KURIKULUM MUATAN LOKAL
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
State Islamic College Of Tulungagung
A. HAKIKAT
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Pernyataan dari Kemendikbud sebagaimana dikutip oleh
E.Mulyasa adalah bahwa Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan
pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan
sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.[1] Menurut Abdulloh Idi Muatan lokal adalah
program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan
lingkungan alam, lingkungan social, serta lingkungan budaya dan kebutuhna
daerah, sedang anak didik di daerah itu wajib mempelajarinya.[2] Dengan demikian kita harus benar-benar
memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah
tersebut dalam proses perencaaan kurikulum.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler uantuk
mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah masing-masing. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh
satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Mata
pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan kurikulum tingkat
satuan pendidikan yang sifatnya desentralisasi, sebagai upaya agar
penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya
terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Mata pelajaran muatan lokal adalah mata
pelajaran yang bisa berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata
pelajaran yang telah ada.[3] Sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan
lokal mempunyai alokasi waktu tersendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata
pelajaran, muatan lokal bisa sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada
dengan cara mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran yang relevan. Oleh
karena itu, muatan lokal bisa mempunyai alokasi waktu tersendiri dan bisa juga
tidak.
Pelaksanaan muatan lokal dimaksudkan untuk
mempertahanakan kelestarian kebudayaan daerah, usaha pembaruan serta untuk
mengembangkan sumber daya manusia yang ada di daerah itu sehingga dapat
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah. Lebih lanjut
dikemukakan, bahwa secara khusus pengajaran muatan lokal bertujuan agar peserta
didik: Pertama,
mengenal dan menjadi lebih akrab
dengan lingkungan alam, social, dan budayanya. Kedua, memiliki
bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang
berguna bagi diri sendiri maupun lingkungan masyarakat pada umumnya. Ketiga, memiliki
sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai / aturan-aturan yang berlaku
di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya
setempat dalam rangka menunjang pembangunaan nasional.[4] Dengan
demikian kurikulum muatan lokal pada hakekatnya bertujuan untuk menjembatani
kesenjangan antara peserta didik dengan lingkungannya.
B. KEDUDUKAN
KURIKULUM MUATAN LOKAL
Kurikulum muatan
lokal merupakan upaya penyelenggaraan pendidikan yang mana isinya disesuaikan
dengan keadaan, potensi dan kebutuhan daerah setempat. Hal ini sejalan dengan
upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Mengacu pada struktur kurikulum dan standar isi, alokasi waktu untuk
mata pelajaran muatan lokal di setiap jenjang pendidikan hamper sama yaitu 2
jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang. Jenjang
Pendidikan Dasar (SD/MI/SDLB) masing-masing 2 jam pelajaran perminggu (1 jam
pelajaran = 35 menit). Untuk SMP/MTs/SMPLB masing-masing 2 jam pelajaran
perminggu (1 jam pelajaran = 40 menit). Jenjang Pendidikan Menengah
(SMA/MA/SMALB/SMK/MAK) masing-masing 2 jam pelajaran perminggu (1 jam
pelajaran= 45menit).[5]
Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa muatan lokal
untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan mata pelajaran yang wajib
diberikan kepada peserta didik di setiap tingkat kelas. Adapun
mengenai sisi dan pengembangannya merupakan kewenangan satuan pendidikan dan
daerah masing-masing. Muatan
lokal yang disajikan dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing, kesenian
daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat-istiadat (termasuk tata krama
dan budi pekerti), dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar,
serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.
C. PROSEDUR
PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Menurut Prof.
Dr. Suharsimi Arikunto untuk memilih dan menentukan jenis-jenis mata pelajaran
muatan lokal sebaiknya mempertimbangkan minat siswa, tenaga pengajar, sarana
pendukung, dunia kerja, dan juga tokoh masyarakat.[6]
Adapun dalam pengembangannya secara umum perlu mempertimbangkan:[7]
1. Tujuan
(untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi daerah,
termasuk keunggulan daerah)
2.
Substansi
muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan
3.
Substansi
yang akan dikembangkan (materinya tidak cocok jika digabungkan dengan mata
pelajaran lain sehingga harus dikembangkan menjadi mata pelajaran sendiri)
4.
