripada di malam-malam lainnya.
Karena itu, seyogianya seorang muslim yang senantiasa mengharap rahmat Allah
dan takut dari siksa-Nya, memanfaatkan kesempatan pada malam-malam itu dengan
bersungguh-sungguh pada setiap malam dari kesepuluh malam tersebut dengan
shalat, membaca Al-Qur'anul Karim, dzikir, do'a, istighfar dan taubat yang
sebenar-benamya. Semoga Allah menerima amal ibadah kita, mengampuni, merahmati,
dan mengabulkan do'a kita.
5. Pada bulan ini terjadi peristiwa besar yaitu Perang
Badar, yang pada keesokan harinya Allah membedakan antara yang haq dan yang
bathil, sehingga menanglah Islam dan kaum muslimin serta hancurlah syirik dan
kaum musyrikin.
6. Pada bulan suci ini terjadi pembebasan kota Makkah
Al-Mukarramah, dan Allah memenangkan Rasul-Nya, sehingga masuklah manusia ke
dalam agama Allah dengan berbondong-bondong dan Rasulullah menghancurkan syirik
dan paganisme (keberhalaan) yang terdapat di kota Makkah, dan Makkah pun
menjadi negeri Islam.
7. Pada bulan ini pintu-pintu Surga dibuka,
pintu-pintu Neraka ditutup dan para setan diikat.
Betapa banyak berkah dan kebaikan yang terdapat dalam
bulan Ramadhan. Maka kita wajib memanfaatkan kesempatan ini untuk bertaubat
kepada Allah dengan sebenar-benarnya dan beramal shalih, semoga kita termasuk
orang-orang yang diterima amalnya dan beruntung. Perlu diingat, bahwa ada
sebagian orang –semoga Allah menunjukinya- mungkin berpuasa tetapi tidak
shalat, atau hanya shalat pada bulan Ramadhan saja. Orang seperti ini tidak
berguna baginya puasa, haji, maupun zakat. Karena shalat adalah sendi agama
Islam yang ia tidak dapat tegak kecuali dengannya.
Sabda Nabi Saw: “Jibril datang kepadaku dan
berkata, 'Wahai Muhammad, siapa yang menjumpai bulan Ramadhan, namun setelah
bulan itu habis dan ia tidak mendapat ampunan, maka jika mati ia masuk Neraka.
Semoga Allah menjauhkannya. Katakan: Amin. Aku pun mengatakan: Amin”. (HR.
Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya).
Maka seyogyanya waktu-waktu pada bulan Ramadhan
dipergunakan untuk berbagai amal kebaikan, seperti shalat, sedekah, membaca
Al-Qur'an, dzikir, do'a dan istighfar. Ramadhan adalah kesempatan untuk menanam
bagi para hamba Ailah, untuk membersihkan hati mereka dari kerusakan. Juga
wajib menjaga anggota badan dari segala dosa, seperti berkata yang haram,
melihat yang haram, mendengar yang haram, minum dan makan yang haram agar
puasanya menjadi bersih dan diterima serta orang yang berpuasa memperoleh
ampunan dan pembebasan dari api Neraka.
O.
SHALAT TARAWIH DI BULAN RAMADHAN
Shalat
tarawih terrnasuk qiyam Ramadhan. Karena itu, hendaklah bersungguh-sungguh dan
memperhatikannya serta mengharapkan pahala dan balasannya dari Allah. Malam
Ramadhan adalah kesempatan yang terbatas bilangannya dan orang mu'min yang
berakal akan memanfaatkannya dengan baik tanpa terlewatkan. Jangan sampai
ditinggalkan shalat tarawih, agar memperoleh pahala dan ganjarannya. Dan jangan
pulang dari shalat tarawih sebelum imam selesai darinya dan dari shalat witir,
agar mendapatkan pahala shalat semalam suntuk. Hal ini didasarkan pada sabda
Nabi Muhammad Saw: “Barangsiapa mendirikan shalat malam bersama imam
sehingga selesai, dicatat baginya shalat semalam suntuk”. (HR. Para Sunan).
