Rabu, 06 Februari 2013

Review Buku Sistem Moneter


“REVIEW BUKU SISTEM MONETER ISLAM”
Oleh: Aminatul Zahroh
Akademisi Pascasarjana STAIN Tulungagung

Resensi Buku:
v  Judul Buku: Sistem Moneter Islam
v  Penulis: Dr. M. Umer Chapra
v  Penerbit: The Islamic Fondation 223, London Road, Leicester, UK.
v  Penerjemah: Ikhwanul Abidin Basri, M.A.,M.sc.
v  Tebal Buku: 218 halaman

1.      Review Buku
a.       Latar belakang penulisan
“Dunia ekonomi telah memasuki suatu fase ketidakstabilan yang luar biasa dan perjalanan masa depannya yang tidak pasti”, tulis Helmut Schmidt kira-kira satu dekade lalu. Sesudah mengalami inflasi tingkat tinggi yang menyakitkan, perekonomian dunia telah mengalami suatu resesi mendalam dan laju pengangguran yang belum pernah terjadi sebelumnya, dibarengi oleh laju suku bunga riil yang tinggi dan fluktuasi valuta asing yang tidak sehat. Hal ini menimbulkan krisis yang diperburuk dengan adanya kemiskinan di tengah-tengah orang kaya disemua negara.
            Sejak Perang Dunia II, sistem perbankan telah berperan penting sehingga memungkinkan sektor publik dan swasta untuk memperpanjang klaimnya pada perekonomian. Perbankan menjalankan dwifungsi yaitu menciptakan dan memenuhi keinginan untuk meminjami lewat kemudahan kredit. Akan tetapi hal ini menimbulkan polemik antara pemerintah dan swasta, pemerintah membiayai belanjanya dengan defisit anggaran tingkat tinggi sedangkan bagi swasta mengakibatkan proporsi tabungan semakin mengecil. Dalam bidang bisnis, jumlah tuntutan lebih besar daripada harapan  (sumber daya fisik yang terbatas). Hal ini terjadi pada masyarakat modern saat ini.
Dengan adanya beberapa hal di atas, sangat diperlukan adanya sistem ekonomi yang adil dan sehat dan dapat menyumbangkan secara positif kepada pencapaian tujuan-tujuan sosioekonomi.       
            Islam adalah pandangan hidup yang seimbang dan terpadu, didesain untuk mengantarkan kebahagiaan manusia (falah) lewat penegakan keharmonisan antara kebutuhan-kebutuhan moral dan materiil manusia dan aktualisasi keadilan sosioekonomi dan persaudaraan masyarakat. Keharmonisan ini akan bisa dicapai dengan adanya sistem ekonomi yang berlandaskan Islam. Islam menganjurkan sejumlah reformasi moral, sosial, ekonomi, dan institusional untuk membantu merealisasikan tujuannya, antara lain kesejahteraan umum dan keadilan sosioekonomi.
b.      Sistem moneter Islam
Sistem perbankan dan uang berperan penting dalam perekonomian Islam, seperti halnya dalam perekonomian lainnya. Akan tetapi, untuk memainkan peran ini, menurut ajaran Islam, perlu adanya reformasi dan reorganisasi sedemikian rupa sehingga seirama dengan etos Islam dan mampu memenuhi aspirasi umat. Setiap program reformasi yang diperlukan adalah dua komponen utama, yaitu sasaran dan strategi.
1)      Sasaran perbankan
Ada beberapa sasaran yang perlu diperhatikan dalam menjalankan perbankan yaitu:
a)      Kesejahteraan ekonomi dengan kesempatan kerja penuh dan laju pertumbuhan optimal
Natijah logis manusia sebagai khalifah Allah dibumi berimplikasi bahwa setiap manusia harus bisa memanfaatkan waktu, dan kesempatan fisik atau mentalnya bagi pengayaan diri, keluarga dan masyarakat. Oleh karena itu, penggunaan sumber daya manusia secara penuh dan efisien menjadi hal yang tidak terpisahkan dalam system ekonomi Islam. Hal inipun harus didukung sebuah kebijakan yang dapat mengaturnya secara adil dan merata.
b)      Keadilan sosioekonomi dan distribusi pendapatan dan kekayaan yang merata
Tujuan keadilan sosio ekonomi dan distribusi kekayaan dan pendapatan yang merata secara aklamasi dipandang sebagai bagian tak terpisahkan dan falsafah moral Islam dan didasarkan pada komitmennya yang pasti terhadap persaudaraan manusia. Dengan terbentuknya hal itu, maka tujuan akhirnya adalah kesejahteraan semua pihak dan terciptanya kondisi yang harmonis diantara mereka.
c)      Stabilitas nilai uang
Tujuan stabilitas nilai uang ini di dasarkan dalam ayat al-Qur’an dalam surat al-An’am ayat: 152 yaitu “…Dan sempurnakanlah takaran dan timbangan dengan adil…” juga dalam surat al-A’raf ayat 181 yaitu “…Maka sempurnakanlah takaran dan timbangan dan janganlah kamu kurangkan bagi manusia barang-barang takaran dan timbangannya, dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi sesudah Tuhan memperbaikinya. Hal demikian itu lebih baik bagi kamu jika kamu orang yang benar-benar beriman.” 
d)     Mobilisasi tabungan (penggunaan tabungan dengan baik)
Sasaran mobilisasi tabungan memang perlu karena Islam secara tegas mengutuk penimbunan simpanan dan menuntut penggunaan sumber-sumber daya bagi tujuan-tujuan produktif dalam rangka merealisasikan sasaran sosioekonomi Islam. 
e)      Memberikan pelayanan yang lain
Sistem ini tidak saja harus mampu memobilisasi tabungan secara efektif dan mengalokasikannya secara efisien bagi usaha-usaha produktif untuk memenuhi keperluan perekonomian yang sedang tumbuh dan sehat, melainkan juga mampu mengembangkan suatu pasar uang primer dan skunder. Hal ini harus dibarengi dengan pemberian pelayanan yang baik bagi pra pelaku ekonomi Islam.   
2)      Strategi
Bagaimanapun juga, sasaran dapat dicapai hanya dengan menggunakan strategi yang tepat. Disinilah Islam, memiliki keunggulan nyata, bukan saja sasaran yang merupakan bagian integral dari ideologi Islam, tetapi juga sebagai isi strategi bagian dari syariah. Elemen terpenting dari strategi Islam untuk mencapai tujuan-tujuan Islam adalah terintegrasinya semua aspek kehidupan keduniaan dengan aspek spiritual untuk menghasilkan suatu peningkatan moral manusia dan masyarakat dimana ia hidup. Tanpa peningkatan semacam ini, tak satupun sasaran akan dapat dicapai.
Setelah peningkatan moral terwujud, maka dilanjutkan lagi pada pengingkatan spiritual. Sehingga nilai-nilai yang terlaksana dalam sistem perekonomian Islam, contohnya saja teori yang telah berkembang dimasyarakat bahwa yang kuat pasti menang dengan menggunakan berbagai cara, hal ini jika dilihat dari sudut pandang Islam maka tujuan demikian belumlah tepat. Betapapun juga, Islam tidak hanya berhenti pada usaha peningkatan spiritual saja, akan tetapi sebagai fondasi nilai Islam yang akan menyeimbangkan sistem perekonomian Islam itu sendiri.  
Negara Islam berkewajiban untuk berperan aktif dalam rangka memenuhi sasaran Islam tanpa harus mengorbankan kebebasan individu atau berkompromi dengan kesejahteraan sosial. Suatu tindakan harus mengandung kepentingan individu dalam batasan moral sehingga mencegah individu untuk melakukan eksploitasi masyarakat demi memuaskan kepentingan dirinya sendiri dan mencegah masyarakat melakukan eksploitasi kepada individu dengan mengesampingkan hak-hak yang ada padanya atau menghalanginya menikmati hasil jerih payahnya dan keahliannya. Pembahasan di atas jelas mengindikasikan strategi untuk melakukan reformasi masyarakat muslim dan perekonomian mereka.
c.       Kesimpulan
Sesungguhnya dalam hal perekonomian, Islam telah mengajarkan nilai-nilai sebagai landasan fundamental untuk membangun kehidupan manusia yang adil dan seimbang. Jika kita lihat kondisi perekonomian saat ini telah mengalami pergolakan yang sangat pelik dan hal ini berimbas pada kehidupan manusia itu sendiri. Dengan adanya kondisi tersebut, maka para ahli ekonomi Islam dituntut untuk memberikan berbagai macam solusi sebagai kontribusi untuk mengatasi gejolak ini. Dalam buku ini telah dijelaskan secara jelas bahwa dalam system perekonomian Islam memerlukan handasan moral yang sangat penting berkaiatan dengan pelaku ekonomi itu sendiri. Apabila para pelaku ekonomi memiliki landasan yang benar dalam menjalankan system perekonomian mereka maka akan membuahkan keadilan dan keseimbangan kehidupan perekonomian. Telebih lagi akan menjauhkan asumsi ekonomi yang kurang tepat yaitu “siapa yang kuat akan menang”, sehingga baik orang yang lemah akan terlindungi dalam perekonomiannya.  