Merupakan
mata pelajaran wajib yang tercantum dalam struktur kurikulum
5. Bentuk
penilaiannya kuantitatif
6. Setiap
sekolah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu jenis dalam tiap semester.
7. Substansi
dapat berupa program keterampilan produk dan jasa, seperti: Bidang Budi daya:
tanaman hias, tanaman obat, sayur dll; Bidang Pengolahan: pembuatan abon,
kerupuk, ikan asin, bakso dll; Bidang TIK: web desain, guide, akuntansi
computer, kewirausahaan dll
8. Sekolah
harus menyusun SK, KD, dan silabus untuk masing-masing mulok yang
diselenggarakan sekolah
9. Pembelajarannya
dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran atau tenaga ahli dari luar sekolah
yang relevan dengan substansi mulok.
Memang
jika kita cermati pemberlakuan kurikulum membawa implikasi bagi sekolah dalam
melaksanakan KBM disejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran
sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing
pelajaran. Sedangkan untuk mata pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan
kurikuler yang harus diajarkan di kelas belum mempunyai Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar. Hal tersebut membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan mata pelajaran
Muatan Lokal. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata
pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus dipersiapkan
berbagai hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran tersebut. Dalam hal ini ada dua pola pengembangan mata
pelajaran Muatan Lokal yaitu:
1. Apabila
mata pelajaran muatan lokal yang ada di sekolah masih layak dan relevan untuk
diterapkan di sekolah, maka muatan lokal yang sudah ada itu yang dipakai yang
kemudian disusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya.
2. Bila mata pelajaran Muatan Lokal yang ada
tidak layak lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan mata pelajaran
Muatan Lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan mata pelajaran Muatan
Lokal yang ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih
sesuai.
Proses
pengembangan muatan lokal melalui beberapa tahap yang ditangani oleh warga
sekolah dan komite sekolah. Penanganan secara professional muatan lokal
merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu pihak sekolah dan kepala sekolah.[8]
Jika pihak
tersebut merasa kurang mampu, maka bisa
bekerja sama dengan unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum
(TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi
dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda,
Dinas Departemen lain yang terkait, dunia usaha/industri, dan tokoh masyarakat.
Adapun peran dan
tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi
keadaan dan kebutuhan daerah masing-rnasing;
2.
Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan
lokal;
3.
Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
4.
Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang
akan dilaksanakan;
5.
Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat
kurikulum muatan lokal lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada
Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP
Sedangkan peran Perguruan Tinggi dan LPMP
antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam:
1.
Mengidentifikasi
dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan lingkungan ke dalam komposisi
jenis muatan lokal;
2.
Menentukan
lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;
3.
Menentukan
metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan
jenis bahan kajian/pelajaran
Kalau peran
instansi / lembaga di luar kemendiknas secara umum adalah:
1. Memberikan
informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya,
kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan,
serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan
sumber daya manusia yang dibutuhkan[9];
2. Memberikan
gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada
sektor-sektor tertentu;
3. Memberikan
sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan
lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
Adapun tahapan-tahapan yang digunakan dalam proses pengembangan muatan
lokal sebagai berikut:
1. Mengidentifikasi
keadaan dan kebutuhan daerah
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan
mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut
dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan
seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia
usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau
dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi,
budaya, dan kekayaan alam.[10] Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain
dari:
a.
Rencana
pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik
pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan
berkelanjutan (sustainable development);
b.
Pengembangan
ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan
keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
c. Aspirasi
masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta
konservasi alam dan pemberdayaannya
2. Menentukan fungsi dan susunan atau
komposisi muatan lokal
Berdasarkan
kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis
kebutuhan. Berbagai jenis
kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain
untuk:
a. Melestarikan dan
mengembangkan kebudayaan daerah;
b. Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan
tertentu;
c. Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
d. Meningkatkan
penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;
3. Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini
pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang
dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan
sekolah[11]. Penentuan bahan kajian muatan lokal
didasarkan pada kriteria berikut:
a.
Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta
didik;
b.
Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang
diperlukan;
c. Tersedianya sarana dan prasarana
d.
Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur
bangsa
e.
Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
f. Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di
sekolah;
g. Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri
sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
4. Menentukan
Mata Pelajaran Muatan Lokal
Berdasarkan penentuan bahan kajian
tersebut, Kegiatan pembelajaran ini pada
dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal
pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka
memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan
masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan
mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan
ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan
dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk
keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata
pelajaran yang ada.
Serangkaian
kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah
kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata
pelajaran muatan lokal. Substansi
muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.[12]
5. Mengembangkan Standar Kompetensi dan
Kompetensi Dasar serta Silabus dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan
BSNP.
a.
Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar
adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat
dilaksanakan di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar
kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1) Pengembangan Standar Kompetensi
Yaitu dengan menentukan kompetensi yang
didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
2) Pengembangan Kompetensi Dasar
Yaitu menentukan
kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan
guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.
b. Pengembangan
silabus secara umum mencakup:
1) Mengembangkan indicator
2) Mengidentifikasi materi pembelajaran
3) Mengembangkan kegiatan pembelajaran
4) Pengalokasian waktu
5) Pengembangan penilaian
6) Menentukan Sumber Belajar
Setelah silabus dibuat, maka
diimplementasikan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan
komponen: a). Tujuan pembelajaran, b).
Indikator, c). Materi Ajar/Pembelajaran, d). Kegiatan Pembelajaran, e) Metode
Pengajaran, f). Sumber Belajar. Setelah
proses penentuan mata pelajaran muatan lokal beserta penetuan SK, KD dan
silabusnya sudah berhasil dilaksanakan maka tindakan selanjutnya adalah
pengimplementasian. Untuk mengetahui seberapa tingkat keberhasilan dari
implementasi tersebut dibutuhkan adanya penilain (evaluasi) dengan
memperthatikan hal-hal berikut ini:
a. Penilaian
diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b. Penilaian
menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta
didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi
seseorang terhadap kelompoknya.
c. Sistem yang
direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam
arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan
kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui
kesulitan siswa.
d. Hasil penilaian
dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan
proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang
pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan
bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.
D. HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMBELAJARAN MUATAN
LOKAL
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran
muatan lokal adalah:[13]
1.
Pengorganisasian
Bahan
a.
Bahan atau
materi disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik perkembangan
pengetahuan, cara berpikir, maupun perkembangan social emosionalnya.
b.
Memperhatikan kedekatan dengan peserta didik, baik
secara fisik maupun psikis
c.
Memilih yang ada manfaat dan maknanya bagi peserta
didik dalam kehidupan sehari-hari.
d.
Bersifat fleksibel bagi guru dalam memilih metode dan media pembelajaran
e.
Mengacu pada
kompetensi dasar yang jelas
2.
Pengelolaan
Guru
a.
Memperhatikan relevansi antara latar belakang
pendidikan dengan pelajaran yang diajarkannya
b.
Diusahakan pernah mengikuti penataran, pelatihan
atau kursus muatan lokal
3.
Pengelolaan
Sarana Prasarana
a.
Memanfaatkan
sumber daya yang terdapat di lingkungan sekolah secara optimal
b.
Diupayakan
dapat dipenuhi oleh instansi terkait
4. Kerja
sama antar instansi, baik berupa:
a. Pendanaan
b. Penyediaan
narasumber dan tenaga ahli
c. Penyediaan
tempat kegiatan belajar dan hal-hal yang menunjang keberhasilan pembelajaran
muatan lokal.
SEMOGA BERMANFAAT
[1] E.Mulyasa. Kurikulum Tingkat
Satuan Pendidikan. (Bandung:
Remaja Rosdakarya, 2007), 273
[2] Abduloh Idi. Pengembangan
Kurikulum Teori dan Praktik. (Yogyakarta:
Ar-Ruzz, 2007), 260
[3] Ibid, 265
[6] Suharsimi Arikunto dan Lia
Yuliana. Manajemen Pendidikan.(Yogyakarta:
Aditya Media, 2008), 156
[7] Masnur Muslich. KTSP Dasar
Pemahaman dan Pengembangan. (Bumi Aksara,2008), 18
[8]
Abdulloh Idi, Pengembangan Kurikulum…269
[9] Syaifudin Nurdin, Guru
Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Ciputsat Pers, 2002), 64.
[10] Nana Sujana, Pembinaan
dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo,
1996),177.