Shalat
tarawih adalah sunat, dilakukan dengan berjama'ah lebih utama. Demikian yang
masyhur dilakukan para sahabat, dan diwarisi oleh umat ini dari mereka generasi
demi generasi. Shalat ini tidak ada batasannya. Boleh melakukan shalat 20
raka'at, 36 raka'at, 11 raka'at, atau 13 raka'at; semuanya baik. Banyak atau
sedikitnya raka'at tergantung pada panjang atau pendeknya bacaan ayat. Dalam
shalat diminta supaya khusyu', bertuma'ninah, dihayati dan membaca dengan
pelan; dan itu tidak bisa dengan cepat dan tergesa-gesa. Dan sepertinya lebih
baik apabila shalat tersebut hanya dilakukan 11 raka'at.( Yaitu berdasarkan
hadits Aisyah ra yang artinya: “Tiadalah Rasulullah shalallahu 'alaihi
wasallam menambah (rakaat), baik di bulan Ramadhan atau (di bulan) lainya lebih
dari sebelas rakaat”. (HR. Al-Bukhari dan An-Nasa'i).
P. MEMBACA
AL-QUR’AN DI BULAN RAMADHAN
Di
antara keutamaan Al-Qur'an :
1. Firman Allah SWT
·
“Dan Kami turunkan kepadamu Al-Kitab
(Al-Qur'an) untuk menjelaskan segala sesuatu dan petunjuk serta rahmat dan kabar
gembira bagi orang-orang yang berserah diri”. (An-Nahl: 89).
·
“Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya
dari Allah, dan kitab yang menerangkan. Dengan kitab itulah Allah menunjuki
orang-orang yang mengikuti keridhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan
kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada
cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya dan menunjuki mereka ke jalan
yang lurus”. (Al-Ma'idah: 15-16).
·
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang
kepadamu pelajaran dari Tuhanmu dan penyembuh bagi penyakit-penyakit (yang
berada) dalam dada dan petunjuk serta rahmat bagi ouang-orang yang beriman”.
(Yunus: 57).
2. Sabda
Rasulullah SAW
·
“Bacalah Al-Qur'an, karena ia akan datang
pada hari Kiamat sebagai pemberi syafa 'at bagi pembacanya”. (HR. Muslim
dari Abu Umamah).
·
Dari An-Nawwas bin Sam'an ra. katanya: Aku
mendengar Rasulullah Saw bersabda: “Didatangkan pada hari Kiamat Al-Qur'an
dan para pembacanya yang mereka itu dahulu mengamalkannya di dunia, dengan
didahului oleh surat Al Baqarah dan Ali Imran yang membela pembaca kedua surat
ini”. (HR, Muslim).
·
Dari Utsman bin Affan ra, katanya: Rasulullah Saw
bersabda: “Sebaik-baik kalian adalah orang yang mempelajari Al-Qur'an dan
mengajarkannya”. (HR. Al-Bukhar).
·
Dari Ibnu Mas'ud ra. katanya : Rasulullah Saw bersabda:
“Barangsiapa membaca satu huruf dari kitab Allah maka baginya satu kebaikan,
dan satu kebaikan itu dibalas sepuluh kali lipatnya. Aku tidak mengatakan alif
lam mim itu satu huruf; tetapi alif satu huruf; lam satu huruf dan mim satu
huruf”. (HR. At-Tirmidzi).
·
Dari Abdullah bin Amr bin Al 'Ash ra, bahwa
Nabi Saw bersabda: Dikatakan kepada pembaca Al-Qur'an: “Bacalah, naiklah dan
bacalah dengan pelan sebagaimana yang telah kama lakukan di dunia, karena
kedudukanmu adalah pada akhir ayat yang kamu baca”. (HR. Abu Dawud dan
At-Tirmidzi).
·
Dari Aisyah ra, katanya: Nabi Saw bersabda: “Orang
yang membaca Al-Qur'an dengan mahir adalah bersama para malaikat yang mulia
lagi taat, sedangkan orang yang membaca Al-Quran dengan tergagap dan susah membacanya
baginya dua pahala”. (Hadits Muttafaq 'Alaih). Dua pahala, yakni pahala
membaca dan pahala susah payahnya.
