Minggu, 27 Januari 2013

Metode Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

METODE PENELITIAN


METODE PAR (PARTISIPATORY ACTION RESEARCH)
DALAM PENELITIAN

By: Aminatul Zahroh
Penulis Buku & Akademisi Pascasarjana STAIN Tulungagung

BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
Belakangan ini dunia pendidikan semakin disemarakkan dengan munculnya berbagai macam bentuk varians dari teknik dan aplikasi penelitian dalam bidang pendidikan, salah satunya adalah action research, yang sebenarnya diadopsi dari kegiatan pengembangan kinerja dan produktifitas dalam dunia usaha.
Action Research yang sekarang dikembangkan dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan nama Penelitian Tindakan Kelas, artinya action research yang dilaksanakan secara terpadu di dalam kelas-kelas yang merupakan habitat asli bapak dan ibu guru.
Sebagai seorang akademisi yang bergerak di bidang pendidikan, kita harus mengetahui ilmu tentang action research ini. Salah satu manfaat dari kita mengetahui tentang jenis penelitian ini adalah kita memiliki kemampuan untuk melaksanakan action research (penelitian tindakan) yang bisa diterapkan dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas (classroom action research) atau juga di luar kelas.
Action research pada prinsipnya hampir sama dan hampir beda dengan penelitian eksperimen biasa. Dikatakan sama, karena memang seperti pada penelitian eksperimen, penelitian ini mewajibkan guru sebagai seorang peneliti terlibat langsung dalam proses penelitian. Artinya penelitian ini sama-sama tidak bisa diwakilkan dan tidak bisa dikerjakan sambil lalu (seperti yang kebanyakan dilakukan oleh mahasiswa yang mengerjakan skripsi). Lalu dikatakan beda, karena memang penelitian ini berbeda dalam hal tujuan dan proses pelaksanaan pemberian perlakuan.
Untuk lebih jauh mengenal apa itu action research, maka itu penulis menyajikan pengetahuan dan wawasan tentang action research ini.

BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Action Research                                                      
Action research atau penelitian tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan penelitian, dalam penelitian tindakan peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan menjelaskan suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan perubahan atau intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Action research dalam pandangan tradisional adalah suatu kerangka penelitian pemecahan masalah, dimana terjadi kolaborasi antara peneliti dengan client dalam mencapai tujuan, sedangkan pendapat Davison, Martinsons & Kock, menyebutkan penelitian tindakan, sebagai sebuah metode penelitian, didirikan atas asumsi bahwa teori dan praktik dapat secara tertutup diintegrasikan dengan pembelajaran dari hasil intervensi yang direncanakan setelah diagnosis yang rinci terhadap konteks masalahnya.
Menurut Gunawan, action research adalah kegiatan dan atau tindakan perbaikan sesuatu yang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya digarap secara sistematik dan sistematik sehingga validitas dan reliabilitasnya mencapai tingkatan riset. Action research juga merupakan proses yang mencakup siklus aksi, yang mendasarkan pada refleksi; umpan balik (feedback); bukti (evidence); dan evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi sekarang. Penelitian tindakan ditujukan untuk memberikan andil pada pemecahan masalah praktis dalam situasi problematik yang mendesak dan pada pencapaian tujuan ilmu sosial melalui kolaborasi patungan dalam rangka kerja etis yang saling berterima. Proses penelitian bersifat dari waktu ke waktu, antara “finding” pada saat penelitian, dan “action learning”. Dengan demikian action research menghubungkan antara teori dengan praktek.[1]
Baskerville, membagi action research berdasarkan karakteristik model (iteratif, reflektif atau linear), struktur (kaku atau dinamis), tujuan (untuk pengembangan organisasi, desain sistem atau ilmu pengetahuan ilmiah) dan bentuk keterlibatan peneliti (kolaborasi, fasilitatif atau ahli. [2]
                                                      
