METODE PAR (PARTISIPATORY ACTION
RESEARCH)
DALAM PENELITIAN
By: Aminatul Zahroh
Penulis Buku & Akademisi
Pascasarjana STAIN Tulungagung
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar
Belakang
Belakangan
ini dunia pendidikan semakin disemarakkan dengan munculnya berbagai macam
bentuk varians dari teknik dan aplikasi penelitian dalam bidang pendidikan,
salah satunya adalah action research, yang sebenarnya diadopsi dari
kegiatan pengembangan kinerja dan produktifitas dalam dunia usaha.
Action
Research yang
sekarang dikembangkan dalam dunia pendidikan lebih dikenal dengan nama
Penelitian Tindakan Kelas, artinya action research yang dilaksanakan
secara terpadu di dalam kelas-kelas yang merupakan habitat asli bapak dan ibu
guru.
Sebagai
seorang akademisi yang bergerak di bidang pendidikan, kita harus mengetahui
ilmu tentang action research ini. Salah satu manfaat dari kita
mengetahui tentang jenis penelitian ini adalah kita memiliki kemampuan untuk
melaksanakan action research (penelitian tindakan) yang bisa diterapkan
dalam kegiatan pembelajaran dalam kelas (classroom action research) atau
juga di luar kelas.
Action
research pada
prinsipnya hampir sama dan hampir beda dengan penelitian eksperimen biasa.
Dikatakan sama, karena memang seperti pada penelitian eksperimen, penelitian
ini mewajibkan guru sebagai seorang peneliti terlibat langsung dalam proses
penelitian. Artinya penelitian ini sama-sama tidak bisa diwakilkan dan tidak
bisa dikerjakan sambil lalu (seperti yang kebanyakan dilakukan oleh mahasiswa
yang mengerjakan skripsi). Lalu dikatakan
beda, karena memang penelitian ini berbeda dalam hal tujuan dan proses
pelaksanaan pemberian perlakuan.
Untuk
lebih jauh mengenal apa itu action research, maka itu penulis menyajikan pengetahuan dan wawasan
tentang action research ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian Action Research
Action
research atau
penelitian tindakan merupakan salah satu bentuk rancangan penelitian, dalam
penelitian tindakan peneliti mendeskripsikan, menginterpretasi dan menjelaskan
suatu situasi sosial pada waktu yang bersamaan dengan melakukan perubahan atau
intervensi dengan tujuan perbaikan atau partisipasi. Action research
dalam pandangan tradisional adalah suatu kerangka penelitian pemecahan masalah,
dimana terjadi kolaborasi antara peneliti dengan client dalam mencapai
tujuan, sedangkan pendapat Davison, Martinsons & Kock, menyebutkan
penelitian tindakan, sebagai sebuah metode penelitian, didirikan atas asumsi
bahwa teori dan praktik dapat secara tertutup diintegrasikan dengan
pembelajaran dari hasil intervensi yang direncanakan setelah diagnosis yang
rinci terhadap konteks masalahnya.
Menurut
Gunawan, action research adalah kegiatan dan atau tindakan perbaikan
sesuatu yang perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasinya digarap secara
sistematik dan sistematik sehingga validitas dan reliabilitasnya mencapai
tingkatan riset. Action research juga merupakan proses yang mencakup
siklus aksi, yang mendasarkan pada refleksi; umpan balik (feedback);
bukti (evidence); dan evaluasi atas aksi sebelumnya dan situasi
sekarang. Penelitian tindakan ditujukan untuk memberikan andil pada pemecahan
masalah praktis dalam situasi problematik yang mendesak dan pada pencapaian
tujuan ilmu sosial melalui kolaborasi patungan dalam rangka kerja etis yang
saling berterima. Proses penelitian bersifat dari waktu ke waktu, antara “finding”
pada saat penelitian, dan “action learning”. Dengan demikian action
research menghubungkan antara teori dengan praktek.[1]
Baskerville,
membagi action research berdasarkan karakteristik model (iteratif,
reflektif atau linear), struktur (kaku atau dinamis), tujuan (untuk
pengembangan organisasi, desain sistem atau ilmu pengetahuan ilmiah) dan bentuk
keterlibatan peneliti (kolaborasi, fasilitatif atau ahli. [2]
B.