·
Dari Ibnu Umar ra, Nabi Saw bersabda: “Tidak
boleh hasut kecuali dalam dua perkaua, yaitu: orang yang dikaruniai Allah Al-Qur'an
lalu diamalkannya pada waktu malam dan siang, dan orang yang dikaruniai Allah
harta lalu diinfakkannya pada waktu malam dan siang”. (Hadits Muttafaq
'Alaih).
·
Dalam Shahihain
disebutkan, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata: “Bila masuk sepuluh
(hari terakhir bulan Ramadhan Rasulullah SAW mengencangkan kainnya menjauhkan
diri dari menggauli istrinya), menghidupkan malamnya dan membangunkan
keluarganya”.
·
Adapun lafazh Muslim
berbunyi: “Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan
bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya”.
·
Dalam riwayat lain,
Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah radhiallahu ‘anha: “Rasulullah SAW bersungguh-sungguh
dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada
bulan lainnya”. Rasulullah SAW mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan
Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang
lain, di antaranya: “Menghidupkan
malam: Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya,
dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya”.
·
Dalam Shahih Muslim
dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata:
“Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shallallahu alaihi wasallam
shalat malam hingga pagi”.
·
Diriwayatkan dalam
hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali: “Barangsiapa mendapati
Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang
harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan
pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya
secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah
puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul
Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi”.
·
Rasulullah SAW membangunkan
keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada
malam-malam yang lain tidak. Dalam hadits Abu Dzar radhiallahu 'anhu
disebutkan: “Bahwasanya Rasulullah SAW melakukan shalat bersama mereka (para
sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh
tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan
isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja”.
·
At-Thabarani
meriwayatkan dari Ali radhiallahu 'anhu: “Bahwasanya Rasulullah shallallahu
'alaihi wasallam membangunkan keluarganya pada sepuluh akhir dari bulan
Ramadhan, dan setiap anak kecil maupun orang tua yang mampu melakukan shalat”.
Dan dalam hadits shahih diriwayatkan: “Bahwasanya Rasulullah SAW mengetuk
(pintu) Fathimah dan Ali radhiallahu 'anhuma pada suatu malam seraya berkata: “Tidakkah
kalian bangun lalu mendirikan shalat?”. (HR. Al-Bukhari dan Muslim). Beliau
juga membangunkan Aisyah radhiallahu 'anha pada malam hari, bila telah selesai
dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) witir.
R. UMRAH DI BULAN RAMADHAN
Umrah di
bulan Ramadhan memiliki pahala yang amat besar, bahkan sama dengan pahala haji.
Dalam Shahih nya, Imam Al-Bukhari meriwayatkan, bahwasanya Rasulullah SAW bersabda:
“Umrah di bulan Ramadhan menyamai haji, atau beliau bersabda, haji bersamaku”.
Tetapi wajib diketahui, meskipun umrah di bulan Ramadhan berpahala menyamai
haji, tetapi ia tidak bisa menggugurkan kewajiban haji bagi orang yang wajib
melakukannya.
Demikian
pula halnya shalat di Masjidil Haram Makkah dan di Masjid Nabawi Madinah
pahalanya dilipatgandakan, sebagaimana disebutkan dalam hadits shahih “Shalat
di masjidku ini lebih baik dari seribu (kali) shalat di masjid-masjid lain,
kecuali Masjidil Haram”. Dalam riwayat lain disebutkan: “Sesungguhnya ia
lebih utama”. (HR, Al- Bukhari, Muslim dan lainnya).
T. ZAKAT FITRAH SETELAH
PUASA RAMADHAN
Diantara dalil yang menganjurkan untuk
menunaikan zakat fitrah adalah :
1.
Firman Allah
“Sesungguhnya
beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman), dan dia ingat nama
Tuhannya, lalu dia shalat”. (Al-A'la: 14-15)
2.
