AKSIOLOGI PENDIDIKAN ISLAM
By: Aminatul Zahroh
(2841114007)
Pascasarjana STAIN Tulungagung
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pendidikan Islam merupakan pendidikan yang berlandaskan atas dasar-dasar ajaran
Islam, yakni Al Qur'an dan Hadits sebagai pedoman hidup bagi seluruh umat
Islam. Melalui pendidikan inilah, kita dapat memahami,
menghayati dan mengamalkan ajaran Islam sesuai dengan ketentuan Al-Qur’an dan
As-sunnah. Sehubungan dengan hal tersebut, tingkat pemahaman, penghayatan, dan
pengamalan kita terhadap ajaran Islam sangat tergantung pada tingkat kualitas
pendidikan Islam yang kita terima.
Pendidikan Islam di
Indonesia seringkali berhadapan dengan berbagai problematika. Sebagai sebuah
sistem pendidikan Islam mengandung berbagai komponen antara satu dengan yang
lain saling berkaitan. Akan tetapi, seringkali dilakukan apa adanya, tanpa
perencanaan dan konsep yang matang. Sehingga mutu pendidikan Islam kurang
berjalan sesuai yang diharapkan.
Menyikapi hal tersebut,
Filsafat pendidikan Islam, berupaya mencari kebenaran sedalam-dalamnya,
berfikir holistik, radikal dalam pemecahan problem
filosofis pendidikan Islam, pembentukan teori-teori baru ataupun pembaharuan
dalam pelaksanaan pendidikan Islam yang sesuai dengan tuntutan perkembangan
zaman. Berdasarkan sumber-sumber yang shohih yaitu Al-Qur’an dan hadist.
Kajian Filsafat pendidikan Islam dari segi ontologi, epistemologi, dan
aksiologi memberikan manfaat besar bagi kita sebagai calon pendidik. Ontologi
membahas tentang hakekat pendidikan Islam, Epistemologi membahas sumber-sumber
pendidikan Islam, serta aksiologi mengupas nilai-nilai pendidikan Islam. Adapun
dalam makalah ini membahas tentang aksiologi pendidikan Islam.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana pengertian
aksiologi?
2.
Bagaimana karakteristik
dan tingkatan nilai?
3.
Bagaimana jenis-jenis
nilai?
4.
Bagaimana aksiologi ilmu
pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis?
5.
Bagaimana aksiologi ilmu pendidikan
sebagai nilai kegunaan praktis?
C.
Tujuan Pembahasan
1.
Untuk mengetahui
pengertian aksiologi
2.
Untuk mengetahui
karakteristik dan tingkatan nilai
3.
Untuk mengetahui
jenis-jenis nilai
4.
Untuk mengetahui aksiologi
ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis
5.
Untuk mengetahui aksiologi
ilmu pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Pengertian Aksiologi
Aksiologi : nilai kegunaan
ilmu, penyelidikan tentang prinsip-prinsip nilai. Secara etimologis, istilah aksiologi berasal
dari Bahasa Yunani Kuno, terdiri dari kata “aksios” yang berarti nilai
dan kata “logos” yang berarti teori. Jadi aksiologi merupakan cabang
filsafat yang mempelajari nilai.[1] Aksiologi
dipahami sebagai teori nilai. Berikut ini dijelaskan beberapa
definisi aksiologi. Menurut John
Sinclair, dalam lingkup kajian filsafat nilai merujuk pada pemikiran atau suatu
sistem seperti politik, sosial dan agama.
Sistem mempunyai rancangan bagaimana tatanan, rancangan dan aturan sebagai satu
bentuk pengendalian terhadap satu institusi dapat terwujud.[2]
Menurut Suriasumantri aksiologi adalah teori nilai yang
berkaitan dengan kegunaan dari pengetahuan yang di peroleh.[3]
Menurut Kamus Bahasa Indonesia aksiologi adalah kegunaan ilmu pengetahuan bagi
kehidupan manusia, kajian tentang nilai-nilai khususnya etika.[4]
Menurut Wibisono aksiologi adalah nilai-nilai sebagai tolak ukur kebenaran,
etika dan moral sebagai dasar normative penelitian dan penggalian, serta
penerapan ilmu.