B.     Tujuan Action Research
Penelitian tindakan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan untuk situasi atau sasaran khusus dari pada pengetahuan yang secara ilmiah tergeneralisasi. Pada umumnya penelitian tindakan untuk mencapai tiga hal berikut:
·            Peningkatan praktik.
·            Peningkatan (pengembangan profesional) pemahaman praktik dan praktisinya.
·            Peningkatan situasi tempat pelaksanaan praktik.
Hubungan antara peneliti dan hasil penelitian tindakan dapat dikatan hasil penelitian tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya dan tentu saja oleh orang lain yang menginginkannya dan penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan masalahnua segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Selain itu, tampak bahwa dalam penelitian tindakan peneliti melakukan pengelolaan, penelitian, dan sekaligus pengembangan.
Penelitian tindakan (action research) dilaksanakan bersama-sama paling sedikit dua orang yaitu antara peneliti dan partisipan atau klien yang berasal dari akademisi ataupun masyarakat. Oleh karena itu, tujuan yang akan dicapai dari suatu penelitian tindakan (action research) akan dicapai dan berakhir tidak hanya pada situasi organisatoris tertentu, melainkan terus dikembangkan berupa aplikasi atau teori kemudian hasilnya akan di publikasikan ke masyarakat dengan tujuan riset.
Sementara itu, peneliti perlu untuk membuat kerjasama dengan anggota organisasi dalam kegiatan ini, membuat persetujuan eksplisit dengan klien. Pelaporan secara rutin mengenai jalannya kegiatan dapat mencerminkan ciri khusus dari kesepakatan ini. Baik peneliti maupun klien dapat memiliki peran dan tanggungjawab ganda, meskipun ini dapat berubah selama perjalanan kegiatan berlangsung, tetapi penting untuk menentukan aturan awal pada bagian luar proyek agar dapat mencegah konflik kepentingan dan menghindari ancaman terhadap hak prerogatif pribadi atau jabatan mereka. Adalah sangat penting membuat kesepakatan terlebih dahulu mengenai sasaran dari penelitian, kemudian dapat dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan
Action research digunakan untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam tugasnya sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan seterusnya. Para peneliti action research tidak berasumsi bahwa hasil penelitiannya akan menghasilkan teori yang dapat digunakan secara umum (digeneralisasi). Action research hanya terbatas pada kepentingan penelitinya sendiri, dengan tujuan agar penelitinya dapat melaksanakan tugasnya sehari-hari dengan lebih baik.
Dilihat dari ruang lingkup, tujuan, metode, dan prakteknya, action research dapat dianggap sebagai penelitian ilmiah micro. Action research adalah penelitian yang bersifat partisipatif dan kolaboratif. Maksudya, penelitiannya dilakukan sendiri oleh peneliti, dan diamati bersama dengan rekan-rekannya. Action research berbeda dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasusnya yang tidak unik seperti pada studi kasus, action research tidak digunakan untuk menguji teori. Namun kedua macam penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu bahwa peneliti tidak berharap hasil penelitiannya akan dapat digeneralisasi atau berlaku secara umum.
Action research mendorong para guru agar memikirkan apa yang mereka lakukan sehari-hari dalam menjalankan tugasnya, membuat para guru kritis terhadap apa yang mereka lakukan tanpa tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk yang bersifat universal yang ditemukan oleh para pakar penelitian yang sering kali tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. Keterlibatan peneliti action research dalam penelitiannya sendiri itulah yang membuat dirinya menjadi pakar peneliti untuk kelasnya dan keperluan sehari-harinya dan tidak membuat ia tergantung pada para pakar peneliti yang tidak tahu mengenai masalah-masalah kelasnya sehari-hari.
Dalam bidang pendidikan, action research dianggap sebagai alternatif dari penelitian tradisional (penelitian yang biasa dilakukan). Modal utama peneliti action research adalah pengalamannya dalam bidang yang digeluti dan pengetahuan yang ia miliki. Sebenarnya action research dapat juga dilakukan dalam skala besar karena seperti dikatakan di atas, action research dilakukan bersama rekan-rekan seprofesi, sehingga mereka dapat berbagai pengalaman untuk kepentingan mereka misng-masing. Action research merupakan metode yang handal untuk menjembatani teori dan praktek (dalam pndidikan ), karena dengan action research para guru dianjurkan menemukan dan mengembangkan teorinya sendiri dari prakteknya sendiri.