2.      Pendekatan yang Digunakan oleh Penulis
Jika kita lihat pemaparan yang ada dalam buku “SISTEM MONETER ISLAM” maka akan terlihat pendekatan yang digunakan penulis adalah “pendekatan antropologis” dalam peerspektif ekonomi Islam. Hal inipun diperkuat dengan mengacu pada buku “Metodologi Studi Islam” yang menjelaskan bahwa pendekatan antropologis sebagai berikut: Dalam memahami agama dapat diartikan sebagai salah satu upaya memahami agama dengan cara melihat wujud praktik keagamaan yang tumbuh dan berkembang di masyarakat. Melalui pendekatan ini agama tampak akrab dan dekat dengan masalah-masalah yang dihadapi manusia dan berupaya menjelaskan dan memberikan jawabannya. Dengan kata lain bahwa cara-cara yang digunakan dalam disiplin ilmu antropologi dalam melihat suatu masalah digunakan pula memahami agama.
Dengan demikian secara umum, pendekatan antropologis menyoroti masalah-masalah yang terjadi di masyarakat. Lebih jauh lagi dijelaskan pula dalam buku tersebut mengenai antropologis yang dikutip dari pendapat Dawam Rahardjo sebagai berikut:
Antropologi lebih mengutamakan pengamatan langsung, bahkan bersifat partisipatif. Dari sini timbul kesimpulan-kesimpulan yang bersifatnya induktif yang mengimbangi pendekatan deduktif sebagaimana digunakan dalam pengamatan sosiologis. Penelitian antropologis yang induktif grounded, yaitu turun ke lapangan tanpa berpijak pada, atau setidak-tidaknya dengan upaya membebaskan diri dari kukungan teori-teori formal yang pada dasarnya sangat abstrak sebagaimana yang dilakukan di bidang sosiologi dan lebih-lebih ekonomi yang mempergunakan model-model matematis, banyak juga member sumbangan kepada penelitian historis.
Sejalan dengan pendekatan tersebut, maka dalam berbagai penelitian antropologi agama dapat ditemukan adanya hubungan positif antara kepercayaan agama dengan kondisi ekonomi dan politik. Golongan masyarakat yang kurang mampu dan golongan miskin pada umumnya, lebih tertarik kepada gerakan-gerakan keagamaan yang bersifat mesianis, yang menjanjikan perubahan tatanan sosial kemasyarakatan. Sedangkan golongan orang kaya lebih cenderung untuk mempertahankan tatanan masyarakat yang sudah mapan secara ekonomi lantaran tatanan itu menguntungkan pihaknya.(Abudinnata, 2006)
 Melalui pendekatan antropologis di atas, kita melihat bahwa agama ternyata berkorelasi dengan etos kerja dan perkembangan ekonomi suatu masyarakat. Dalam hubungan ini, jika kita ingin mengubah pandangan dan sikap etos kerja seseorang, maka dapat dilakukan dengan cara mengubah pandangan keagamaannya. (Abudinnata, 2006)