Menurut Richard
Bender : Suatu nilai adalah sebuah pengalaman yang memberikan suatu pemuasan
kebutuhan yang diakui bertalian dengan pemuasan kebutuhan yang diakui
bertalian, atau yang menyummbangkan pada pemuasan yang demikian. Dengan
demikian kehidupan yang bermanfaat ialah pencapaian dan sejumlah pengalaman
nilai yang senantiasa bertambah.
Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang menyelidiki hakekat nilai, pada
umumnya ditinjau dari sudut pandangan kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang pengetahuan yang bersangkutan
dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti epistimologis, etika dan
estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah kebenaran, etika
bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika bersangkutan dengan masalah
keindahan.[5]
Tetapi dewasa
ini, istilah axios (nilai) dan logos (teori) lebih akrab dipakai
dalam dialog filosofis. Jadi, aksiologi bisa disebut sebagai the theory of
value atau teori nilai. Bagian dari filsafat yang menaruh perhatian tentang
baik dan buruk (good and bad), benar dan salah (right and wrong),
serta tentang cara dan tujuan (means and ends).[6] Aksiologi mencoba merumuskan suatu teori yang
konsisten untuk perilaku etis. Ia bertanya seperti apa itu baik (what is
good). Tatkala yang baik teridentifikasi, maka memungkinkan seseorang untuk
berbicara tentang moralitas, yakni memakai kata-kata atau konsep-konsep semacam
“seharusnya” atau “sepatutnya” (ought/should). Demikianlah aksiologi
terdiri dari analisis tentang kepercayaan, keputusan, dan konsep-konsep moral
dalam rangka menciptakan atau menemukan suatu teori nilai.[7]
Menurut Bramel Aksiologi terbagi tiga bagian :
1. Moral conduct, yaitu tindakan moral, Bidang ini melahirkan disiplin khusus yaitu etika.
2. Estetic expression, yaitu ekspresi keindahan, bidang ini melahirkan keindahan
3. Socio-politcal life, yaitu kehidupan sosial politik, yang akan melahirkan filsafat sosial politik.
Dalam Encyclopedia
of Philosophy dijelaskan bahwa aksiologi disamakan dengan value dan valuation.
Ada tiga bentuk value dan valuation, yaitu:
- Nilai, digunakan sebagai kata benda abstrak. Dalam pengertian yang lebih sempit seperti : baik, menarik dan bagus. Sedangkan dalam pengertian yang lebih luas mencakup sebagai tambahan segala bentuk kewajiban, kebenaran dan kesucian. Penggunaan nilai yang lebih luas merupakan kata benda asli untuk seluruh macam kritik atau predikat pro dan kontra, sebagai lawan dari suatu yang lain, dan ia berbeda dengan fakta. Teori nilai atau aksiologi adalah bagian dari etika.
- Nilai sebagai kata benda konkret. Contohnya ketika kita berkata sebuah nilai atau nilai-nilai, ia seringkali dipakai untuk merujuk kepada sesuatu yang bernilai, seperti nilainya, nilai dia, dan sistem nilai dia. Kemudian dipakai untuk apa-apa yang memiliki nilai atau bernilai sebagaimana berlawanan dengan apa-apa yang tidak dianggap baik atau bernilai.
- Nilai juga digunakan sebagai kata kerja dalam ekspresi menilai, memberi nilai dan dinilai. Menilai umumnya sinonim dengan evaluasi ketika hal tersebut secara aktif digunakan untuk menilai perbuatan. Dewey membedakan dua hal tentang menilai, ia bisa berarti menghargai dan mengevaluasi.