C.    Ciri-ciri Action Research
Literatur mengenai action research telah tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan literatur juga diikuti oleh pertumbuhan definisi dan cirri-cirinya. Pertama, dalam literature dijumpai berbagai definisi untuk intervensi yang dilakukan oleh guru dalam praktek mengajarnya sendiri, seperti classroom research, self reflective enguiry dan action research. Dalam artian ini, tidak ada definisi yang ketat menganai apa yang terjadi. Action research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi diri (self reflection) yang ditujuan untuk peningkatan mutu pendidikan. Perspektif kedua mencoba untuk mengidentifikasi criteria dari kegiatan-kegiatan ini; untuk merumuskan sistem-sistem yang dimaksudkan untuk perbaikan yaitu hasil yang diantisipasi dari program refleksi-diri. Dalam artian ini, istilah action research adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan metode-metode dan teknik-teknik.
Dalam literatur terdapat beberapa definisi. Barang kali definisi yang paling banyak digunakan ialah definisi yang diberikan oleh Stephen Kemmis dari Deakin University, bersama Wilf Carr dari University College of North Wales:
Action research adalah suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan (guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana praktek-praktek tersebut dilaksanakan.
Seperti halnya dengan aliran-aliran lain yang timbul, interpretasi akan berbeda-berbeda dan akan terus bertambah. Tetapi fokus utama dari action rescarch di kelas dan sekolah adalah untuk mendorong para guru terlibat langsung dalam prakteknya sendiri, dan memandang dirinya sendiri sebagai peneliti. Dengan kata lain, action research mendorong para guru untuk menjadi peneliti di kelas mereka sendiri.[3]