3.      Metode Dalam Penulisan Buku
Metode yang digunakan dalam penulisan buku ini adalah metode sintesis, yaitu suatu cara memahami Islam yang memadukan antara metode ilmiah dengan segala cirinya yang rasional, obyektif, kritis, dan seterusnya dengan metode teologis normatif. Metode ilmiah digunakan untuk memahami Islam yang tampak dalam kenyataan historis, empiris, dan sosiologis, sedangkan metode teologis normatif digunakan untuk memahami Islam yang terkandung dalam Kitab Suci. Melalui teologis normatif ini seseorang melaluinya dari meyakini Islam sebagai agama mutlak yang benar. Hal ini didasarkan pada alasan, karena agama berasal dari Tuhan dan apa yang berasal dari Tuhan mutlak benar, maka agamapun mutlak benar. Setelah itu dilanjutkan dengan melihat agama sebagaimana norma ajaran yang berkaitan dengan berbagai aspek kehidupan manusia yang secara keseluruhan diyakini amat ideal. Melalui metode teologis normatif yang tergolong tua usianya ini dapat dihasilkan keyakinan dan kecintaan yang kuat, kokoh, dan militan pada Islam, sedangkan dengan metode ilmiah yang dinilai sebagai tergolong muda usianya ini dapat dihasilkan kemampuan menerapkan Islam yang diyakini dan dicintainya itu dalam kenyataan hidup serta memberi jawaban terhadap berbagai berbagai permasalahan yang dihadapi manusia. (Abudinnata, 2006)

4.      Kelebihan dan Kekurangan Buku
Menurut kami, kelebihan dari buku ini adalah kajian normatif dalam buku ini sangat ketal. Hal ini dapat dilihat banyak pemaparan teks al-Qur’an yang berkaitan dengan permasalahan dalam buku tersebut. Selain itu, kajian mengenai system ekonomi Islam dikaji secara kritis sesuai dengan gejolak dan kondisi yang sedang dialami bahkan dipaparkan juga berbagai macam solusi yang dapat diterapkan dalam system ekonomi khususnya Islam.
Sedangkan kekurangan dari buku ini adalah paparan tentang solusi yang ditawarkan membutuhkan kerjasama berbagai komponen baik negara dan pelaku perekonomian sehingga membutuhkan perombakan besar dalam pelaksanaannya, dan saya kira hal itu sangat sulit jika melihat kondisi perekonomian saat ini. Akan tetapi jika hal ini berhasil dilaksanakan, maka tujuan tersebut akan mensejahterakan berbagai komponen masyarakat, baik dari golongan yang lemah maupun dari golongan yang kaya.

5.      Opini Pemakalah
Berdasarkan pemaparan buku dengan segala kelebihan dan kekurangannya, kami berpendapat bahwa buku ini sangat baik kandungan isinya. Buku ini menjadi tambahan referensi yang dapat digali lebih dalam dan dikembangkan keilmuannya. Kami sangat tertarik dengan pemaparan penulis buku mengenai strategi awal dalam merubah system perekonomian Islam yaitu mengubah moral dari para pelaku ekonomi. Hal ini mengingatkan kami akan sejarah pada masa Rasulullah saw yang melakukan perombakan di Makkah dan Madinah dengan memberikan landasan moral berupa tauhid yang luar biasa. Dan apabila landasan tersebut telah ada, maka pelakasanaan berbagai bidang dalam kehidupan akan bersifat Islami juga yang pada akhirnya muncul kehidupan bermasyarakat yang luar biasa.
Dengan mengacu pada hal di atas kami setuju dengan adanya landasan moral yang diutamakan, dan kemudian dilanjutkan dengan pembenahan dalam berbagai aspek dalam bidang ekonomi dan bidang-bidang lain yang dapat mendukung tercapainya tujuan tersebut.
Dalam diskusi yang dilakukan dalam perkuliaahan menjadi masukan bagi kami untuk memaparkan beberapa hal yang berkaitan dengan makalah ini.
1.      Bahwa metode dan pendekatan kajian Islam yang berdasar sudut pandang ekonomi dapat membawa kita untuk berfikir luas mengenai bagaimana seseorang memandang Islam dari berbagai sudut pandang
2.      Bahwa hal yang perlu dikedepankan dalam membangkitkan system ekonomi Islam adalah dengan berlandaskan moral dan keadilan bagi seluruh manusia.
3.      Bahwa penerapan system ekonomi Islam pada dasarnya harus dilakukan bersama-sama dengan berbagai kalangan, tidak bisa dilaksanakan hanya dengan beberapa orang saja mengingat suatu system itu berkaitan dengan kebijakan sehingga ada campurtangan penguasa di dalamnya. Apabila penguasa menerapkan system ekonomi Islam secara baik dan benar, maka akan tercapailah tujuan baik dari system ekonomi Islam tersebut.

Budaya Religius


Pengembangan Pendidikan Islam dalam Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah
Oleh: Aminatul Zahroh
Penulis Buku & Akademisi Pascasarjana

