Selasa, 16 September 2014

KURIKULUM MUATAN LOKAL



KURIKULUM MUATAN LOKAL

Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
State Islamic College Of Tulungagung

A.  HAKIKAT PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Pernyataan dari Kemendikbud sebagaimana dikutip oleh E.Mulyasa adalah bahwa Kurikulum muatan lokal adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai isi dan bahan pelajaran yang ditetapkan oleh daerah sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan belajar-mengajar.[1] Menurut Abdulloh Idi Muatan lokal adalah program pendidikan yang isi dan media penyampaiannya dikaitkan dengan lingkungan alam, lingkungan social, serta lingkungan budaya dan kebutuhna daerah, sedang anak didik di daerah itu wajib mempelajarinya.[2] Dengan demikian kita harus benar-benar memperhatikan karakteristik lingkungan daerah dan juga kebutuhan daerah tersebut dalam proses perencaaan kurikulum.
Muatan lokal merupakan kegiatan kurikuler uantuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah masing-masing. Substansi mata pelajaran muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan, tidak terbatas pada mata pelajaran keterampilan. Mata pelajaran muatan lokal merupakan bentuk penyelenggaraan kurikulum tingkat satuan pendidikan yang sifatnya desentralisasi, sebagai upaya agar penyelenggaraan pendidikan di masing-masing daerah lebih meningkat relevansinya terhadap keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan.  Mata pelajaran muatan lokal adalah mata pelajaran yang bisa berdiri sendiri atau menjadi bahan kajian suatu mata pelajaran yang telah ada.[3] Sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, muatan lokal mempunyai alokasi waktu tersendiri. Tetapi, sebagai bahan kajian mata pelajaran, muatan lokal bisa sebagai tambahan bahan kajian yang telah ada dengan cara mengintegrasikannya ke dalam mata pelajaran yang relevan. Oleh karena itu, muatan lokal bisa mempunyai alokasi waktu tersendiri dan bisa juga tidak. 
Pelaksanaan muatan lokal dimaksudkan untuk mempertahanakan kelestarian kebudayaan daerah, usaha pembaruan serta untuk mengembangkan sumber daya manusia yang ada di daerah itu sehingga dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan daerah. Lebih lanjut dikemukakan, bahwa secara khusus pengajaran muatan lokal bertujuan agar peserta didik: Pertama, mengenal dan menjadi lebih akrab dengan lingkungan alam, social, dan budayanya. Kedua, memiliki bekal kemampuan dan keterampilan serta pengetahuan mengenai daerahnya yang berguna bagi diri sendiri maupun lingkungan masyarakat pada umumnya. Ketiga, memiliki sikap dan perilaku yang selaras dengan nilai-nilai / aturan-aturan yang berlaku di daerahnya, serta melestarikan dan mengembangkan nilai-nilai luhur budaya setempat dalam rangka menunjang pembangunaan nasional.[4] Dengan demikian kurikulum muatan lokal pada hakekatnya bertujuan untuk menjembatani kesenjangan antara peserta didik dengan lingkungannya.

B.  KEDUDUKAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Kurikulum muatan lokal merupakan upaya penyelenggaraan pendidikan yang mana isinya disesuaikan dengan keadaan, potensi dan kebutuhan daerah setempat. Hal ini sejalan dengan upaya peningkatan mutu pendidikan nasional. Mengacu pada struktur kurikulum dan standar isi, alokasi waktu untuk mata pelajaran muatan lokal di setiap jenjang pendidikan hamper sama yaitu 2 jam pelajaran, hanya berbeda waktunya untuk masing-masing jenjang. Jenjang Pendidikan Dasar (SD/MI/SDLB) masing-masing 2 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran = 35 menit). Untuk SMP/MTs/SMPLB masing-masing 2 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran = 40 menit). Jenjang Pendidikan Menengah (SMA/MA/SMALB/SMK/MAK) masing-masing 2 jam pelajaran perminggu (1 jam pelajaran= 45menit).[5]
Dari sini dapat kita tarik kesimpulan bahwa muatan lokal untuk jenjang pendidikan dasar dan menengah merupakan mata pelajaran yang wajib diberikan kepada peserta didik di setiap tingkat kelas. Adapun mengenai sisi dan pengembangannya merupakan kewenangan satuan pendidikan dan daerah masing-masing. Muatan lokal yang disajikan dapat berupa: bahasa daerah, bahasa asing, kesenian daerah, keterampilan dan kerajinan daerah, adat-istiadat (termasuk tata krama dan budi pekerti), dan pengetahuan tentang karakteristik lingkungan sekitar, serta hal-hal yang dianggap perlu oleh daerah yang bersangkutan.