Dari
definisi-definisi aksiologi di atas, terlihat dengan jelas bahwa permasalahan
utama adalah mengenai nilai. Nilai yang dimaksud adalah sesuatu yang dimiliki
manusia untuk melakukan berbagai pertimbangan tentang apa yang dinilai. Teori
tentang nilai yang dalam filsafat mengacu pada permasalahan etika dan estetika.
Implikasi
aksiologi dalam dunia pendidikan adalah menguji dan mengintegrasikan nilai
tersebut dalam kehidupan manusia dan membinakannya
dalam kepribadian peserta didik. Memang
untuk menjelaskan apakah yang baik itu, benar, buruk dan jahat bukanlah
sesuatu yang mudah. Apalagi, baik, benar, indah dan buruk, dalam arti mendalam
dimaksudkan untuk membina kepribadian ideal anak, jelas merupakan tugas utama
pendidikan.
Pendidikan
harus memberikan pemahaman/pengertian baik, benar, bagus, buruk dan sejenisnya
kepada peserta didik secara komprehensif dalam arti dilihat dari segi etika,
estetika dan nilai sosial. Dalam masyarakat, nilai-nilai itu terintegrasi dan
saling berinteraksi. Nilai-nilai di dalam rumah tangga/keluarga, tetangga,
kota, negara adalah nilai-nilai yang tak mungkin diabaikan dunia pendidikan
bahkan sebaliknya harus mendapat perhatian.
Ajaran Islam merupakan
perangkat sistem nilai yaitu pedoman hidup secara
Islami, sesuai dengan tuntunan Allah SWT. Aksiologi Pendidikan Islam
berkaitan dengan nilai-nilai, tujuan, dan target yang akan dicapai dalam pendidikan Islam.
Sedangkan tujuan
pendidikan Islam menurut Abuddin
Nata adalah untuk mewujudkan manusia
yang shaleh, taat beribadah dan gemar beramal untuk tujuan akherat.[8]
Nilai-nilai
tersebut harus dimuat dalam kurikulum pendidikan Islam, diantaranya:
1.
Mengandung petunjuk Akhlak
2.
Mengandung upaya meningkatkan kesejahteraan
hidup manusia dibumi dan kebahagiaan di akherat.
3.
Mengandung usaha keras untuk meraih
kehidupan yang baik.
4.
Mengandung nilai yang dapat memadukan antara kepentingan kehidupan dunia
dan akhirat.
B.
Karakteristik dan Tingkatan Nilai
Ada beberapa karakteristik nilai yang berkaitan dengan
teroi nilai, yaitu:
1. Nilai objektif atau
subjektif
Nilai itu objektif jika ia tidak bergantung pada subjek atau kesadaran yang
menilai; sebaliknya nilai itu subjektif jika eksistensinya, maknanya, dan
validitasnya tergantung pada reaksi subjek yang melakukan penilaian, tanpa
mempertimbangkan apakah ini bersifat psikis atau fisik.
2. Nilai absolute atau berubah
Suatu nilai dikatakan absolute atau abadi, apabila nilai yang berlaku
sekarang sudah berlaku sejak masa lampau dan akan berlaku serta abash sepanjang
masa, serta akan berlaku bagi siapapun tanpa memperhatikan ras, maupun kelas
social. Dipihak lain ada yang beranggapan
bahwa semua nilai relative sesuai dengan keinginan atau harapan manusia.
Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan dengan tingkatan/hierarki nilai: Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap
tingkatan nilai, dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non
spiritual (niai material). Kaum Realis, Mereka menempatkan niai rasional dan
empiris pada tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas
objektif, hokum-hukum alam dan aturan berfikir logis. Kaum Pragmatis, Menurut
mereka, suatu aktifitas dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan
kebutuhan yang penting, dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif
terhadap nilai-nilai yang meghargai masyarakat.