Hadits shahih yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas radhiallahu 'anhu
“Rasulullah
shallallahu 'alaihi wasallam telah mewajibkan zakat fitrah bagi orang merdeka
dan hamba sahaya, laki-laki dan perempuan, anak-anak dan orang dewasa dari kaum
muslimin. Beliau memerintahkan agar (zakat fituah tersebut) ditunaikan sebelum
orang-orang melakukan shalat 'Id (hari Raya)”. (Muttafaq 'Alaih).
Setiap
muslim wajib membayar zakat fitrah untuk dirinya dan orang yang dalam
tanggungannya sebanyak satu sha' (+- 3 kg) dari bahan makanan yang berlaku umum
di daerahnya. Zakat tersebut wajib baginya jika masih memiliki sisa makanan
untuk diri dan keluarganya selama sehari semalam. Zakat tersebut lebih
diutamakan dari sesuatu yang lebih bermanfaat bagi fakir miskin.
Adapun
waktu pengeluarannya yang paling utama adalah sebelum shalat 'Id, boleh juga
sehari atau dua lari sebelumnya, dan tidak boleh mengakhirkan mengeluaran zakat
fitrah setelah hari Raya. Dari Ibnu Abbas ra, bahwa Rasulullah Saw telah
mewajibkan zakat fihrah sebagai penyuci orang yang berpuasa dari kesia-siaan
dan ucapan kotor, dan sebagai pemberian makan kepada fakir miskin. Sabda
beliau: “Barangsiapa yang mengeluarkannya sebelum shalat 'Id, maka zakatnya
diterima, dan barang siapa yang membayarkannya setelah shalat 'Id maka ia
adalah sedekah biasa”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Diriwayatkan
pula Al Hakim, beliau berkata: “Zakat fitrah tidak boleh diganti dengan
nilai nominalnya”. Berdasarkan hadits Abu Said Al Khudhri yang menyatakan
bahwa zakat fithrah adalah dari limajenis makanan pokok (Muttafaq 'Alaih). Dan
inilah pendapat jumhur ulama. Selanjutnya sebagian ulama menyatakan bahwa yang
dimaksud adalah makanan pokok masing-masing negeri. Pendapat yang melarang
mengeluarkan zakat fithrah dengan uang ini dikuatkan bahwa pada zaman Nabi
shallallahu alaihi wasallam juga terdapat nilai tukar (uang), dan seandainya
dibolehkan tentu beliau memerintahkan mengeluarkan zakat dengan nilai makanan
tersebut, tetapi beliau tidak melakukannya.
Adapun
yang membolehkan zakat fithrah dengan nilai tukar adalah Madzhab Hanafi. Karena
hal itu tidak sesuai dengan ajaran Nabi SAW. Dan diperbolehkan bagi jamaah
(sekelompok manusia) memberikan jatah seseorang, demikian pula seseorang boleh
memberikan jatah orang banyak.
Zakat
fitrah tidak boleh diberikan kecuali hanya kepada fakir miskin atau wakilnya.
Zakat ini wajib dibayarkan ketika terbenamnya matahari pada malam 'Id.
Barangsiapa meninggal atau mendapat kesulitan (tidak memiliki sisa makanan bagi
diri dan keluarganya, pen.) sebelum terbenamnya matahari, maka dia tidak wajib
membayar zakat fitrah. Tetapi jika ia mengalaminya seusai terbenam matahari,
maka ia wajib membayarkannya (sebab ia belum terlepas dari tanggungan membayar
fitrah).
U. HIKMAH
DISYARI'ATKANNYA ZAKAT FITRAH
Di antara hikmah disyari'atkannya zakat fitrah
adalah :
a. Zakat
fitrah merupakan zakat diri, di mana Allah memberikan umur panjang baginya
sehingga ia bertahan dengan nikmat-l\lya.
b. Zakat
fitrah juga merupakan bentuk pertolongan kepada umat Islam, baik kaya maupun
miskin sehingga mereka dapat berkonsentrasi penuh untuk beribadah kepada Allah
Ta'ala dan bersukacita dengan segala anugerah nikmat-Nya.
c.