                                                                          
Pendidikan Islam, suatu pendidikan yang melatih perasaan siswa sehingga sikap hidup, tindakan, keputusan, dan pendekatan terhadap segala pengetahuan, dipengaruhi nilai spiritual dan sadar akan nilai etis Islam. Pendidikan merupakan sistem untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.
Ada beberapa persoalan mendasar yang perlu dipertimbangkan tatkala mengagendakan rencana pengembangan pendidikan Islam. Pertama, stigma keterpurukan bangsa, yang berakibat kurangnya rasa percaya diri. Kedua, eskalasi konflik, yang di satu sisi merupakan unsur dinamika sosial, tetapi di sisi lain mengancam keharmonisan. Bahkan integrasi sosial baik lokal, nasional, regional maupun internasional.
Ketiga, krisis moral dan etika, yang melanda kehidupan bangsa kita dalam berbagai tataran administratif pemerintahan pusat atau daerah, dalam berbagai sektor. Empat, pudarnya identitas bangsa, terutama berhadapan dengan hegemoni dunia yang unggul baik dari aspek politik, sosial maupun kultural.
Meskipun sebenarnya dalam tata hubungan global diperlukan prinsip interdependensi antara negara-negara dunia, komitmen politik bebas aktif mulai canggung, kesatuan dan persatuan bangsa (budaya dan sosial) mengalami keretakan.
Dari persoalan mendasar tersebut di atas, pendidikan agama Islam di sekolah ataupun di masyarakat perlu diorientasikan pada beberapa hal.
Pertama, pengembangan sumber daya manusia (SDM) karena keterpurukan bangsa bisa diobati dan disembuhkan dengan tersedianya SDM yang tangguh, cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual, memiliki dedikasi dan disiplin, jujur, tekun, ulet, dan inovatif.
Kedua, ke arah pendidikan agama Islam multikulturalis. Yakni, pendidikan Islam perlu dikemas dalam watak multikultural, ramah menyapa perbedaan budaya, sosial, dan agama. Ketiga, mempertegas misi untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak sebagai misi utama Rasulullah saw.
Keempat, melakukan spiritualiasi watak kebangsaan, termasuk spiritualisasi berbagai aturan hidup untuk membangun bangsa yang beradap (lihat Fadjar, 2003). Pada yang terakhir ini sekaligus mengandung makna perlunya pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Pengembangan pendidikan agama Islam sebagai budaya sekolah tidak bisa dilepaskan dari peran para penggerak kehidupan keagamaan di sekolah. Meminjam teori Philip Kotler (1978) bahwa terdapat lima unsur dalam melakukan gerakan perubahan di masyarakat, termasuk masyarakat sekolah, yang di singkat 5 C.
Kelima hal tersebut yaitu: pertama, Causes, sebab-sebab yang bisa menimbulkan perubahan. Antara lain berupa ideas (gagasan atau cita-cita) atau pandangan dunia dan atau nilai-nilai. Hal itu biasanya dirumuskan dalam visi, misi, motif atau tujuan yang dipandang mampu memberikan jawaban terhadap problem yang dihadapi. Kedua, change agency, yakni pelaku perubahan atau tokoh-tokoh yang berada di balik aksi perubahan dan pengembangan.
Ketiga, change target (sasaran perubahan), seperti individu, kelompok atau lembaga yang ditunjuk sebagai sasaran upaya pengembangan dan perubahan. Keempat, channel (saluran), yakni media untuk menyampaikan pengaruh dan respons dari setiap pelaku pengembangan ke sasaran pengembangan dan perubahan. Kelima, change strategy, yakni teknik utama memengaruhi yang diterapkan oleh pelaku pengembangan dan perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran-sasaran yang dituju.
Strategi pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah, menurut Koentjaraningrat (1974) tentang wujud kebudayaan, meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam tiga tataran. Yaitu, tataran nilai yang dianut, tataran praktek keseharian, dan tataran simbol-simbol budaya. Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di sekolah. Selanjutnya, dibangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati.
Nilai-nilai tersebut ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (habl min an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dalam tataran praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah. Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu: pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah.
Kedua, penetapan action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama yang telah disepakati tersebut. Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagai usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati. Penghargaan tidak selalu berarti materi, tetapi juga dalam arti sosial, kultural, psikologis, ataupun lainnya.
Penelitian ini menfokuskan pada pengembangan pendidikan Islam dalam mewujudkan budaya religius sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan studi multi kasus.
Proses pewujudan budaya religius dilakukan dengan dua strategi, yaitu: (a) instructive sequential strategy, dan (b) constructive sequential strategy. Pada strategi pertama, upaya pewujudan budaya religius menekankan pada aspek stuktural yang bersifat instruktif, sementara strategi kedua, upaya pewujudan budaya religius sekolah lebih menekankan pada pentingnya membangun kesadaran diri (self awareness), sehingga diharapkan akan tercipta sikap, perilaku dan kebiasaan religius yang pada akhirnya akan membentuk budaya religius sekolah.
Dukungan warga sekolah dalam mewujudkan budaya religious berupa: komitmen pimpinan dan guru agama, komitmen siswa, komitmen orangtua, dan komitmen guru lain. Komitmen dan kerjasama secara sinergis diantara warga sekolah dan dukungan orang tua  menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan budaya religious.



Metodologi Penelitian

Metodologi Penelitian
Oleh: Aminatul Zahroh
Penulis Buku & Akademisi Program Pascasarjana

A.  Latar Belakang Masalah
Pada diri setiap manusia terdapat dorongan ingin tahu atau rasa ingin tahu (human curiousity). Karena dorongan ingin tahu tersebut, semenjak kanak-kanak, manusia cenderung untuk mempertanyakan berbagai hal yang belum diketahui dan dipahaminya. Baik yang berada dalam medan pengamatannya maupun pemikirannya. Dorongan dan kecenderungan tersebut, mengisyaratkan adanya keinginan manusia untuk lebih memahami dunia dimana dia hidup, baik dalam dunia alam maupun dunia sosial.[1] 
Sebagai contoh, seseorang yang bekerja sebagai guru sekolah akan selalu berusaha membuat anak didiknya memperoleh prestasi yang baik. Apabila ada salah satu anak didik memperoleh nilai yang tidak memuaskan, maka guru akan selalu mencari cara agar anak tersebut berhasil dalam memperoleh nilai yang memuaskan.  
Jika melihat dari uraian di atas, maka dapat dikatakan bahwa bibit kegiatan penelitian telah ada dan demikian akrab dalam kegiatan manusia. Namun, apakah setiap orang yang melakukan pengamatan dan pemahaman terhadap sesuatu bisa disebut penelitian? Dalam makalah ini, kami mencoba membahas mengenai paradigma penelitian yang kami anggap sebagai dasar untuk mengetahuai apa sesunggunya penelitian itu.
                                   
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Paradigma Penelitian
Pengertian paradigma dalam Kamus Bahasa Indonesia lengkap adalah “daftar uraian atas kata menjadi unsur-unsur pembentuk kata tersebut”.[2] Sedangkan paradigma penelitian terkait dengan pertanyaan fundamental berupa pertanyaan ontologis, epistemologis dan metodologis. Paradigma adalah kontruksi manusia. Apa yang benar tentang paradigma adalah benar berkenaan dengan analisis, suatu konstruksi manusia milik kita. Adapun hubungan persoalan mendalam secara metafisik (ontologis), epistemologis dan metodologis dengan paradigma penelitian., menurut Guba dan Lincoln (1994), dapat dilukiskan dalam tabel 1.1. tabel berikut melukiskan posisi tiap paradigma dalam hubungannya dengan ontologi, epistemologi dan metodologi. Tabel 1.1. juga menunjukkan kedudukan paradigma dalam hubungannya dengan penelitian kuantitatif dan kualitatif. Penelitian kualitatif terkait dalam paradigma teori kritis dan konstruktif, sedangakan penelitian kuantitatif terkait dengan paradigma positivisme dan postpositivisme.[3] 
Table 1.1: metafisika (kepercayaan dasar) tentang alternatif paradigma penelitian[4]
item
positivisme
postpositivisme
Teori kritis
konstruksivisme
Onto-
logi
Realisme live-realitas “real” yang dapat difahami
Realisme kritis-realisme “real” tetapi hanya dapat dipahami secara tidak sempurna dan probabilitas
Realisme historis-realitas sebenarnya dibentuk oleh faktor sosial, politik, cultural ekonomi, etnik, gender, didapatkan dalam waktu
Realitivisme-lokal dan spesifik yang terbentuk secara khusus
epistemologi
Dualistis/obyectivis penemuan kebenaran
Modifikasi dualistis/obyectivis/tradisi/komonotaskritis; kemung- kinan temuan benar
Transaksional/subyectivist; perantara nilai temuan
Transaksional, subyectivist; menciptakan temuan-temuan
Metodolo
gis
Experinmental/manipulasi; verifikasi hipotesis, terutama metode kuantitatif
Modifikasi eksperimen perbanyakan kritis; falsifikasi hipotesis; mencakup metode kualitatif
Dialogis/dielektik
Hermeneutik/dialektik