Tujuan
Action Research
Penelitian
tindakan bertujuan untuk memperoleh pengetahuan untuk situasi atau sasaran
khusus dari pada pengetahuan yang secara ilmiah tergeneralisasi. Pada umumnya
penelitian tindakan untuk mencapai tiga hal berikut:
·
Peningkatan
praktik.
·
Peningkatan
(pengembangan profesional) pemahaman praktik dan praktisinya.
·
Peningkatan
situasi tempat pelaksanaan praktik.
Hubungan
antara peneliti dan hasil penelitian tindakan dapat dikatan hasil penelitian
tindakan dipakai sendiri oleh penelitinya dan tentu saja oleh orang lain yang
menginginkannya dan penelitiannya terjadi di dalam situasi nyata yang pemecahan
masalahnua segera diperlukan, dan hasil-hasilnya langsung
diterapkan/dipraktikkan dalam situasi terkait. Selain itu, tampak bahwa dalam
penelitian tindakan peneliti melakukan pengelolaan, penelitian, dan sekaligus
pengembangan.
Penelitian tindakan (action research)
dilaksanakan bersama-sama paling sedikit dua orang yaitu antara peneliti dan
partisipan atau klien yang berasal dari akademisi ataupun masyarakat. Oleh
karena itu, tujuan yang akan dicapai dari suatu penelitian tindakan (action
research) akan dicapai dan berakhir tidak hanya pada situasi organisatoris
tertentu, melainkan terus dikembangkan berupa aplikasi atau teori kemudian
hasilnya akan di publikasikan ke masyarakat dengan tujuan riset.
Sementara
itu, peneliti perlu untuk membuat kerjasama dengan anggota organisasi dalam
kegiatan ini, membuat persetujuan eksplisit dengan klien. Pelaporan secara
rutin mengenai jalannya kegiatan dapat mencerminkan ciri khusus dari
kesepakatan ini. Baik peneliti maupun klien dapat memiliki peran dan
tanggungjawab ganda, meskipun ini dapat berubah selama perjalanan kegiatan
berlangsung, tetapi penting untuk menentukan aturan awal pada bagian luar
proyek agar dapat mencegah konflik kepentingan dan menghindari ancaman terhadap
hak prerogatif pribadi atau jabatan mereka. Adalah sangat penting membuat
kesepakatan terlebih dahulu mengenai sasaran dari penelitian, kemudian dapat
dilakukan perbaikan-perbaikan yang diperlukan
Action
research digunakan
untuk menemukan pemecahan masalah yang dihadapi sesorang dalam tugasnya
sehari-hari dimana pun tempatnya, di kelas, di kantor, di rumah sakit, dan
seterusnya. Para peneliti action research tidak berasumsi bahwa hasil
penelitiannya akan menghasilkan teori yang dapat digunakan secara umum
(digeneralisasi). Action research hanya terbatas pada kepentingan
penelitinya sendiri, dengan tujuan agar penelitinya dapat melaksanakan tugasnya
sehari-hari dengan lebih baik.
Dilihat
dari ruang lingkup, tujuan, metode, dan prakteknya, action research dapat
dianggap sebagai penelitian ilmiah micro. Action research adalah
penelitian yang bersifat partisipatif dan kolaboratif. Maksudya, penelitiannya
dilakukan sendiri oleh peneliti, dan diamati bersama dengan rekan-rekannya. Action
research berbeda dengan studi kasus karena tujuan dan sifat kasusnya yang
tidak unik seperti pada studi kasus, action research tidak digunakan
untuk menguji teori. Namun kedua macam penelitian ini mempunyai kesamaan, yaitu
bahwa peneliti tidak berharap hasil penelitiannya
akan dapat digeneralisasi atau berlaku secara umum.
Action
research mendorong para guru agar memikirkan apa yang mereka lakukan
sehari-hari dalam menjalankan tugasnya, membuat para guru kritis terhadap apa
yang mereka lakukan tanpa tergantung pada teori-teori yang muluk-muluk yang
bersifat universal yang ditemukan oleh para pakar penelitian yang sering kali
tidak cocok dengan situasi dan kondisi kelas. Keterlibatan peneliti action
research dalam penelitiannya sendiri itulah yang membuat dirinya menjadi pakar
peneliti untuk kelasnya dan keperluan sehari-harinya dan tidak membuat ia
tergantung pada para pakar peneliti yang tidak tahu mengenai masalah-masalah
kelasnya sehari-hari.
Dalam
bidang pendidikan, action research dianggap sebagai alternatif dari penelitian
tradisional (penelitian yang biasa dilakukan). Modal utama peneliti action
research adalah pengalamannya dalam bidang yang digeluti dan pengetahuan yang
ia miliki. Sebenarnya action research dapat juga dilakukan dalam skala besar
karena seperti dikatakan di atas, action research dilakukan bersama rekan-rekan
seprofesi, sehingga mereka dapat berbagai pengalaman untuk kepentingan mereka
misng-masing. Action research merupakan metode yang handal untuk
menjembatani teori dan praktek (dalam pndidikan ), karena dengan action
research para guru dianjurkan menemukan dan mengembangkan teorinya sendiri
dari prakteknya sendiri.
C. Ciri-ciri Action Research
Literatur
mengenai action research telah tumbuh dengan pesat. Pertumbuhan
literatur juga diikuti oleh pertumbuhan definisi dan cirri-cirinya. Pertama,
dalam literature dijumpai berbagai definisi untuk intervensi yang dilakukan
oleh guru dalam praktek mengajarnya sendiri, seperti classroom research, self reflective enguiry dan action research. Dalam artian
ini, tidak ada definisi yang ketat menganai apa yang terjadi. Action
research dipandang sebagai suatu cara untuk memberi ciri bagi seperangkat
kegiatan yang direncanakan untuk meningkatkan mutu pendidikan; pada pokoknya ia
merupakan suatu cara eklektik yang dituangkan ke dalam suatu program refleksi diri (self reflection) yang ditujuan untuk peningkatan
mutu pendidikan. Perspektif kedua mencoba untuk mengidentifikasi criteria dari
kegiatan-kegiatan ini; untuk merumuskan sistem-sistem yang dimaksudkan untuk
perbaikan yaitu hasil yang diantisipasi dari program refleksi-diri. Dalam
artian ini, istilah action research adalah suatu istilah yang digunakan
untuk menggambarkan metode-metode dan teknik-teknik.
Dalam
literatur terdapat beberapa definisi. Barang kali definisi yang paling banyak
digunakan ialah definisi yang diberikan oleh Stephen Kemmis dari Deakin
University, bersama Wilf Carr dari University College of North Wales:
Action
research adalah
suatu bentuk penelitian refleleksi-diri yang dilakukan oleh para partisipan
(guru,siswa,atau kepala sekolah,) dalam situasi-situsi social (termasuk
pendidikan) untuk memperbaiki rasionalitas dan kebenaran (a) preaktek-praktek
sosial atau pendidikan yang dilakukan sendiri, (b) pengertian mengenai
praktek-praktek ini, dan (c) situasi-situasi (dan lembaga-lembaga) di mana
praktek-praktek tersebut dilaksanakan.
Seperti
halnya dengan aliran-aliran lain yang timbul, interpretasi akan berbeda-berbeda
dan akan terus bertambah. Tetapi fokus utama dari action rescarch di kelas dan
sekolah adalah untuk mendorong para guru terlibat langsung dalam prakteknya
sendiri, dan memandang dirinya sendiri sebagai peneliti. Dengan kata lain,
action research mendorong para guru untuk menjadi peneliti di kelas mereka
sendiri.[3]
D. Dasar Action Research
Dasar
sosial action research adalah keterlibatan; dasar pendidikan action
research adalah perbaikan atau peningkatan mutu. Jadi seseorang yang
melakukan action research adalah orang yang menginginkan adanya
perubahan dari apa yang selama itu dijalankan dan ingin yang lebih baik. Action
research berarti action (tindakan), baik mengenai sistemnya maupun
mengenai orang-orang yang terlibat dalam sistem tersebut.[4]
Sistim
dapat berarti kelompok sosial manusia apa pun-pabrik, perusahaan pesawat terbang,
kantor yang memberi jasa layanan, sekolah dan orang-orang berarti semua
personalia, tidak hanya para manajer, karena dalam sistem yang demokratis
bagian yang terkecil akan mempengaruhi sistem keseluruhan. Dalam suatu sistim, satu aspek dari sistem
tersebut dapat diindetisifikasi sebagai suatu masalah; jadi misalnya, seorang
guru mungkin memusatkan perhatiannya pada suatu bagian yang terbatas dari
praktek mengajarnya sehari-hari dalam kelasnya di tempat ia bekerja. Ia mungkin
berpendapat bahwa tindakan yang dilakukan dalam mengatasi masalahnya barangkali
akan meresahkan masyarakat di sekolah tersebut, termasuk para karyawan. Misalnya
, Pak Kadir, prihatin bahwa ia mempunyai masalah tentang kedisiplinan siswanya
dalam suatu kelas, dan ia marah-marahi siswanya karena perilaku mereka yang
tidak baik. Kemudian pada suatu hari ia berpikir bahwa mungkin bila cara
mengajarnya diubah masalah-masalah tersebut akan hilang dengan sendirinya.
Perubahan gaya mengajar tersebut mencakup negosiasi dengan para siswa mengenai
peraturan disiplin kelas yang disetujui bersama oleh guru (Pak Kadir ) dan para
siswanya. Kedua belah pihak menyetujui untuk mematuhinya. Kemudian ia terdorong
untuk menemukan kemungkinan dan penyempurnaan dari gaya mengajar tersebut
dikelas-kelas yang lain, dan meminta partisipasi dari rekan-rekan guru yang
lain. Ada kemungkinan, rekan-rekannya melihat manfaat dari gaya mengajar
tersebut dan ingin mencoba di kelas mereka masing-masing. Para guru tersebut
terus menerus bertukar fikiran, saling belajar dari rekanya dalam suasana yang
kondusif untuk secara berkelanjutan meningkatkan mutu pengajaran melalui
penelitian yang sistematik, yaitu claasroom action research (CAR).[5]
Sebagai
suatu metode untuk mengeksplorasi dan memecahkan masalah, action research
dapat juga diterapkan atau dilaksanakan dalam bentuk skala besar. Kurt Lewin,
orang yang mempopulerkan nama action research, secara pribadi terlibat dalam
suatu action research yang bertujuan untuk memperbaiki hubungan dalam
situasi di perusahaan. Ia melihat bahwa prosedur parsitipatif semacam ini jauh
lebih efektif untuk memecahkan masalah-masalah hubung antar manusia dari pada
suatu proses yang ditentukan sebelumnya di mana manusia diharapkan untuk
menyesuaikan dari.
Hal ini
menggarisbawahi salah satu pertanyaan yang berhubungan dengan penelitian
pendidikan pada umumnya, yaitu action research berusaha untuk menjawab
mesalah “makro-mikro”. Sekalipun pada umumnya action research
dilaksanakan dalam skala kecil (small-scale), ia dapat pula diterapkan
untuk skala besar (large scale), berdasarkan pandangan bahwa peneliti
sebagai individu dapat memperoleh informasi mengenai perkembangan propesinya
dan dirinya sendiri; dan dengan demikian tindakannya akan memberikan kontribusi
pada pembentukan masyarakat mendatang.
Bila
diterapkan di kelas, action research adalah suatu pendekatan untuk memperbaiki
pendidikan melalui perubahan, dengan mendorong para guru untuk memikirkan
praktek mengajarnya sendiri, agar kritis terhadap praktek tersebut, dan agar
mau untuk memperbaikinya. Action research bersifat patisipatif, karma ia
melibatkan guru dalam penelitiannya sendiri, dan kolaboratif, karena ia
melibatkan orang lain (rekan-rekan) sebagai bagian dari suatu penelitian yang
hasilnya dapat dinikmati bersama (shared enguiry). Hal ini penting untuk
dicamkan karena anggapan yang dominan dari pendekatan tradisional adalah bahwa
peneliti,pakar, telah melakukan segala macam penelitian mengenai manusia.
Seringkali
kita kesal terhadap orang-orang seperti itu yang mengangkat dirinya sebagai
pakar dengan menggunakan sekolah, siswa, dan guru sebagai pemasok data yang
hasilnya telah “ditentukan sebelumnya”. Pada umumnya, para “pakar” hanya ingin
menguji hipotesisnya atau telah mempunyai tujuan tertentu dan mereka melakukan
eksperimen pada orang lain dan berusaha agar hasilnya cocok dengan
hipotesisnya. Hal ini sangat membahayakan bila yang diteliti manusia, lain
halnya bila yang diteliti adalah benda mati. Sangat riskan jika dalam
eksperimen tersebut yang menjadi kelompok kontrol adalah kelompok yang terdiri
dari manusia (siswa). Sekalipun banyak aspek dari tingkah laku manusia yang
dapat ditebak dalam berbagai taraf, namun sifat dasar manusia adalah kreatif
dan tidak dapat diprediksi.
Misalnya,
ada seorang guru ingin mengetahui apakah pendekatan lain mengenai waktu
berbicara di kelas akan mempengaruhi kinerja atau prestasi siswa. Bila ia
mengajurkan para siswa untuk bertanya secara bebas, atau belajar dalam pasangan
(in pairs) atau dalam kelompok, yang tidak hanya mendengarkan guru atau membaca
buku, apakah pengertian mereka mengenai pelajaran tersebut akan lebih baik?
Untuk
menjawab pertanyaan itu para peneliti tradisional (para peneliti yang
menggunakan pendekatan kuantitatit0 akan membentuk kelompok eksperimen dan
kelompok kontrol, mengukur kemajuannya dengan menggunakan test. Hasil
pengukuran dari kelompok eksperimen dibandingkali dengan hasil pengukuran dari
kelompok kontrol.Berdasarkan hasil test tersebut, disimpulkan bahwa apakah guru
tersebut berhasil atau gagal dalam metode yang telah dicobakan. Sebaliknya,
para guruyang sehari-harinya mengajar di kelas berpendapat bahwa mereka tidak
dapat memaksakan diri untuk mengikuti struktur penelitian pendidikan yang telah
ditentukan sebelumnya seperti itu, dan jika mereka gagal menurut tolok ukur pendekatan
penelitian seperti itu, mereka merasa Karena ada ketidak cocokan. Action
research berpandangan bahwa masalahnya bukan cocok atau tidak cocok; yang
keliru adalah bahwa manusia tidak dapat digolongkan ke dalam kategori-kategori
dan sistem-sistem tertentu; dan tidak dapat dipaksa untuk memberi reaksi sesuai
dengan teori tertentu.
Menurut
para pakar action research cara berfikir mekanistis seperti yang diuraikan di
atas merupakan dasar pandangan tradisional dari penelitian pendidikan.
Pandangan tersebut didasarkan pada metode yang mencoba mengukur dan
mengkuantifikasi, seolah-olah manusia dapat dipredik. Action research berusaha
untuk memberi makna kepada situasidari sudut pandang yang berlainan. Bila para
pakar penelitian tradisional memandang fungsinya sebagai pemecahan masalah ,
maka action research dipandang sebagai pengajuan masalah .
Action
research berupaya mencari pertanyaan yang benar sesuai dengan situasinya maupun
jawabanya.
Dalam
contoh di atas, guru akan mengadakan intropeksi mengenai pelaksanaan mengajar
di kelasnya sendiri. Mengapa ia tidak puas dengan situasi yang dihadapinya
sekarang? Apa yang ingin ia rubah? Bagaimana ia akan mengamati reaksi-reaksi
terhadap tindakan yang akan ia lakukan tersebut? Bagaimana ia akan mengevaluasi
reaksi-reaksi tersebut? Dan bagaimana ia akan mengakomodasikan
penemuan-penemuannya?
Ini semua
merupakan pertanyaan-pertayaan penelitian pendidikan yang penting,
pertanyaan-pertanyaan yang setiap guru siap untuk menanyakan kepada diri
sendiri mengenai apa yang terjadi, dan kesiapannya untuk menjawab secara jujur
dan dengan mengikat konsekuensi yang akan dihadapinya.
Konsekuensi-konsekuensi
itu tentu mengandung perubahan, tetapi perubahan yang ditujukan untuk
perbaikan. Perbaikan tersebut tidak akan terjadi apabila ia tidak sadar atau
tanggap akan standard profesinya sendiri. Action research adalah suatu
instrumen yang digunakan dengan penuh kemampuan oleh guru yang baik untuk
meningkatkan mutu mengajarnya.