Hikmahnya yang paling agung adalah tanda syukur orang yang berpuasa kepada
Allah atas nikmat ibadah puasa. (Lihat Al Irsyaad Ila Ma'rifatil Ahkaam, oleh
Syaikh Abd. Rahman bin Nashir As Sa'di, hlm. 37. )
d. Di
antara hikmahnya adalah sebagaimana yang terkandung dalam hadits Ibnu Abbas
radhiallahu 'anhuma di atas, yaitu puasa merupakan pembersih bagi yang
melakukannya dari kesia-siaan dan perkataan buruk, demikian pula sebagai salah
satu sarana pemberian makan kepada fakir miskin.
V. HARI RAYA IDUL
FITRI
Idul
Fitri setelah puasa Ramadhan, hari raya ini terselenggara sebagai pelengkap
puasa Ramadhan yang merupakan rukun dan asas Islam keempat. Apabila kaum
muslimin merampungkan puasa wajibnya, maka mereka berhak mendapatkan ampunan
dari Allah dan terbebas dari api Neraka, sebab puasa Ramadhan mendatangkan
ampunan atas dosa yang lain dan pada akhirnya terbebas dari Neraka. Sebagian
manusia dibebaskan dari Neraka padahal dengan berbagai dosanya ia semestinya
masuk Neraka, maka Allah mensyari'atkan bagi mereka hari Raya setelah
menyempurnakan puasanya, untuk bersyukur kepada Allah, berdzikir dan bertakbir
atas petunjuk dan syari'at-Nya berupa shalat dan sedekah pada hari Raya
tersebut. Hari Raya ini merupakan hari pembagian hadiah, orang-orang yang
berpuasa diberi ganjaran puasanya, dan setelah hari Raya tersebut mereka
mendapatkan ampunan.
Hari
raya adalah saat berbahagia dan bersuka cita. Kebahagiaan dan kegembiraan kaum
mukminin di dunia adalah karena Tuhannya, yaitu apabila mereka berhasil
menyempurnakan ibadahnya dan memperoleh pahala amalnya dengan kepercayaan
terhadap janji-Nya kepada mereka untuk mendapatkan anugerah dan ampunan-Nya.
Allah SWT berfirman: “Katakanlah dengan
karunia Allah dan rahmat-Nya, hendaklah dengan itu mereka bergembira. Karunia
Allah dan rahmat-Nya itu adalah lebih baik dari apa yang mereka kumpulkan”.
(Yunus: 58).
Sebagian
orang bijak berujar: “Tiada seorang pun yang bergembira dengan selain Allah
kecuali karena kelalaiannya terhadap Allah, sebab orang yang lalai selalu
bergembira dengan permainan dan hawa nafsunya, sedangkan orang yang berakal merasa
Senang dengan Tuhannya”.
Ketika
Nabi Saw tiba di Madinah, kaum Anshar memiliki dua hari istimewa, mereka
bermain-main di dalamnya, maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: “Allah
telah memberi ganti bagi kalian dua hari yang jauh lebih baik, (yaitu) 'Idul
fitri dan 'Idul Adha”. (HR. Abu Daud dan An-Nasa'i). Hadits ini menunjukkan
bahwa menampakkan rasa suka cita di hari Raya adalah sunnah dan disyari'atkan.
Maka diperkenankan memperluas hari Raya tersebut secara menyeluruh kepada
segenap kerabat dengan berbagai hal yang tidak diharamkan yang bisa
mendatangkan kesegaran badan dan melegakan jiwa, tetapi tidak menjadikannya
lupa untuk ta'at kepada Allah.
Adapun
yang dilakukan kebanyakan orang di saat hari Raya dengan berduyun-duyun pergi
memenuhi berbagai tempat hiburan dan permainan adalah tidak dibenarkan, karena
hal itu tidak sesuai dengan yang disyari'atkan bagi mereka seperti melakukan
dzikir kepada Allah. Hari Raya tidak identik dengan hiburan, permainan dan
penghambur-hamburan (harta), tetapi hari Raya adalah untuk berdzikir kepada
Allah dan bersungguh-sungguh dalam beribadah. Makanya Allah gantikan bagi umat
ini dua buah hari Raya yang sarat dengan hiburan dan permainan dengan dua buah
Hari Raya yang penuh dzikir, syukur dan ampunan.