B.     Hakekat Penelitian
1.      Pengertian penelitian
Penelitian secara ilmiah, dilakukan oleh manusia untuk menyalurkan hasrat ingin tahu yang telah mencapai taraf ilmiah, yang disertai dengan suatu keyakinan bahwa setiap gejala akan dapat ditelaah dan dicari hubungan sebab akibatnya atau kecenderungan yang timbul. “…the careful, diligent, and exhaustive investigation of a scientific subyect matter, having as its aim the advancement of mankind’s knowledge”.[5]
Penelitian tidak lain adalah art and science guna mencari jawaban terhadap suatu permasalahan. Karena seni dan ilmiah maka penelitian juga akan memberikan ruang-ruang yang akan mengakomodasi adanya perbedaan tentang apa yang dimaksud dengan penelitian. Penelitian dapat pula diartikan sebagai cara pengamatan atau inkuiri dan mempunyai tujuan untuk mencari jawaban permasalahan atau proses penemuan, baik itu discovery maupun invention. Discovery diartikan hasil temuan yang memang sebetulnya sudah ada, sebagai contoh misalnya penemuan benua Amerika adalah penemuan yang cocok untuk arti discovery. Sedangkan invention dapat diartikan sebagai penemuan hasil penelitian yang betul-betul baru dengan dukungan fakta. Misalnya hasil cloning dari hewan yang sudah mati dan dinyatakan punah, kemudian diteliti untuk menemukan jenis yang baru.[6]
Penelitian adalah proses ilmiah yang mencakup sifat formal dan intensif. Karakter formal dan intensif karena mereka terikat dengan aturan, urutan, maupun cara penyajiannya agar memperoleh hasil yang akui dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Intensif dengan menerapkan ketelitian dan ketepatan dalam melakukan proses penelitian agar memperoleh hasil yang dapat dipertanggungjawabkan, memcahkan problem melalui hubungan sebab dan akibat, dapat diulang kembali`dengan cara yang sama dan hasil yang sama.[7]
Penelitian menurut Kerlinger yang dikutip oleh Sukardi dalam bukunya “Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya” ialah proses penemuan yang mempunyai karakteristik, terkontrol, empiris, dan mendasarkan pada teori dan hipotesis atau jawaban sementara. Beberapa karakteristik penelitian sengaja ditekankan oleh Kerlinger agar kegiatan penelitian memang berbeda dengan kegiatan professional yang lainnya. Penelitian berbeda dengan kegiatan yang menyangkut tugas-tugas wartawan yang biasanya meliput dan melaporkan berita atas dasar fakta. Pekerjaan mereka belum dikatakan penelitian, karena tidak dilengkapi karakteristik lain yang mendukung agar dapat dikatakan hasil penelitian, yaitu karakteristik mendasarkan pada teori yang ada dan relevan dan dilakukan secara intensif dan dikontrol dalam pelaksanaanya.[8]
Dari beberapa pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa penelitian tidak lain adalah usaha seseorang yang dilakukan secara sistematis mengikuti aturan-aturan metodologi, misalnya observasi secara sistematis, dikontrol dan mendasarkan pada teori yang ada dan diperkuat dengan gejala yang ada.[9] Hasil penelitian ilmiah adalah kebenaran ilmiah atau pengetahuan ilmiah. Penelitian ilmiah yang selanjutnya disebut penelitian atau research memiliki ciri: sistematis, logis dan empiris. Sistematis artinya memiliki metode yang bersistem yakni memiliki tata cara dan tata urutan serta bentuk kegiatan yang jelas dan runtut. Logis artinya menggunakan prinsip yang dapat diterima akal (nalar). Empiris artinya berdasarkan realitas atau kenyataan.[10]
2.      Tujuan penelitian
Tujuan utama penelitian yang menggunakan pendekatan kualitatif ialah mengembangkan pengertian, konsep-konsep, yang pada akhirnya menjadi teori. Tahap ini dikenal sebagai “grounded theory research”. Sebaliknya pendektan kuantitatif bertujuan untuk menguji teori, membangun fakta, menunjukkan hubungan antar variabel, memberikan deskripsi statistik, manaksir dan meramalkan hasilnya.[11]
Soekamto (1986) menjelaskan bahwa suatu penelitian, khususnya dalam ilmu-ilmu empirik, pada umumnya bertujuan untuk menemukan, mengembangkan, atau menguji kebenaran suatu pengetahuan. Menemukan berarti berusaha untuk mendapatkan sesuatu untuk mengisi kekosongan atau kekurangan. Mengembangkan berarti memperluas dan menggali lebih dalam apa yang sudah ada, sedang menguji kebenaran dilakukan jika apa yang sudah ada masih atau menjadi diragu-ragukan kebenarannya. Penelitian yang bertujuan menemukan problematik-problematik baru bisa disebut penelitian eksploratif. Penelitian yang khususnya dimaksudkan untuk mengembangkan pengetahuan yang sudah ada dinamakan penelitian pengembangan (developmental research). Sedang penelitian yang ditujukan untuk menguji kebenaran suatu pengetahuan disebut penelitian verifikatif.[12]
Suatu penelitian mungkin dilakukan hanya sampai pada taraf deskriptif, mungkin juga sampai pada taraf inferensial. Pada taraf deskriptif orang hanya semata-mata melukiskan keadaan obyek atau peristiwa tanpa suatu maksud untuk mengambil kesimpulan-kesimpulan yang berlaku secara umum. Sebaliknya, dalam penelitian yang dilakukan sampai taraf inferensial orang tidak hanya berhenti pada taraf melukiskan melainkan dengan keyakinan tertentu mengambil kesimpulan-kesimpulan umum dari bahan-bahan tentang obyek persoalannya. Kesimpulan-kesimpulan semacam inilah yang nantinya diharapkan dapat dijadikan dasar-dasar deduksi untuk menghadapi persoalan-persoalan khusus atau tindakan-tindakan praktis tentang kejadian-kejadian tertentu.[13]