C. Jenis Nilai
Aksiologi sebagai cabang filsafat dapat kita
bedakan menjadi 2 yaitu:
1. Etika dan Pendidikan
1. Etika dan Pendidikan
Istilah etika berasal dari kata “ethos” (Yunani) yang berarti adat
kebiasaan. Dalam istilah lain, para ahli yang bergerak dalam bidang etika
menyubutkan dengan moral, berasal dari bahasa Yunani, juga berarti kebiasaan.
Etika merupakan teori tentang nilai, pembahasan secara teoritis tentang nilai,
ilmu kesusilaan yang meuat dasar untuk berbuat susila. Sedangkan moral
pelaksanaannya dalam kehidupan.
Jadi, etika merupakan cabang filsafat yang membicarakan perbuatan manusia. Cara memandangnya dari sudut baik dan tidak
baik, etika merupakan filsafat tentang perilaku manusia. Filsafat Pendidikan
Islam dan Etika Pendidikan, antara ilmu (pendidikan) dan etika memiliki
hubungan erat. Masalah moral tidak bisa dilepaskan dengan tekat manusia untuk menemukan kebenaran, sebab untuk menemukan
kebenaran dan terlebih untuk mempertahankan kebenaran, diperlukan keberanian
moral. Sangat sulit membayangkan perkembangan iptek
tanpa adanya kendali dari nilai-nilai etika agama. Untuk itulah kemudian ada
rumusan pendekatan konseptual yang dapat dipergunakan sebagai jalan
pemecahannya, yakni dengan menggunakan pendekatan etik-moral, dimana setiap
persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan
kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik
serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya
menciptakan suatu kepribadian yang mantap dan dinamis, mandiri dan kreatif.
Tidak hanya pada siswa melainkan pada seluruh komponen yang terlibat dalam
penyelenggaraan pendidikan Islam. Terwujudnya kondisi mental-moral dan spritual
religius menjadi target arah pengembangan sistem pendidikan Islam. Oleh sebab
itu berdasarkan pada pendekatan etik moral, pendidikan Islam harus berbentuk proses pengarahan
perkembangan kehidupan dan keberagamaan pada peserta didik ke arah idealitas
kehidupan Islami, dengan tetap memperhatikan dan memperlakukan peserta didik
sesuai dengan potensi dasar yang dimiliki serta latar belakang sosio budaya masing-masing.[9]
2. Estetika dan Pendidikan
Estetika merupakan nilai-nilai yang berkaitan dengan kreasi seni dengan
pengalaman-pengalaman kita yang berhubungan dengan seni. Hasil-hasil ciptaan
seni didasarkan atas prinsip-prinsip yang dapat dikelompokkan sebagai rekayasa,
pola, bentuk dan sebagainya. Filsafat Pendidikan Islam dan Estetika
Pendidikan. Adapun yang mendasari hubungan antara filsafat pendidikan Islam dan
estetika pendidikan adalah lebih menitik beratkan kepada “predikat” keindahan
yang diberikan pada hasil seni. Dalam dunia pendidikan sebagaimana diungkapkan
oleh Randall dan Buchler mengemukakan ada tiga interpretasi tentang hakikat
seni : Seni sebagai penembusan terhadap realitas, selain pengalaman, Seni sebagai alat kesenangan, Seni sebagai ekspresi yang sebenarnya
tentang pengalaman. Namun, lebih jauh dari itu, maka dalam dunia pendidikan
hendaklah nilai estetika menjadi patokan penting dalam proses pengembagan
pendidikan yakni dengan menggunakan pendekatan estetis-moral, dimana setiap
persoalan pendidikan Islam coba dilihat dari perspektif yang mengikut sertakan
kepentingan masing-masing pihak, baik itu siswa, guru, pemerintah, pendidik
serta masyarakat luas. Ini berarti pendidikan Islam diorientasikan pada upaya
menciptakan suatu kepribadian yang kreatif, berseni (sesuai dengan Islam).
D. Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai Nilai
Kegunaan Teoritis
- Kegunaan bagi ilmu dan teknologi
Hasil ilmu
pendidikan adalah konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan
sebagai salah satu gejala kehidupan manusia.Pemahaman tersebut secara potensial
dapat dipergunakan untuk lebih mengembangkan konsep-konsep ilmiah pendidikan,
baik dalam arti meningkatkan mutu (validitas dan signifikan) konsep-konsep
ilmiah pendidikan yang telah ada, maupun melahirkan atau menciptakan
konsep-konseo baru, yang secara langsung dan tidak langsung bersumber pada
konsep-konsep ilmiah pendidikan yang telah ada.
Rowntree dalam
educational technologi in curuculum development antara lain menyatakan: bahwa
oleh karena teknologi pendidikan adalah seluas pendidikan itu sendiri, maka
teknologi pendidikan berkenaan dengan desain dan evaluasi kurikulum dan
pengalaman-pengalaman belajar, serta masalah-masalah pelaksanaan dan
perbaikannya. Pada dasarnya teknologi pendidikan adalah suatu pendekatan
pemecahan masalah pendidikan secara rasional, suatu cara berpikir skeptis dan
sistematis tentang belajar dan mengajar.
- Kegunaan bagi filsafat
Konsep-konsep
ilmiah yang dihasilkan oleh ilmu pendidikan, secara potensial dapat mengundang
berkembangnya kritik pendidikan, baik yang datang dari kalangan para pengamat
pendidikan pada umumnya, maupun yang datang dari kalangan yang profesional
pendidikan, yang termasuk didalamnya para ilmuwan pendidikan, para filosof
pendidikan serta para pengelola dan pengembanng pendidikan.
E. Aksiologi Ilmu Pendidikan
Sebagai Nilai Kegunaan Praktis
- Kegunaan bagi praktek pendidikan
Pemahaman
tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut serta dalam
menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas profesionalnya.
Hal ini terjadi karena konsep-konsep ilmiah pendidikan menerangkan
prinsip-prinsip bagaimana orang melakukan pendidikan. Penguasaan yang mantap
terhadap konsep-konsep ilmiah pendidikan memberikan pencerahan tentang
bagaimana melakukan tugas-tugas profesional pendidikan. Apabila hal ini
terjadi, maka seorang tenaga pendidikan akan dapat bekerja konsisten dan
efisien, karena dilandasi oleh prinsip-prinsip pendidikan yang jelas terbaca
dan kokoh.
- Kegunaan bagi seni pendidikan
Disamping
memberi kemungkinan berkembangnya teknologi pendidikan, penerapan konsep-konsep
ilmiah tentang pendidikan dalam praktek, dapat pula memberi peluang pada
berkembangnya seni pendidikan. Sebuah kegiatan pendidikan dikatakan sebuah seni
pendidikan apabila kegiatan tersebut tidak saja mencapai hasil yang diharapkan,
tetapi proses pelaksanaanya dapat memberi keasyikan dan kesenangan, baik bagi
peserta didikmaupun pendidiknya. Dalam kegiatan sebagai seni, berlangsungnya
suatu proses hubungan sosial, melibatkan emosi yang cukup mendalam dan
nilai-nilai kemanusiaan. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep
ilmiah pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya
kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang
sejenisnya.[10]
BAB III
KESIMPULAN
1. Aksiologi ialah ilmu pengetahuan yang
menyelidiki hakekat nilai, pada umumnya ditinjau dari sudut pandangan
kefilsafatan. Di Dunia ini terdapat banyak cabang
pengetahuan yang bersangkutan dengan masalah-masalah nilai yang khusus seperti
epistimologis, etika dan estetika. Epistimologi bersangkutan dengan masalah
kebenaran, etika bersangkutan dengan masalah kebaikan, dan estetika
bersangkutan dengan masalah keindahan.