C.  PROSEDUR PENGEMBANGAN KURIKULUM MUATAN LOKAL
Menurut Prof. Dr. Suharsimi Arikunto untuk memilih dan menentukan jenis-jenis mata pelajaran muatan lokal sebaiknya mempertimbangkan minat siswa, tenaga pengajar, sarana pendukung, dunia kerja, dan juga tokoh masyarakat.[6] Adapun dalam pengembangannya secara umum perlu mempertimbangkan:[7]
1.    Tujuan (untuk mengembangkan kompetensi sesuai dengan ciri khas dan potensi daerah, termasuk keunggulan daerah)
2.    Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan
3.    Substansi yang akan dikembangkan (materinya tidak cocok jika digabungkan dengan mata pelajaran lain sehingga harus dikembangkan menjadi mata pelajaran sendiri)
4.    Merupakan mata pelajaran wajib yang tercantum dalam struktur kurikulum
5.    Bentuk penilaiannya kuantitatif
6.    Setiap sekolah dapat melaksanakan mulok lebih dari satu jenis dalam tiap semester.
7.    Substansi dapat berupa program keterampilan produk dan jasa, seperti: Bidang Budi daya: tanaman hias, tanaman obat, sayur dll; Bidang Pengolahan: pembuatan abon, kerupuk, ikan asin, bakso dll; Bidang TIK: web desain, guide, akuntansi computer, kewirausahaan dll
8.    Sekolah harus menyusun SK, KD, dan silabus untuk masing-masing mulok yang diselenggarakan sekolah
9.    Pembelajarannya dapat dilakukan oleh guru mata pelajaran atau tenaga ahli dari luar sekolah yang relevan dengan substansi mulok.
Memang jika kita cermati pemberlakuan kurikulum membawa implikasi bagi sekolah dalam melaksanakan KBM disejumlah mata pelajaran, dimana hampir semua mata pelajaran sudah memiliki Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk masing-masing pelajaran. Sedangkan untuk mata pelajaran Muatan Lokal yang merupakan kegiatan kurikuler yang harus diajarkan di kelas belum mempunyai Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar. Hal tersebut membuat kendala bagi sekolah untuk menerapkan mata pelajaran Muatan Lokal. Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar untuk mata pelajaran Muatan Lokal bukanlah pekerjaan yang mudah, karena harus dipersiapkan berbagai hal untuk dapat mengembangkan mata pelajaran tersebut. Dalam hal ini ada dua pola pengembangan mata pelajaran Muatan Lokal yaitu:
1.    Apabila mata pelajaran muatan lokal yang ada di sekolah masih layak dan relevan untuk diterapkan di sekolah, maka muatan lokal yang sudah ada itu yang dipakai yang kemudian disusun Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasarnya.
2.    Bila mata pelajaran Muatan Lokal yang ada tidak layak lagi untuk diterapkan, maka sekolah bisa menggunakan mata pelajaran Muatan Lokal dari sekolah lain atau tetap menggunakan mata pelajaran Muatan Lokal yang ditawarkan oleh Dinas atau mengembangkan muatan lokal yang lebih sesuai.
Proses pengembangan muatan lokal melalui beberapa tahap yang ditangani oleh warga sekolah dan komite sekolah. Penanganan secara professional muatan lokal merupakan tanggung jawab pemangku kepentingan (stakeholder) yaitu pihak sekolah dan kepala sekolah.[8] Jika pihak tersebut merasa  kurang mampu, maka bisa bekerja sama dengan unsur-unsur Depdiknas seperti Tim Pengembang Kurikulum (TPK) di daerah, Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP), Perguruan Tinggi dan instansi/lembaga di luar Depdiknas, misalnya pemerintah Daerah/Bapeda, Dinas Departemen lain yang terkait, dunia usaha/industri, dan tokoh masyarakat.
Adapun peran dan tanggung jawab TPK secara umum adalah sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah masing-rnasing;
2.    Menentukan komposisi atau susunan jenis muatan lokal;
3.    Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal sesuai dengan keadaan dan kebutuhan daerah masing-masing;