D.    Dasar  Action Research
Dasar sosial action research adalah keterlibatan; dasar pendidikan action research adalah perbaikan atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang melakukan action research adalah orang yang menginginkan adanya perubahan dari apa yang selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Action research berarti action (tindakan), baik mengenai sistemnya maupun mengenai orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut.[4]
Sistim dapat berarti kelompok sosial manusia apa pun-pabrik, perusahaan pesawat terbang, kantor yang memberi jasa layanan, sekolah dan orang-orang berarti semua personalia, tidak hanya para manajer, karena dalam sistem yang demokratis bagian yang terkecil akan mempengaruhi sistem keseluruhan. Dalam suatu sistim, satu aspek dari sistem tersebut dapat diindetisifikasi sebagai suatu masalah; jadi misalnya, seorang guru mungkin memusatkan perhatiannya pada suatu bagian yang terbatas dari praktek mengajarnya sehari-hari dalam kelasnya di tempat ia bekerja. Ia mungkin berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalahnya barangkali akan meresahkan masyarakat di sekolah tersebut, termasuk para karyawan. Misalnya , Pak Kadir, prihatin bahwa ia mempunyai masalah tentang kedisiplinan siswanya dalam suatu kelas, dan ia marah-marahi siswanya karena perilaku mereka yang tidak baik. Kemudian pada suatu hari ia berpikir bahwa mungkin bila cara mengajarnya diubah masalah-masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya. Perubahan gaya mengajar tersebut mencakup negosiasi dengan para siswa mengenai peraturan disiplin kelas yang disetujui bersama oleh guru (Pak Kadir ) dan para siswanya. Kedua belah pihak menyetujui untuk mematuhinya. Kemudian ia terdorong untuk menemukan kemungkinan dan penyempurnaan dari gaya mengajar tersebut dikelas-kelas yang lain, dan meminta partisipasi dari rekan-rekan guru yang lain. Ada kemungkinan, rekan-rekannya melihat manfaat dari gaya mengajar tersebut dan ingin mencoba di kelas mereka masing-masing. Para guru tersebut terus menerus bertukar fikiran, saling belajar dari rekanya dalam suasana yang kondusif untuk secara berkelanjutan meningkatkan mutu pengajaran melalui penelitian yang sistematik, yaitu claasroom action research (CAR).[5]
Sebagai suatu metode untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah, action research dapat juga diterapkan atau dilaksanakan dalam bentuk skala besar. Kurt Lewin, orang yang mempopulerkan nama action research, secara pribadi terlibat dalam suatu action research yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dalam situasi di perusahaan. Ia melihat bahwa prosedur parsitipatif semacam ini jauh lebih efektif untuk memecahkan masalah-masalah hubung antar manusia dari pada suatu proses yang ditentukan sebelumnya di mana manusia diharapkan untuk menyesuaikan dari.
Hal ini menggarisbawahi salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian pendidikan pada umumnya, yaitu action research berusaha untuk menjawab mesalah “makro-mikro”. Sekalipun pada umumnya action research dilaksanakan dalam skala kecil (small-scale), ia dapat pula diterapkan untuk skala besar (large scale), berdasarkan pandangan bahwa peneliti sebagai individu dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan propesinya dan dirinya sendiri; dan dengan demikian tindakannya akan memberikan kontribusi pada pembentukan masyarakat mendatang.
Bila diterapkan di kelas, action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar mau untuk memperbaikinya. Action research bersifat patisipatif, karma ia melibatkan guru dalam penelitiannya sendiri, dan kolaboratif, karena ia melibatkan orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu penelitian yang hasilnya dapat dinikmati bersama (shared enguiry). Hal ini penting untuk dicamkan karena anggapan yang dominan dari pendekatan tradisional adalah bahwa peneliti,pakar, telah melakukan segala macam penelitian mengenai manusia.
Seringkali kita kesal terhadap orang-orang seperti itu yang mengangkat dirinya sebagai pakar dengan menggunakan sekolah, siswa, dan guru sebagai pemasok data yang hasilnya telah “ditentukan sebelumnya”. Pada umumnya, para “pakar” hanya ingin menguji hipotesisnya atau telah mempunyai tujuan tertentu dan mereka melakukan eksperimen pada orang lain dan berusaha agar hasilnya cocok dengan hipotesisnya. Hal ini sangat membahayakan bila yang diteliti manusia, lain halnya bila yang diteliti adalah benda mati. Sangat riskan jika dalam eksperimen tersebut yang menjadi kelompok kontrol adalah kelompok yang terdiri dari manusia (siswa). Sekalipun banyak aspek dari tingkah laku manusia yang dapat ditebak dalam berbagai taraf, namun sifat dasar manusia adalah kreatif dan tidak dapat diprediksi.
Misalnya, ada seorang guru ingin mengetahui apakah pendekatan lain mengenai waktu berbicara di kelas akan mempengaruhi kinerja atau prestasi siswa. Bila ia mengajurkan para siswa untuk bertanya secara bebas, atau belajar dalam pasangan (in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak hanya mendengarkan guru atau membaca buku, apakah pengertian mereka mengenai pelajaran tersebut akan lebih baik?
Untuk menjawab pertanyaan itu para peneliti tradisional (para peneliti yang menggunakan pendekatan kuantitatit0 akan membentuk kelompok eksperimen dan kelompok kontrol, mengukur kemajuannya dengan menggunakan test. Hasil pengukuran dari kelompok eksperimen dibandingkali dengan hasil pengukuran dari kelompok kontrol.Berdasarkan hasil test tersebut, disimpulkan bahwa apakah guru tersebut berhasil atau gagal dalam metode yang telah dicobakan. Sebaliknya, para guruyang sehari-harinya mengajar di kelas berpendapat bahwa mereka tidak dapat memaksakan diri untuk mengikuti struktur penelitian pendidikan yang telah ditentukan sebelumnya seperti itu, dan jika mereka gagal menurut tolok ukur pendekatan penelitian seperti itu, mereka merasa Karena ada ketidak cocokan. Action research berpandangan bahwa masalahnya bukan cocok atau tidak cocok; yang keliru adalah bahwa manusia tidak dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori dan sistem-sistem tertentu; dan tidak dapat dipaksa untuk memberi reaksi sesuai dengan teori tertentu.
Menurut para pakar action research cara berfikir mekanistis seperti yang diuraikan di atas merupakan dasar pandangan tradisional dari penelitian pendidikan. Pandangan tersebut didasarkan pada metode yang mencoba mengukur dan mengkuantifikasi, seolah-olah manusia dapat dipredik. Action research berusaha untuk memberi makna kepada situasidari sudut pandang yang berlainan. Bila para pakar penelitian tradisional memandang fungsinya sebagai pemecahan masalah , maka action research dipandang sebagai pengajuan masalah .
Action research berupaya mencari pertanyaan yang benar sesuai dengan situasinya maupun jawabanya.
Dalam contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai pelaksanaan mengajar di kelasnya sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi yang dihadapinya sekarang? Apa yang ingin ia rubah? Bagaimana ia akan mengamati reaksi-reaksi terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut? Bagaimana ia akan mengevaluasi reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan mengakomodasikan penemuan-penemuannya?
Ini semua merupakan pertanyaan-pertayaan penelitian pendidikan yang penting, pertanyaan-pertanyaan yang setiap guru siap untuk menanyakan kepada diri sendiri mengenai apa yang terjadi, dan kesiapannya untuk menjawab secara jujur dan dengan mengikat konsekuensi yang akan dihadapinya.
Konsekuensi-konsekuensi itu tentu mengandung perubahan, tetapi perubahan yang ditujukan untuk perbaikan. Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau tanggap akan standard profesinya sendiri. Action research adalah suatu instrumen yang digunakan dengan penuh kemampuan oleh guru yang baik untuk meningkatkan mutu mengajarnya.
Namun, salah satu dari tantangan terhadap action research adalah bahwa memperbaiki mutu mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru yang baik; ia harus terus-menerus sadar mengenai praktek di kelasnya dan berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang yang skeptis terhadap action research menyatakan bahwa ini bukan penelitian, melainkan hanya mengajar yang baik. Sebaliknya para pakar action rsearch mengatakan bahwa action research tidak berhenti di situ, dan ia merupakan cara untuk menghalang situasi belajar-mengajar. Action research bukan sekedar mengajar.Action research mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan perbaikan mengajar. Action research mendorong para guru untuk berani bertindak dan berfikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri, dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional. Pertanggung jawaban profesional kepada masyarakat secara sistematik inilah yang membuat kegiatan ini sebagai penelitian.