Abu
Ayyub Al-Anshari radhiallahu 'anhu meriwayatkan, Nabi shallallahu 'alaihi
wasallam bersabda: "Barangsiapa berpuasa penuh di bulan Ramadhan lalu
menyambungnya dengan (puasa) enam hari di bulan Syawal, maka (pahalanya)
seperti ia berpuasa selama satu tahun . (HR. Muslim).
Imam
Ahmad dan An-Nasa'i, meriwayatkan dari Tsauban, Nabi shallallahu 'alaihi
wasalllam bersabda: "Puasa Ramadhan (ganjarannya) sebanding dengan (puasa)
sepuluh bulan, sedangkan puasa enam hari (di bulan Syawal, pahalanya) sebanding
dengan (puasa) dua bulan, maka itulah bagaikan berpuasa selama setahun
penuh." ( Hadits riwayat Ibnu Khuzaimah dan Ibnu Hibban dalam "Shahih"
mereka.)
Dari Abu
Hurairah radhiallahu 'anhu, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: "Barangsiapa
berpuasa Ramadham lantas disambung dengan enam hari di bulan Syawal, maka ia
bagaikan telah berpuasa selama setahun. " (HR. Al-Bazzar) (Al Mundziri
berkata: "Salah satu sanad yang befiau miliki adalah shahih.")
Pahala
puasa Ramadhan yang dilanjutkan dengan puasa enam hari di bulan Syawal menyamai
pahala puasa satu tahun penuh, karena setiap hasanah (tebaikan) diganjar
sepuluh kali lipatnya. Membiasakan puasa setelah Ramadhan memiliki banyak
manfaat, di antaranya :
1. Puasa
enam hari di buian Syawal setelah Ramadhan, merupakan pelengkap dan penyempurna
pahala dari puasa setahun penuh.
2. Puasa
Syawal dan Sya'ban bagaikan shalat sunnah rawatib, berfungsi sebagai
penyempurna dari kekurangan, karena pada hari Kiamat nanti perbuatan-perbuatan
fardhu akan disempurnakan (dilengkapi) dengan perbuatan-perbuatan sunnah.
Sebagaimana keterangan yang datang dari Nabi Muhammad SAW di berbagai riwayat.
Mayoritas puasa fardhu yang dilakukan kaum muslimin memiliki kekurangan dan
ketidak sempurnaan, maka hal itu membutuhkan sesuatu yang menutupi dan
menyempurnakannya.
3. Membiasakan
puasa setelah Ramadhan menandakan diterimanya puasa Ramadhan, karena apabila
Allah SWT menerima amal seorang hamba, pasti Dia menolongnya dalam meningkatkan
perbuatan baik setelahnya. Sebagian orang bijak mengatakan: “Pahala amal
kebaikan adalah kebaikan yang ada sesudahnya”. Oleh karena itu barangsiapa
mengerjakan kebaikan kemudian melanjutkannya dengan kebaikan lain, maka hal itu
merupakan tanda atas terkabulnya amal pertama. Demikian pula sebaliknya, jika
seseorang melakukan suatu kebaikan lalu diikuti dengan yang buruk maka hal itu
merupakan tanda tertolaknya amal yang pertama.
4. Puasa
Ramadhan sebagaimana disebutkan di muka dapat mendatangkan maghfirah atas
dosa-dosa masa lain. Orang yang berpuasa Ramadhan akan mendapatkan pahalanya
pada hari Raya Idul Fitri yang merupakan hari pembagian hadiah, maka
membiasakan puasa setelah Idul Fitri merupakan bentuk rasa syukur atas nikmat
ini. Dan sungguh tak ada nikmat yang lebih agung dari pengampunan dosa-dosa.
5. Dan di
antara manfaat puasa enam hari bulan Syawal adalah amal-amal yang dikerjakan
seorang hamba untuk mendekatkan diri kepada Allah pada bulan Ramadhan tidak
terputus dengan berlalunya bulan mulia ini, selama ia masih hidup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar