Jumat, 04 April 2014

Penilaian (Assessment)

PENILAIAN (ASSESSMENT)
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
Year: Magister – IAIN Tulungagung 2013
Language: Ind

Penilaian merupakan serangkaian kegiatan untuk memperoleh, menganalisis, dan menafsirkan data tentang proses dan hasil belajar peserta didik yang dilakukan secara sistematis dan berkesinambungan, sehingga menjadi informasi yang bermakna dalam pengambilan keputusan.


Seringkali kita mendefinisikan bahwa antara penilaian (assessment) dengan evaluasi memiliki arti yang sama. Anggapan tersebut merupakan suatu hal yang salah kaprah. Antara penilaian (assessment) dengan evaluasi memiliki arti yang berbeda. Untuk lebih jelasnya, berikut pemaparannya. ...Selamat membaca...

Pengertian penilaian (assessment) berbeda dengan evaluasi. Penilaian menunjuk pada proses memperoleh informasi, sedangkan evaluasi menunjuk pada proses menentukan kualitas kerja.[1] Penilaian (assessment) bertujuan untuk menyediakan informasi yang selanjutnya digunakan untuk keperluan evaluasi.[2]
Pengertian evaluasi adalah suatu proses pemetaan, pemprosesan dan penyediaan informasi yang bermanfaat bagi penilaian alternatif keputusan. Pakar lain menyatakan bahwa evaluasi adalah pengumpulan dan penggunaan informasi untuk membuat keputusan mengenai program pendidikan.[3]
Penilaian (assessment) digunakan dalam konteks yang lebih sempit daripada evaluasi dan biasanya dilaksanakan secara internal. Penilaian (assessment) adalah kegiatan menentukan nilai suatu objek, seperti baik-buruk, efektif tidak efektif, berhasil tidak berhasil, dan semacamnya sesuai dengan kriteria atau tolak ukur yang telah ditentukan sebelumnya.
Dengan demikian penilaian (assessment) dan evaluasi memiliki perbedaan dan persamaan, perbedaan terletak pada fokus kegiatannya yakni penilaian (assessment) lebih memfokuskan pada proses pengumpulan data, sedangkan evaluasi lebih memfokuskan pada pengambilan keputusan. Persamaannya adalah penilaian (assessment) dan evaluasi menjadikan program sebagai sasaran.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penilaian (assessment). Pertama, penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi. Kedua, penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan siswa setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya. Ketiga, sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa. Keempat, hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi siswa yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi siswa yang telah memenuhi kriteria ketuntasan. Kelima, sistem penilaian harus disesuaikan dengan pengalaman belajar yang ditempuh dalam proses pembelajaran. Misalnya, jika pembelajaran menggunakan pendekatan tugas observasi lapangan maka evaluasi harus diberikan baik pada proses (keterampilan proses) misalnya teknik wawancara, maupun produk atau hasil dalam melakukan observasi lapangan yang berupa informasi yang dibutuhkan.

Semoga bermanfaat. Aaamiinn ya robbal alamin.



[1] Nitko A.J., Educational Assessment of Student, (New Jersey: Pearson Education, 2007), 19
[2] Rusli Lutan, Pengukuran dan Evaluasi Penjaskes, (Jakarta: Depdiknas, 2000), 9
[3] Worthen dan Sanders, Educational Evaluation: Theory and Practice, (California: Wadswort Publishing Compan Inc, 1973), 30

Mengajar

MENGAJAR
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
Year: Magister – IAIN Tulungagung 2013
Language: Ind

“Learning is the process by which relatively enduring change in behavior occurs
as a result of controlled and uncontrolled experiences, and also considered
as the acquisition of skills, knowledge, ability and attitude
 which influence the description and diagnose of events and people”.
...Selamat membaca...

Belajar mengajar atau boleh dikatakan sebagai suatu proses pembelajaran. Proses pembelajaran adalah sebuah interaksi yang bernilai normatif yang di dalamnya terdapat kegiatan belajar mengajar. Belajar mengajar adalah suatu proses yang dilakukan dengan sadar dan bertujuan. Tujuan dari belajar adalah proses pendewasaan. Proses belajar mengajar akan berhasil bila hasilnya mampu membawa perubahan dalam pengetahuan, pemahaman, ketrampilan dan nilai-nilai dalam diri siswa. Maka dalam buku lain dikatakan bahwa bila hakikat belajar adalah “perubahan”, maka hakikat mengajar adalah proses “pengaturan” yang dilakukan oleh guru”. Maka dapat dikatakan interaksi belajar mengajar adalah interaksi antara siswa dan guru dalam melakukan perubahan dan pengaturan untuk mencapai tujuan.
Dalam interaksi edukatif unsur guru dan siswa harus aktif, tidak mungkin terjadi proses interaksi edukatif bila hanya satu unsur yang aktif. Aktif dalam arti sikap, mental dan perbuatan. Sehingga semua unsur harus aktif dalam interaksi tersebut, agar dapat memperoleh keberhasilan belajar. Keberhasilan kegiatan belajar ditentukan oleh 2 faktor yang dominan, yaitu faktor pembawaan dan faktor lingkungan.
Dalam melakukan kegiatan pembelajaran, supaya dapat berhasil dengan baik, efektif dan efisien, juga cepat dan tepat, maka seorang guru atau pendidik harus memakai model, metode, strategi serta tahapan dalam melakukan pengajaran. Tanpa memakai hal-hal tersebut, maka keberhasilan mengajar atau kegiatan pembelajaran tidak akan mampu dicapai sepenuhnya. Tahapan mengajar yaitu jenjang dalam melakukan pengajaran yang harus dilalui oleh seorang guru yang meliputi: tahapan pemula (pra instruksional), tahapan pengajaran (instruksional), dan tahapan penilaian (evaluation) dan tindak lanjut.

Tahapan pra instruksional. Tahap pra instruksional adalah tahapan yang ditempuh guru pada saat ia memulai proses belajar mengajar. Beberapa kegiatan yang dilakukan guru pada tahapan ini adalah:
1.    Guru menanyakan kehadiran siswa dan mencatat siapa yang tidak hadir, tidak perlu diabsensi satu per satu, cukup ditanyakan yang tidak hadir saja, dengan alasannya.
2.    Bertanya kepada siswa, sampai dimana pembahasan pelajaran sebelumnya.
3.    Mengajukan pertanyaan kepada siswa tentang bahan pelajaran yang sudah diberikan sebelumnya.
4.    Memberi kesempatan kepada siswa untuk bertanya mengenai bahan pelajaran yang belum dikuasainya dari pengajaran yang telah dilaksanakan sebelumnya.
5.    Mengulang kembali bahan yang lalu secara singkat tapi mencakup semua aspek bahan yang telah dibahas sebelumnya. Tujuan tahapan ini, pada hakekatnya adalah mengungkapkan kembali tanggapan siswa terhadap bahan yang telah diterimanya dan menumbuhkan kondisi belajar dalam hubungannya dengan pelajaran hari ini.

Tahapan instruksional. Tahap ini merupakan tahapan yang inti. Secara umum tahapan ini dapat diidentifikasi dengan beberapa kegiatan sebagai berikut:
1.    Menjelaskan kepada siswa tujuan pembelajaran yang harus dicapai siswa.
2.    Menuliskan pokok materi yang akan dibahas hari itu.
3.    Membahas pokok materi yang telah dituliskan tadi.
4.    Pada setiap pokok materi yang dibahas hendaknya diberikan contoh-contoh konkret.
5.    Penggunaan alat bantu pengajaran untuk memperjelas pembahasa setiap pokok materi sangat diperlukan.
6.    Menyimpulkan hasil pembahasan dari semua pokok materi.
Hal yang harus diperhatikan dalam tahapan instruksional adalah sebaiknya titik tekan kegiatan adalah siswa, sehingga metode dan lain sebagainya dipilih yang menekankan pada keaktifan siswa.

Tahapan evaluasi dan tindak lanjut. Tahapan ketiga dari tahapan pengajaran yaitu tahapan evaluasi dan tindak lanjut. Tujuan tahapan ini adalah untuk mengetahui tingkat keberhasilan dari tahapan kedua. Kegiatan yang dilakukan antara lain:
1.    Mengajukan pertanyaan kepada kelas, atau kepada beberapa siswa mengenai semua pokok materi yang telah dibahas pada tahapan kedua.
2.    Apabila pertanyaan yang diajukan belum dapat dijawab oleh siswa kurang dari 70%, maka guru harus mengulang kembali materi yang belum dikuasai oleh siswa.
3.    Untuk memperkaya pengetahuan siswa, materi yang dibahas, guru dapat memberikan tugas atau pekerjaan rumah yang ada hubungannya dengan topik atau pokok materi yang telah dibahas.
4.    Akhiri pelajaran dengan menjelaskan atau memberitahukan pokok materi yang akan dibahas pada pelajaran berikutnya.
Demikian tahapan pengajaran yang harus dilakukan oleh para guru guna melaksanakan pembelajaran dengan baik.

Semoga bermanfaat. Aaamiinn ya robbal alamin.

Kamis, 03 April 2014

SRL



                                   SELF-REGULATED LEARNING (SRL)
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
Year: Magister – IAIN Tulungagung 2013
Language: Ind

Awalnya Self-regulated learning (SRL) memang terbentuk dari lingkungan rumah
melalui harapan yang diciptakan oleh orang tua terhadap anaknya,
namun kemampuan tersebut akan tumbuh mencapai puncaknya
melalui situasi belajar di sekolah
...Selamat membaca...

Self-regulated learning atau biasa yang dikenal dengan (SRL) merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif siswa yang memiliki kemampuan untuk mempergunakan pemikiran-pemikirannya, perasaan-perasaannya, strateginya dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, masalah inisiatif siswa menjadi sangat penting untuk memulai adanya kemampuan ini. Siswa yang aktif, kreatif, dinamis biasanya akan mempunyai banyak inisiatif untuk melakukan kegiatan, sehingga bisa diperkirakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan SRL cenderung akan menunjukkan tingkah laku yang dinamis dan aktif. Sifat demikian tersebut, apabila siswa memiliki tujuan yang ingin dicapainya, maka pikiran, perasaan, strategi, dan tingkah lakunya diusahakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Demikian pula dalam belajar, seorang siswa yang sudah tahu pasti tujuan dari kegiatan belajarnya akan mengerahkan segala pemikiran, perasaan, penerapan strategi, dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Maka, betapa efektifnya belajar jika seorang siswa memiliki keterampilan SRL ini. Pikiran, perasaan, strategi dan tingkah laku yang sudah terarah pada tujuan pembelajaran merupakan suatu modal yang paling penting untuk terjadinya proses belajar siswa. Dengan adanya hal tersebut akan membuat siswa menjadi termotivasi untuk belajar.
Pada dasarnya self-regulated learning (SRL) ini sangat berhubungan dengan motivasi yang ada dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh kuat lemahnya motivasi di dalam dirinya. Lebih jauh dijelaskan self-regulated learning merupakan proses pengembangan kemampuan, keterampilan dan sikap individu dalam memotivasi diri sendiri demi mencapai tujuan. Ada 3 komponen motivasi yang dapat dikaitkan dengan self-regulated learning (SRL) yaitu: Pertama, Komponen harapan (expectancy). Komponen ini mencoba melihat seberapa besar kepercayaan yang dimiliki individu bahwa ia memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan bertanggung jawab atas unjuk kerja mereka sendiri. Secara umum komponen ini menjawab pertanyaan Apakah saya mampu menyelesaikan tugas ini?. Individu yang memiliki kepercayaan bahwa mereka mampu juga memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan lebih bertahan dalam mengerjakan tugas.
Kedua, Komponen nilai (value). Komponen ini melibatkan tujuan yang ingin dicapai dan kepercayaan individu mengenai seberapa penting dan menarik tugas yang mereka hadapi. Dengan kata lain, komponen ini mencoba melihat alasan yang digunakan individu dalam menyelesaikan tugas atau untuk menjawab pertanyaan Mengapa saya menyelesaikan tugas ini?. Dari penelitian terlihat bahwa individu yang memilliki orientasi motivasi ini akan secara aktif menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan lebih bertahan dalam mengerjakan tugas.
Ketiga, Komponen motivasional. Komponen ini melihat dari sisi afeksi dan reaksi emosional individu terhadap tugas. Pertanyaan yang timbul adalah Bagaimana perasaan saya mengenai tugas ini. Penelitian menunjukkan bahwa berkaitan dengan belajar maka emosi yang paling penting adalah bagaimana kecemasan yang timbul dalam menghadapi ujian-ujian.
Untuk mengembangkan self-regulated learning (SRL) diperlukan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran tersebut akan mencerminkan metode belajar yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar tertentu. Dalam hal ini penerapan experiential learning untuk mengembangkan SRL sangat diperlukan. Komponen experiential learning mencakup aspek kognitif, afektif, dan perilaku atau tindakan yang dilakukan siswa. Model pembelajaran experiential learning awalnya dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal tahun 1980an yang menekankan pada model pembelajaran utuh (holistik) dalam proses belajar. Pada Model pembelajaran experiential learning unsur pengalaman memiliki peran penting. Unsur experiential” merupakan faktor yang membedakan dengan berbagai pendekatan belajar lainnya. Experiential learning mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi dari sebuah pengalaman yang didapat oleh siswa.
Model belajar eksperiensial merupakan proses belajar yang utuh (holistic) dari aspek thinking (kognitif), feeling (afektif), dan doing (konatif). Proses belajar pada model experiential ini melibatkan dua dimensi yaitu: dimensi umum dari aktivitas belajar dan dimensi cognitive growth. Yaitu antara dimensi abstrak dan nyata, serta antara dimensi aktif dan reflektif. Dalam hai ini proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

Semoga tulisan ini bermanfaat, Aamiin.