Sebagaimana yang telah dinyatakan Selltiz, dalam Soekamto (1986) maka tujuan dari penelitian adalah.”…to discover answers to questions throught the application of scientific procedures. These procedures have been developed in order to increase the likelihood that the information gathered will be relevant to the question asked and will be reliable and unbiased…”.[14]
Apabila pernyataan tersebut dijabarkan lebih lanjut, maka akan tampak bahwa tujuan-tujuan dari penelitian (research purposes) adalah sebagai berikut:[15]
a)      Mendapatkan pengetahuan tentang suatu gejala, sehingga dapat merumuskan masalah
b)      Memperoleh pengetahuan yang lebih mendalam tentang suatu gejala sehingga dapat merumuskan hipotesa.
c)      Untuk menggambarkan secara lengkap karakteristik atau ciri-ciri dari:
Ø  Suatu keadaan
Ø  Perilaku pribadi
Ø  Perilaku kelompok tanpa didahului dengan hipotesa
d)     Mendapatkan keterangan tentang frekuensi peristiwa.
e)      Memperoleh data mengenai hubungan antara suatu gejala dengan gejala lain (biasanya bedasarkan hipotesa)
f)       Menguji hipotesa yang berisikan hubungan-hubungan sebab akibat (harus didasarkan pada hipotesa)
3.      Fungsi-fungsi penelitian
Dalam kaitannya dengan perkembangan ilmu pengetahuan. Kegiatan penelitian merupakan salah satu media yang handal untuk memenuhi bermacam-macam fungsi sebagai berikut:[16]
a)      Menemukan sesuatu yang baru. Walaupun banyak cara untuk dapat menemukan informasi atau hasil karya baru, dalam dunia pengetahuan penemuan yang dilakukan melalui suatu kegiatan penelitian adalah hasil yang handal dan mendapat pengakuan dari kalangan ilmuan. Melalui penelitian yang baik, hasil temuan dapat diakui oleh para ahli dibidangnya.
b)      Mengembangkan ilmu pengetahuan. Perkembangan ilmu pengetahuan dapat dilakukan secara berkelanjutan melalui media penelitian. Melalui penelitian dimana seorang peneliti biasanya dalam melakukan kajian terhadap permasalahan yang relevan dengan mengeksplorasi terhadap yang telah dilakukan para peneliti pada waktu lalu dan kegiatan penelitian saat sekarang untuk kemudian dilakukan pendalaman terhadap permasalahan yang ada. Hasil dari kegiatan tersebut semakin luas dan berkembang dengan tanpa overlapping (tumpang tindih) yang berarti.
c)      Melakukan validasi terhadap teori lam. Hasil penelitian digunakan sebagai konfirmasi atau pembaharuan jika terjadi perubahan yang nyata terhadap paradigma teori yang telah lama berlaku. Melalui penelitian, hasil temuan yang memang dapat berlaku secara universal, dapat diangkat menjadi hukum yang mungkir berlaku sepanjang waktu. Contoh hasil penelitian yang sampai sekarang dan mungkin akan tetap berlaku di antaranya adalah gaya gravitasi bumi terhadap suatu benda yang selalu mengarah ke pusat bumi oleh Newton., dalil-dalil dalam teori Phytagoras, dan sebagainya. Dalam bidang pengetahuan sosial dapat memperkuat, mengubah atau menolak hasil temuan dari paradigma lama, ketika ternyata hasil penelitian yang baru menghasilkan suatu yang memperkuat, membedakan atau bertentangan dengan hasil penelitian yang lama.
d)     Menemukan permasalahan penelitian. permasalahan penelitian pada prinsipnya dapat diperoleh dimana saja seorang peneliti berada. Karena sebenarnya masalah penelitian selalu ada. Untuk mengenal dan memilih penelitian permasalahan diperlukan kejelian dan penggunaan criteria yang baik dari para peneliti. Salah satu sumber penelitian yang signifikan adalah dalam penelitian yang telah dilakukan oleh para peneliti. Karena dalam penelitian yang baik biasanya dalam bab kesimpulan, implikasi dan saran, di samping memperoleh hasil temuan juga diberikan permasalahan baru yang berkaitan dengan hasil penelitian yang telah dilaporkan.
e)      Menambah khasanah pengayaan ilmiah yang baru.. penelitian yang baik di samping memenuhi butir ke empat dari fungsi-fungsi penelitian, dapat pula befungsi sebagao pelengkap khasanah ilmu yang baru, sehingga ilmu pengetahuan senantiasa berkembang kea rah penyempurnaan terhadap ilmu pengetahuan yang ada. Sebagai contoh dalam perkembangan tehnologi informasi.. jika pada tahun 1955 baru tahap awal lahirnya komputer generasi pertama dengan bentuk yang terlalu besar, dengan harga sangat mahal, dan kapasitas terbatas dalam waktu lambat. Dengan perkembangan yang terakhir tahun 2000, penggunaan komputer dalam tehnologi informasi sudah sedemikian canggih dengan karakteristik bentuk fisik kecil bahkan portabel, harga relatif dapat terjangkau, kapasitas dan kecepatan bekerja cepat. Sayangnya budaya menambah khasanah dalam ilmu pengetahuan kurang berkembang di masyarakat Indonesia. Budaya tulis dengan mengedepankan hasil penelitian berkembang lebih lambat jika dibandingkan dengan budaya lisan.

C.    Jenis-Jenis dan Macam-Macam Penelitian
1.      Jenis-jenis penelitian
Penggolongan jenis-jenis penelitian tergantung kepada pedoman dari segi mana penggolongan itu ditinjau. Keseragaman dasar tinjauan penggolongan belumlah tercapai. Namun secara umum dapatlah dicatat jenis-jenis penggolongan sebagai berikut:[17]
a)      penggolongan menurut bidangnya: penelitian pendidikan, penelitian sejarah, penelitian bahasa, penelitian ilmu teknik, penelitian biologi, penelitian ekonomi, dan sebagaimana
b)      penggolongan menurut tempatnya: penelitian laboratorium, penelitian perpustakaan, dan penelitian kancah
c)      penggolongan menurut pemakainnya: penelitian murni (pure reseach) dan penelitian terpakai (applied research)
d)     penggolongan menurut tujuan umumnya: penelitian eksploratif, penelitian developmental, dan penelitian verifikatif
e)      penggolongan menurut tarafnya: penelitian deskriptif dan penelitian inferensial
f)       penggolongan menurut approachnya: penelitian longitudinal dan penelitian cross-sectional
Kecuali yang disebutkan itu masih ada beberapa jenis penggolongan lainnya yang tidak perlu disebutkan satu demi satu. Hanya satu catatan perlu dikemukakan, yaitu karena banyak sekali overlapping antara penggolongan seperti disebutkan di atas tidak selalu dapat diikuti oleh semua orang. Misalnya saja deskriptif dan inferensial, oleh beberapa orang mungkin disebut tujuan bukan taraf. Hal semacam itu hendaknya tidak dipandang sebagai suatu kesalahan, melainkan sebagai suatu kewajaran karena dasar-dasar pengertian penggolongan yang memang lain.[18]
Dalam referensi lain, ada beberapa pendapat mengenai jenis penelitian dalam berbagai sudut pandang. Beberapa diantaranya adalah:[19]
a)      Berdasarkan cara dan taraf pembahasan masalah
Dalam hal ini jenis penelitian dibagi menjadi dua macam:
Ø  Penelitian diskriptif
Penelitian ini lebih mengarah pada pengungkapan suatu masalah atau keadaan sebagaimana adanya dan mengungkapkan fakta-fakta yang ada, walaupun kadang-kadang diberikan interpretasi atau analisis.
Penelitian deskriptif perlu memanfaatkan ataupun menciptakan konsep-konsep ilmiah, sekaligus berfungsi dalam mengadakan suatu spesifikasi mengenai gejala-gejala fisik maupun sosial yang dipersoalkan. Disamping itu, penelitian ini harus mampu merumuskan dengan tepat apa yang ingin diteliti dan teknik penelitian apa yang tepat dipakai untuk menganalisisnya. Hasil penelitiannya adalah difokuskan untuk memberikan gambaran keadaan sebenarnya dari obyek yang diteliti.
Ø  Penelitian inferensial
Penelitian ini lebih mengarah kepada pengungkapan suatu masalah, keadaan, atau kejadian dengan membuat penilaian secara menyeluruh, meluas, dan mendalam dipandang dari segi ilmu tertentu. Fakta yang tidak ada tidak sekedar dilaporkan apa adanya, tetapi juga analisis untuk mendapatkan suatu kesimpulan dan gagasan atau saran.
b)      Berdasarkan tujuan
Berdasarkan tujuan dibagi menjadi tiga macam yaitu:
Ø  Penelitian eksploratif
Penelitian ini bertujuan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang telah dirumuskan terlebih dahulu atau memperkembangkan hipnotis untuk penelitian lanjutan.
Dalam penelitian eksploratif, peneliti perlu mencari hubungan gejala-gejala sosial maupun fisik untuk mengetahui bentuk hubungan tersebut. Peneliti perlu memperluas dan mempertajam dasar-dasar empiris mengenai hubungan diantara gejala sosial atau gejala-gejala fisik sehingga ia benar-benar mampu merumuskan hipotesis-hipotesis yang berarti bagi penelitian lanjutan.
Instrumen yang dapat dipakai untuk mengumpulkan data biasanya adalah wawancara, pengamatan (observasi), dan kepustakaan. Data yang berhubungan dengan obyek penelitian dikumpulkan sebanyak mungkin guna mendukung kesimpulan dan menciptakan hipotesis.
Ø  Penelitian uji
Tujuan penelitian ini adalah menguji satu atau beberapa hipotesis yang telah dirumuskan terlebih dahulu. Penelitian ini didasarkan atas suatu naskah penelitian yang mempersoalkan langkah-langkah teknis dan metodis yang akan diambil untuk menguji hipotesis. Sampel yang akan diambil harus benar-benar mewakili populasi.
Dasar yang paling tepat untuk melakukan penelitian uji adalah eksperimen guna mengetahui sebab akibat.
Ø  Penelitian deskriptif
Penelitian ini sama dengan penelitian pada pembahasan penelitian deskriptif di atas.
c)      Berdasarkan bentuk dan metode pelaksanaannya
Dalam hal ini juga dibagi menjadi tiga macam:
Ø  Studi kasus
Studi kasus adalah suatu bentuk penelitian yang intensif, terintegrasi, dan mendalam. Subyek yang diteliti terdiri dari satu unit atau satu kesatuan unit yang dipandang sebagai kasus.
Tujuan studi kasus adalah memperkembangkan pengetahuan yang mendalam mengenai obyek yang diteliti yang berarti bahwa studi ini bersifat sebagai satu penelitian yang eksploratif. Karena sifatnya yang mendalam, studi kasus pada umumnya menghasilkan gambaran yang longitudinal, yakni hasil pengumpulan dan analisis data dalam satu jangka waktu tertentu.
Ø  Survei
Suatu metode penelitian yang bertujuan untuk mengumpulkan sejumlah besar data berupa variabel, unit atau individu dalam waktu yang bersamaan. Data dikumpulkan melalui individu atau sampel fisik tertentu dengan tujuan agar dapat menggeneralisasikan terhadap apa yang diteliti. Variabel yang dikumpulkan dapat bersifat fisik maupun sosial. Bersifat fisik misalnya tanah, geomorfologi, faktor iklim, dan sebagainya, sedangkan yang bersifat sosial dapat berupa kependudukan, agama, mata pencaharian, pendapatan penduduk, dan sebagainya.
Survei dapat dipakai untuk tujuan deskriptif  maupun untuk menguji suatu hipotesis. Disamping itu, survei juga dipakai dalam penelitian penelitian eksploratif yang bertujuan menguji hipotesis atau lebih umum lagi menjelaskan hubungan antara variabel-variabel.
Ø  Eksperimen
Penelitian eksperimen adalah suatu metode penelitian untuk mengadakan kegiatan percobaan guna mendapatkan sesuatu hasil. Hasil tersebut menunjukkan hubungan sebab akibat antara variabel satu dengan variabel lainnya. Tujuan eksperimen adalah untuk mengetahui sebab dan akibat dari obyek yang diteliti.
d)     Berdasarkan bidang yang dipilih
Berdasarkan bidang yang dipilih menjadi dua macam, yaitu:
Ø  Penelitian bidang ilmu eksakta
Peneliti ini dapat berupa penelitian ilmu pengetahuan alam, ilmu kimia, matematika, biologi dan sebagainya.
Ø  Penelitian bidang ilmu sosial
Penelitian ini dapat berupa ilmu sejarah, sosiologi, agama, bahasa, kependudukan, dan sebagainya.
e)      Berdasarkan pemakaiannya
Berdasarkan pemakaiannya menjadi dua macam:
Ø  Penelitian murni
Penelitian ini bersifat menguji ilmu tertentu dengan menggunakan teori tertentu. Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh teori-teori baru dalam bidang ilmu yang diselidiki. Hal tersebut menjadikan penelitian murni disebut juga penelitian dasar.
Ø  Penelitian terpakai/terapan
Tujuan penelitian ini adalah agar hasilnya dapat dipergunakan atau diimplementasikan. Penelitian terapan diselenggarakan dalam rangka mengatasi masalah nyata dalam kehidupan yang perlu diperbaiki.
Untuk itu peneliti berusaha menemukan masalah-masalah atau kelemahan-kelemahan yang menjadi faktor penghambat terhadap subyek yang diteliti, kemudian dicari alternative cara yang paling tepat dan praktis untuk mengatasinya.
f)       Berdasarkan tempatnya
Ada tiga macam jenis penelitian berdasarkan tempatnya sebagai berikut:
Ø  Penelitian laboratorium
Penelitian ini menggunakan alat-alat laboratorium sebagai media penelitian.
Ø  Penelitian kepustakaan
Penelitian ini menggunakan kepustakaan sebagai sumber data penelitian. peneliti berusaha mencari data dari berbagai literature yang berhubungan dengan subyek yang mereka teliti, baik melalui perpustakaan maupun tempat lainnya.
Ø  Penelitian lapangan
Penelitian ini dilakukan di lapangan dalam arti dapat berupa wilayah tertentu (desa, kecamatan, kabupaten dan sebagainya), lembaga/instasi atau organisasi kemasyarakatan, serta obyek-obyek alami seperti penelitian tanah, tanaman, hewan, sungai, topografi dan sebagainya.
2.      Macam-macam penelitian
Apabila dibicarakan mengenai macam-macam penelitian, maka masalah tersebut senantiasa tergantung dari sudut mana seseorang melihatnya. Dilihat dari sudut sifatnya, dikenal adanya penelitian eksploratif atau menjelajahi, penelitian deskriptif, dan penelitian eksplanatoris. Penelitian eksploratif dilakukan apabila pengetahuan tentang suatu gejala yang akan diselidiki masih kurang sekali atau bahkan tidak ada. Kadang-kadang penelitian semacam itu disebut feseability study yang bermaksud memperoleh data awal.[20]
Penelitian deskriptif bertujuan untuk membuat pencandraan (deskripsi) secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai fakta-fakta dan sifat-sifat populasi atau daerah tertentu.[21] Suatu penelitian deskriptif dimaksudkan untuk memberikan data yang seteliti mungkin tentang manusia, keadaan atau gejala-gejala lainnya. Maksudnya adalah terutama untuk mempertegas hipotesa-hipotesa, agar dapat membantu di dalam memperkuat teori-teori lama atau di dalam kerangka menyusun teori-teori baru. Apabila pengetahuan tentang suatu masalah sudah cukup, maka sebaiknya dilakukan penelitian eksplanatoris yang terutama dimaksudkan untuk menguji hipotesa-hipotesa tertentu.[22] Obyek telaahan penelitian eksplanasi (explanatory research) adalah untuk menguji hubungan antar variabel yang dihipotesiskan. Pada jenis penelitian ini, jelas ada hipotesis yang akan diuji kebenarannya.[23]