2. Terdapat beberapa pandangan yang berkaitan
dengan tingkatan/hierarki nilai: Kaum Idealis, Mereka berpandangan secara pasti terhadap tingkatan nilai,
dimana nilai spiritual lebih tinggi daripada nilai non spiritual (niai
material). Kaum Realis, Mereka menempatkan niai rasional dan empiris pada
tingkatan atas, sebab membantu manusia menemukan realitas objektif, hokum-hukum
alam dan aturan berfikir logis. Kaum Pragmatis, Menurut mereka, suatu aktifitas
dikatakan baik seperti yang lainnya, apabila memuaskan kebutuhan yang penting,
dan memiliki nilai instrumental. Mereka sangat sensitif terhadap nilai-nilai
yang meghargai masyarakat.
3. Untuk jenis nilai, aksiologi filsafat di bagi menjadi dua yakni: etika dan
pendidikan, serta esretika dan pendidikan.
4. Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai nilai kegunaan teoritis memiliki kegunaan
bagi ilmu dan teknologi dan filsafat antara lain: hasil ilmu pendidikan adalah
konsep-konsep ilmiah tentang aspek dan dimensi pendidikan sebagai salah satu
gejala kehidupan manusia yang digunakan para ilmuwan
pendidikan, para filosof pendidikan serta para pengelola dan pengembanng
pendidikan.
5. Aksiologi Ilmu Pendidikan sebagai nilai kegunaan praktis memiliki kegunaan
bagi Pemahaman tenaga kependidikan secara konprehensif dan sistematis turut
serta dalam menumbuhkan rasa kepercayaan diri dalam melakukan tugas-tugas
profesionalnya. Hal ini mengandung arti bahwa penerapan konsep-konsep ilmiah
pendidikan dalam praktek pendidikan perlu memperhitungkan terpenuhinya
kebutuhan emosional, berupa rasa puas, rasa senang ataupun rasa yang
sejenisnya.
DAFTAR RUJUKAN
Aksiologi Ilmu, dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu, diakses Tanggal 17 September 2012.
Depdiknas, Kamus Besar Bahasa
Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka, 2003.
Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, diakses Tanggal 17 September 2012.
Mulkhan, Munir, Paradigma Intelektual Muslim: Pengantar Filsafat Pendidikan Islam
& Dakwah, Yogyakarta: SIPress, 1994.
Nata, Abuddin,
Manajemen
Pendidikan,
Jakata: Kencana, 2008.
S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah
Pengantar Populer, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996.
Sadulloh, Uyoh, Pengantar Filsafat Pendidikan, Bandung:
Penerbit Alfabeta, 2007.
Soemargono,
Soejono, Pengantar Filsafat, Yogyakarta: Penerbit Tiara Wacana, 1996.
Umy, Aksiologi
Ilmu Pendidikan, dalam http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/24/aksiologi-ilmu-pendidikan/, diakses Tanggal 17 September 2012
[1]
Uyoh Sadulloh, Pengantar Filsafat Pendidikan,(Bandung: Penerbit
Alfabeta, 2007), 36
[2] Aksiologi Ilmu,
dalam http://adikke3ku.wordpress.com/2012/02/110/aksiologi-ilmu
diakses tanggal 17 September 2012
[3] S. Suriasumantri, Jujun, Filsafat Ilmu sebuah Pengantar
Populer, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 1996), 234
[7] Filsafat Pendidikan, dalam http://dedihendriana.wordpress.com/2012/02/10/filsafat-pendidikan, di akses tanggal 17 September 2012
[9] A.
Munir Mulkhan, Paradigma Intelektual Muslim : Pengantar Filsafat Pendidikan
Islam & Dakwah (Yogyakarta : SIPress, 1994), 256
[10] Umy, Aksiologi Ilmu Pendidikan, dalam http://blog.umy.ac.id/suhe08/2011/12/24/aksiologi-ilmu-pendidikan/, diakses Tanggal 17 September 2012