Namun,
salah satu dari tantangan terhadap action research adalah bahwa
memperbaiki mutu mengajar adalah hal yang harus senantiasa dilakukan oleh guru
yang baik; ia harus terus-menerus sadar mengenai praktek di kelasnya dan
berusaha untuk memperbaiki praktek tersebut. Orang-orang yang skeptis terhadap
action research menyatakan bahwa ini bukan penelitian, melainkan hanya mengajar
yang baik. Sebaliknya para pakar action rsearch mengatakan bahwa action
research tidak berhenti di situ, dan ia merupakan cara untuk menghalang situasi
belajar-mengajar. Action research bukan sekedar mengajar.Action research
mempunyai makna sadar dan kritis terhadap mengajar, dan menggunakan kesadaran
kritis terhadap dirinya sendiri untuk bersiap terhadap proses perubahan dan
perbaikan mengajar. Action research mendorong para guru untuk berani bertindak
dan berfikir kritis dalam mengembangkan teori dan rasional bagi mereka sendiri,
dan bertanggung jawab mengenai pelaksanaan tugasnya secara profesional.
Pertanggung jawaban profesional kepada masyarakat secara sistematik inilah yang
membuat kegiatan ini sebagai penelitian.
E. Tahapan Action Research
Davison,
Martinsons & Kock,
membagi Action research dalam 5 tahapan yang merupakan siklus, yaitu:
1. Melakukan
diagnosa (diagnosing)
Melakukan
identifikasi masalah-masalah pokok yang ada guna menjadi dasar kelompok atau
organisasi sehingga terjadi perubahan, untuk pengembangan situs web pada tahap
ini peneliti mengidentifikasi kebutuhan stakeholder akan situs web,
ditempuh dengan cara mengadakan wawancara mendalam kepada stakeholder yang
terkait langsung maupun yang tidak terkait langsung dengan pengembanga situs
web.
2. Membuat rencana
tindakan (action planning)
Peneliti
dan partisipan bersama-sama memahami pokok masalah yang ada kemudian
dilanjutkan dengan menyusun rencana tindakan yang tepat untuk menyelesaikan
masalah yang ada, pada tahap ini pengembangan situs web memasuki tahapan desain
situs web. Dengan memperhatikan kebutuhan stakeholder terhadap situs web
penelitian bersama partisipan memulai membuat sketsa awal dan menentukan isi
yang akan ditampilkan nantinya.
3. Melakukan
tindakan (action taking)
Peneliti
dan partisipan bersama-sama mengimplementasikan rencana tindakan dengan harapan
dapat menyelesaikan masalah. Selanjutnya setelah model dibuat berdasarkan
sketsa dan menyesuaikan isi yang akan ditampilkan berdasarkan kebutuhan
stakeholder dilanjutkan dengan mengadakan ujicoba awal secara offline
kemudian melanjutkan dengan sewa ruang di internet dengan tujuan situs web
dapat ditampilkan secara online.
4. Melakukan
evaluasi (evaluating)
Setelah
masa implementasi (action taking) dianggap cukup kemudian peneliti
bersama partisipan melaksanakan evaluasi hasil dari implementasi tadi, dalam
tahap ini dilihat bagaimana penerimaan pegguna terhadap situs web yang ditandai
dengan berbagai aktivitas-aktivitas.
5. Pembelajaran (learning)
Tahap
ini merupakan bagian akhir siklus yang telah dilalui dengan melaksanakan review
tahap-pertahap yang telah berakhir kemudian penelitian ini dapat berakhir.
Seluruh kriteria dalam prinsip pembelajaran harus dipelajari, perubahan dalam
situasi organisasi dievaluasi oleh peneliti dan dikomunikasikan kepada klien,
peneliti dan klien merefleksikan terhadap hasil proyek, yang nampak akan
dilaporkan secara lengkap dan hasilnya secara eksplisit dipertimbangkan dalam hal
implikasinya terhadap penerapan Canonical Action Reaserch (CAR).
Untuk hal tertentu, hasilnya dipertimbangkan dalam hal implikasinya untuk
tindakan berikutnya dalam situasi organisasi lebih-lebih kesulitan yang dapat
dikaitkan dengan pengimplementasian perubahan proses.