E.     Tahapan Action Research
Davison, Martinsons & Kock, membagi Action research dalam 5 tahapan yang merupakan siklus, yaitu:
1. Melakukan diagnosa (diagnosing)
Melakukan identifikasi masalah-masalah pokok yang ada guna menjadi dasar kelompok atau organisasi sehingga terjadi perubahan, untuk pengembangan situs web pada tahap ini peneliti mengidentifikasi kebutuhan stakeholder akan situs web, ditempuh dengan cara mengadakan wawancara mendalam kepada stakeholder yang terkait langsung maupun yang tidak terkait langsung dengan pengembanga situs web.
2. Membuat rencana tindakan (action planning)
Peneliti dan partisipan bersama-sama memahami pokok masalah yang ada kemudian dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan yang tepat untuk menyelesaikan masalah yang ada, pada tahap ini pengembangan situs web memasuki tahapan desain situs web. Dengan memperhatikan kebutuhan stakeholder terhadap situs web penelitian bersama partisipan memulai membuat sketsa awal dan menentukan isi yang akan ditampilkan nantinya.
3. Melakukan tindakan (action taking)
Peneliti dan partisipan bersama-sama mengimplementasikan rencana tindakan dengan harapan dapat menyelesaikan masalah. Selanjutnya setelah model dibuat berdasarkan sketsa dan menyesuaikan isi yang akan ditampilkan berdasarkan kebutuhan stakeholder dilanjutkan dengan mengadakan ujicoba awal secara offline kemudian melanjutkan dengan sewa ruang di internet dengan tujuan situs web dapat ditampilkan secara online.
4. Melakukan evaluasi (evaluating)
Setelah masa implementasi (action taking) dianggap cukup kemudian peneliti bersama partisipan melaksanakan evaluasi hasil dari implementasi tadi, dalam tahap ini dilihat bagaimana penerimaan pegguna terhadap situs web yang ditandai dengan berbagai aktivitas-aktivitas.
5. Pembelajaran (learning)
Tahap ini merupakan bagian akhir siklus yang telah dilalui dengan melaksanakan review tahap-pertahap yang telah berakhir kemudian penelitian ini dapat berakhir. Seluruh kriteria dalam prinsip pembelajaran harus dipelajari, perubahan dalam situasi organisasi dievaluasi oleh peneliti dan dikomunikasikan kepada klien, peneliti dan klien merefleksikan terhadap hasil proyek, yang nampak akan dilaporkan secara lengkap dan hasilnya secara eksplisit dipertimbangkan dalam hal implikasinya terhadap penerapan Canonical Action Reaserch (CAR). Untuk hal tertentu, hasilnya dipertimbangkan dalam hal implikasinya untuk tindakan berikutnya dalam situasi organisasi lebih-lebih kesulitan yang dapat dikaitkan dengan pengimplementasian perubahan proses.
Hasilnya juga dipertimbangkan untuk tindakan ke depan yang dapat dilakukan dalam kaitannya dengan domain penelitian, terutama akibat kegiatan yang terjadi diluar rencana awal (atau kelambanan) dan cara di mana peneliti dapat kurang hati-hati melakukan penyelesaian kegiatan dan dalam hal implikasi untuk komunitas penelitian secara umum dengan mengidentifikasi keuntungan penelitian di masa datang. Di sini, nilai action research akan terangkat (bahkan sebuah proyek yang gagal dapat tetap menghasilkan pengetahuan yang bernilai), dan juga merupakan kekuatan status quo dalam lingkungan (organisasi) sosial untuk mencegah perubahan dari proses yang telah berlalu.

