Minggu, 03 Februari 2013

Aksiologi Pendidikan Islam

AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
By: Aminatul Zahroh
(2841114007)
Pascasarjana STAIN Tulungagung

BAB I
PENDAHULUAN

A.  Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami, menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali dilakukan apa adanya, tanpa perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu pendidikan Islam kurang berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut, Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya, berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist. Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan aksiologi memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi membahas tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun dalam makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.
B.  Rumusan Masalah
1.    Bagaimana pengertian aksiologi?
2.    Bagaimana karakteristik dan tingkatan nilai?
3.    Bagaimana jenis-jenis nilai?
4.    Bagaimana aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis?
5.    Bagaimana aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis?

C.  Tujuan Pembahasan
1.    Untuk mengetahui pengertian aksiologi
2.    Untuk mengetahui karakteristik dan tingkatan nilai
3.    Untuk mengetahui jenis-jenis nilai
4.    Untuk mengetahui aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis
5.    Untuk mengetahui aksiologi ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis
    
BAB II
PEMBAHASAN

A.    Pengertian Aksiologi
Aksiologi : nilai kegunaan ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang filsafat yang mempelajari nilai.[1] Aksiologi dipahami sebagai teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa definisi aksiologi. Menurut John Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu sistem seperti politik, sosial dan agama. Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[2]
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[3] Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.[4] Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran, etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta penerapan ilmu.
Menurut Richard Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui bertalian, atau yang menyummbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman nilai yang senantiasa bertambah.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.[5]
Tetapi dewasa ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong), serta tentang cara dan tujuan (means and ends).[6] Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is good). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam “seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[7]
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dalam Encyclopedia of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation. Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
  1. Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
  2. Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
  3. Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Implikasi aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya dalam kepribadian peserta didik. Memang un­tuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama pendidikan.
Pendidikan harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika, estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga, kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan bahkan sebalik­nya harus mendapat perhatian.

Ajaran Islam merupakan perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara Islami, sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi Pendidikan Islam berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikan Islam. Sedangkan tujuan pendidikan Islam menurut Abuddin Nata adalah untuk mewujudkan manusia yang shaleh, taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akherat.[8] Nilai-nilai tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1.      Mengandung petunjuk Akhlak
2.      Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan hidup manusia dibumi dan kebahagiaan di akherat.
3.      Mengandung usaha keras untuk meraih kehidupan yang baik.
4.      Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia dan akhirat.

B.    Karakteristik dan Tingkatan Nilai
 Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan teroi nilai, yaitu:
1.    Nilai objektif atau subjektif
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2.   Nilai absolute atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas social. Dipihak lain ada yang beranggapan bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki nilai: Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai material). Kaum Realis, Mereka menempatkan niai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam dan aturan berfikir logis. Kaum Pragmatis, Menurut mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat.
C.    Jenis Nilai
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita bedakan menjadi 2 yaitu: 
1. Etika dan Pendidikan
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan. Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai, ilmu kesusilaan yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral pelaksanaannya dalam kehidupan.
Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Filsafat Pendidikan Islam dan Etika Pendidikan, antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian moral. Sangat sulit membayangkan perkembangan iptek tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Untuk itulah kemudian ada rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan sebagai jalan pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif. Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam penyelenggaraan pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual religius menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh sebab itu berdasarkan pada pendekatan etik moral, pendidikan Islam harus berbentuk proses pengarahan perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan peserta didik sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio budaya masing-masing.[9]
2. Estetika dan Pendidikan
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa, pola, bentuk dan sebagainya. Filsafat Pendidikan Islam dan Estetika Pendidikan. Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat seni : Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya tentang pengalaman. Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).
D.  Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai Kegunaan Teoritis
  • Kegunaan bagi ilmu dan teknologi
Hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia.Pemahaman tersebut secara potensial dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan, baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan konsep-konseo baru, yang secara langsung dan tidak langsung bersumber pada konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada.
Rowntree dalam educational technologi in curuculum development antara lain menyatakan: bahwa oleh karena teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan dan perbaikannya. Pada dasarnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan pemecahan masalah pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis dan sistematis tentang belajar dan mengajar.
  • Kegunaan bagi filsafat
Konsep-konsep ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara potensial dapat mengundang berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari kalangan para pengamat pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembanng pendidikan.
E.    Aksiologi Ilmu Pendidikan Sebagai Nilai Kegunaan Praktis
  • Kegunaan bagi praktek pendidikan
Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja konsisten dan efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas terbaca dan kokoh.
  • Kegunaan bagi seni pendidikan
Disamping memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan, penerapan konsep-konsep ilmiah tentang pendidikan dalam praktek, dapat pula memberi peluang pada berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja mencapai hasil yang diharapkan, tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi peserta didikmaupun pendidiknya. Dalam kegiatan sebagai seni, berlangsungnya suatu proses hubungan sosial, melibatkan emosi yang cukup mendalam dan nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang sejenisnya.[10]

BAB III
KESIMPULAN 

1.    Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah keindahan.
2.    Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki nilai: Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai material). Kaum Realis, Mereka menempatkan niai rasional dan empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum alam dan aturan berfikir logis. Kaum Pragmatis, Menurut mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat.
3.    Untuk jenis nilai, aksiologi filsafat di bagi menjadi dua yakni: etika dan pendidikan, serta esretika dan pendidikan.
4.    Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis memiliki kegunaan bagi ilmu dan teknologi dan filsafat antara lain: hasil ilmu pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu gejala kehidupan manusia yang digunakan para ilmuwan pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembanng pendidikan.
5.    Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis memiliki kegunaan bagi Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang sejenisnya.


DAFTAR RUJUKAN
           
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu, diakses Tanggal 17 September 2012.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2003.
Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, diakses Tanggal 17 September 2012.
Mulkhan, Munir, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah, Yogyakarta:  SIPress, 1994.
Nata, Abuddin, Manajemen Pendidikan, Jakata: Kencana, 2008.
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007.
Soemargono, Soejono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1996.
Umy, Aksiologi Ilmu Pendidikan, dalam http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/24/aksiologi-ilmu-pendidikan/, diakses Tanggal 17 September 2012


[1] Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit Alfabeta, 2007), 36
[2] Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu diakses tanggal 17 September 2012
[3] S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 234
[4] Depdiknas, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003), 19
[5] Soejono Soemargono Pengantar Filsafat. (Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1996), 327
[6] S. Suriasumantri, Jujun. Filsafat Ilmu..., 34
[7] Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, di akses tanggal 17 September 2012
[8] Abuddin Nata, Manajemen Pendidikan, (Jakata: Kencana, 2008), 2
[9] A. Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan Islam & Dakwah (Yogyakarta : SIPress, 1994), 256
[10]  Umy, Aksiologi Ilmu Pendidikan, dalam http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/24/aksiologi-ilmu-pendidikan/, diakses Tanggal 17 September 2012