Hasilnya
juga dipertimbangkan untuk tindakan ke depan yang dapat dilakukan dalam
kaitannya dengan domain penelitian, terutama akibat kegiatan yang terjadi
diluar rencana awal (atau kelambanan) dan cara di mana peneliti dapat kurang
hati-hati melakukan penyelesaian kegiatan dan dalam hal implikasi untuk
komunitas penelitian secara umum dengan mengidentifikasi keuntungan penelitian
di masa datang. Di sini, nilai action research akan terangkat (bahkan
sebuah proyek yang gagal dapat tetap menghasilkan pengetahuan yang bernilai),
dan juga merupakan kekuatan status quo dalam lingkungan (organisasi) sosial
untuk mencegah perubahan dari proses yang telah berlalu.
F.
Metode Pengumpulan Data Action Research
Pada
dasarnya metode pengumpulan data yang digunakan dalam action research
tidak berbeda dengan penelitian-penelitian sosial lainnya seperti kuesener,
wawancara, observasi, dan dokumenter. Namun ada beberapa metode khas yang
digunakan dalam pengumpulan data action research, yaitu:[6]
1. Catatan Kancah Pelaksana (praktisi).
Membuat
catatan kancah intinya adalah metode pelaporan pengamatan dan refleksi tentang
masalah-maslah yang dihadapi praktisi dalam program pembelajaran dan reaksi
mereka sendiri terhadap masalah-masalah tersebut. Catatan kancah harus ditulis
sesegera mungkin seusai kegiatan; bahkan kalau memungkinkan bersamaan dengan
pelaksanaan kegiatan.
2. Catatan Komentar Warga Belajar.
Warga
belajar dapat dikatakan merupakan tujuan akhir dari kegiatan action research,
karena itu perlu diketahui bagaimana penilaian mereka terhadap program
pembelajaran yang dilaksanakan. Ini bisa dilakukan dengan cara meminta WB
menulis atau mengungkapkan kesan-kesan mereka setelah selesai suatu kegiatan.
3. Diskusi Praktisi WB.
Catatan
pelaksana dan catatan WB dapat dijadikan sebagai bahan di dalam diskusi
kesulitan-kesulitan pelaksanaan program. Bila diskusi ini bisa direkam akan
lebih baik, sebab hasil rekaman dapat digunakan pada pengkajian selanjutnya.
4. Perekaman, Audio atau Visual.
Dengan
melalui pencatatan, bisa jadi ada event-event yang terlewatkan. Ini bisa
ditolong dengan menggunakan alat perekam kegiatan, seperti tape recorder,
video recorder, atau tustel.
5. Studi Kasus.
Pada akhir rangkaian kegiatan penelitian, praktisi dapat
menyusun studi kasus tentang masalah, strategi-strategi pemecahan, dan
hasil-hasilnya, berdasarkan data yang telah dikumpulkan dengan menggunakan
teknik-teknik di atas. Dia bisa bekerja sendiri atau bersama beberapa WB.
DAFTAR PUSTAKA
Baskerville, L. R., Journal:
Investigating Information System with Action Research, Association for
Information Systems: Atlanta, (1999).
Davison,
R. M., Martinsons, M. G., Kock N., Journal : Information Systems Journal
: Principles of Canonical Action Research 14, (2004).
Gunawan,
Makalah untuk Pertemuan Dosen UKDW yang Akan Melaksanakan Penelitian Pada
tahun 2005,
Http://Faridanursyahidah.Wordpress.Com/,
diakses 4 Juni 2012
Madya,
S, Teori dan Praktik Penelitian Tindakan (Action Research), Alfabeta:
Bandung, (2006).
Sulaksana,U.,
Managemen Perubahan, Cetakan I, Pustaka Pelajar Offset: Yogyakarta, (2004).
[1] http://chandrax.wordpress.com/action
research, diakses 1 Juni 2012
[2] http://leoriset.blogspot.com/search/label/penelitian,
diakses 2 Juni 2012
[3] http://arifmiboy.blogspot.com/actionresearch,
diakses 3 Juni 2012
[4] Madya, S, Teori dan Praktik Penelitian Tindakan
(Action Research), (Bandung: Alfabeta, 2006), 32
[5] http://faridanursyahidah.wordpress.com/,
diakses 4 Juni 2012
[6] http://www.bppnfi-reg4.net/actionresearch,
diakses 6 Juni 2012
Tidak ada komentar:
Posting Komentar