F.     Metode Pengumpulan Data Action Research
Pada dasarnya metode pengumpulan data yang digunakan dalam action research tidak berbeda dengan penelitian-penelitian sosial lainnya seperti kuesener, wawancara, observasi, dan dokumenter. Namun ada beberapa metode khas yang digunakan dalam pengumpulan data action research, yaitu:[6]
1.    Catatan Kancah Pelaksana (praktisi).
Membuat catatan kancah intinya adalah metode pelaporan pengamatan dan refleksi tentang masalah-maslah yang dihadapi praktisi dalam program pembelajaran dan reaksi mereka sendiri terhadap masalah-masalah tersebut. Catatan kancah harus ditulis sesegera mungkin seusai kegiatan; bahkan kalau memungkinkan bersamaan dengan pelaksanaan kegiatan.
2.    Catatan Komentar Warga Belajar.
Warga belajar dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari kegiatan action research, karena itu perlu diketahui bagaimana penilaian mereka terhadap program pembelajaran yang dilaksanakan. Ini bisa dilakukan dengan cara meminta WB menulis atau mengungkapkan kesan-kesan mereka setelah selesai suatu kegiatan.
3.    Diskusi Praktisi WB.
Catatan pelaksana dan catatan WB dapat dijadikan sebagai bahan di dalam diskusi kesulitan-kesulitan pelaksanaan program. Bila diskusi ini bisa direkam akan lebih baik, sebab hasil rekaman dapat digunakan pada pengkajian selanjutnya.
4.    Perekaman, Audio atau Visual.
Dengan melalui pencatatan, bisa jadi ada event-event yang terlewatkan. Ini bisa ditolong dengan menggunakan alat perekam kegiatan, seperti tape recorder, video recorder, atau tustel.
5.    Studi Kasus.
Pada akhir rangkaian kegiatan penelitian, praktisi dapat menyusun studi kasus tentang masalah, strategi-strategi pemecahan, dan hasil-hasilnya, berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan teknik-teknik di atas. Dia bisa bekerja sendiri atau bersama beberapa WB.


DAFTAR PUSTAKA

Baskerville, L. R., Journal: Investigating Information System with Action Research, Association for Information Systems: Atlanta, (1999).
Davison, R. M., Martinsons, M. G., Kock N., Journal : Information Systems Journal : Principles of Canonical Action Research 14, (2004).
Gunawan, Makalah untuk Pertemuan Dosen UKDW yang Akan Melaksanakan Penelitian Pada tahun 2005,
Http://Arifmiboy.Blogspot.Com/Actionresearch, diakses 3 Juni 2012           
Madya, S, Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research), Alfabeta: Bandung, (2006).
Sulaksana,U., Managemen Perubahan, Cetakan I, Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta, (2004).


[1] http://chandrax.wordpress.com/action research, diakses 1 Juni 2012
[4] Madya, S, Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research), (Bandung: Alfabeta, 2006), 32

Tidak ada komentar:

Posting Komentar