DAFTAR RUJUKAN

Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, Surabaya: Apollo, 1975.
Faisal, Sanapiah, Format-Format Penelitian Sosial, Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007.
Pabundu Tika, Moh, Metode Penelitian Geografi Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005.
Santoso, Gempur, Metodologi Penelitian, Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005.
Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya, Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003.
Suryabrata, Sumadi, Metodologi Penelitian, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008.
Tanzeh, Ahmad Metode Penelitian Praktis, Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004.
Tanzeh, Ahmad, Pengantar Metode Penelitian, Yogyakarta: Teras, 2009.
                     



[1]Sanapiah Faisal, Format-Format Penelitian Sosial, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007), 1
[2]Daryanto, Kamus Bahasa Indonesia Lengkap, (Surabaya: Apollo, tt), 467
[3]Ahmad Tanzeh, Pengantar Metode Penelitian, (Yogyakarta: Teras, 2009), 2-3
[4]ibid
[5]Ahmad Tanzeh, Metode Penelitian Praktis, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), 6
[6]Sukardi, Metodologi Penelitian Pendidikan, Kompetensi dan Praktiknya, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), 3
[7]Ibid, 4
[8]Ibid
[9]Ibid
[10]Gempur Santoso, Metodologi Penelitian, (Jakarta: Prestasi Pustaka, 2005), 4
[11]Ahmad Tanzeh, Pengantar …, (Yogyakarta: Teras, 2009), 10
[12]Ibid
[13]Ibid
[14]Ibid
[15]Ibid, 12-13
[16]Sukardi, Metodologi …, (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2003), 8-10
[17]Ahmad Tanzeh, Metode …, (Jakarta: PT. Bina Ilmu, 2004), 8
[18]Ibid, 9
[19]Moh. Pabundu Tika, Metode Penelitian Geografi (Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2005), 4-9
[20]Ibid
[21]Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2008), 97
[22]Ibid, 10                                                                                        
[23]Sanapiah Faisal, Format-Format…, (Jakarta: PT. Grafindo Persada, 2007), 21