4.    Menentukan prioritas bahan kajian muatan lokal yang akan dilaksanakan;
5.    Mengembangkan silabus muatan lokal dan perangkat kurikulum muatan lokal lainnya, yang dilakukan bersama sekolah, mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan oleh BSNP
Sedangkan peran Perguruan Tinggi dan LPMP antara lain memberikan bimbingan dan bantuan teknis dalam:
1.    Mengidentifikasi dan menjabarkan keadaan, potensi, dan kebutuhan lingkungan ke dalam komposisi jenis muatan lokal;
2.    Menentukan lingkup masing-masing bahan kajian/pelajaran;
3.    Menentukan metode pengajaran yang sesuai dengan tingkat perkembangan peserta didik dan jenis bahan kajian/pelajaran
Kalau peran instansi / lembaga di luar kemendiknas secara umum adalah:
1.    Memberikan informasi mengenai potensi daerah yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, kekayaan alam, dan sumber daya manusia yang ada di daerah yang bersangkutan, serta prioritas pembangunan daerah di berbagai sektor yang dikaitkan dengan sumber daya manusia yang dibutuhkan[9];
2.    Memberikan gambaran mengenai kemampuan-kemampuan dan keterampilan yang diperlukan pada sektor-sektor tertentu;
3.    Memberikan sumbangan pemikiran, pertimbangan, dan tenaga dalam menentukan prioritas muatan lokal sesuai dengan nilai-nilai dan norma setempat.
Adapun tahapan-tahapan yang digunakan dalam proses pengembangan muatan lokal sebagai berikut:
1.    Mengidentifikasi keadaan dan kebutuhan daerah
Kegiatan ini dilakukan untuk menelaah dan mendata berbagai keadaan dan kebutuhan daerah yang bersangkutan. Data tersebut dapat diperoleh dari berbagai pihak yang terkait di daerah yang bersangkutan seperti Pemda/Bappeda, Instansi vertikal terkait, Perguruan Tinggi, dan dunia usaha/industri. Keadaan daerah seperti telah disebutkan di atas dapat ditinjau dari potensi daerah yang bersangkutan yang meliputi aspek sosial, ekonomi, budaya, dan kekayaan alam.[10] Kebutuhan daerah dapat diketahui antara lain dari:
a.    Rencana pembangunan daerah bersangkutan termasuk prioritas pembangunan daerah, baik pembangunan jangka pendek, pembangunan jangka panjang, maupun pembangunan berkelanjutan (sustainable development);
b.    Pengembangan ketenagakerjaan termasuk jenis kemampuan-kemampuan dan keterampilan-keterampilan yang diperlukan;
c.    Aspirasi masyarakat mengenai pelestarian alam dan pengembangan daerahnya, serta konservasi alam dan pemberdayaannya
2.    Menentukan fungsi dan susunan atau komposisi muatan lokal
Berdasarkan kajian dari beberapa sumber seperti di atas dapat diperoleh berbagai jenis kebutuhan. Berbagai jenis kebutuhan ini dapat mencerminkan fungsi muatan lokal di daerah, antara lain untuk:
a.    Melestarikan dan mengembangkan kebudayaan daerah;
b.    Meningkatkan keterampilan di bidang pekerjaan tertentu;
c.    Meningkatkan kemampuan berwiraswasta;
d.   Meningkatkan penguasaan bahasa Inggris untuk keperluan sehari-hari;
3.    Mengidentifikasi bahan kajian muatan lokal
Kegiatan ini pada dasarnya untuk mendata dan mengkaji berbagai kemungkinan muatan lokal yang dapat diangkat sebagai bahan kajian sesuai dengan dengan keadaan dan kebutuhan sekolah[11]. Penentuan bahan kajian muatan lokal didasarkan pada kriteria berikut:
a.    Kesesuaian dengan tingkat perkembangan peserta didik;
b.    Kemampuan guru dan ketersediaan tenaga pendidik yang diperlukan;
c.    Tersedianya sarana dan prasarana
d.   Tidak bertentangan dengan agama dan nilai luhur bangsa
e.    Tidak menimbulkan kerawanan sosial dan keamanan
f.     Kelayakan berkaitan dengan pelaksanaan di sekolah;
g.    Lain-lain yang dapat dikembangkan sendiri sesuai dengan kondisi dan situasi daerah.
4.    Menentukan Mata Pelajaran Muatan Lokal
Berdasarkan penentuan bahan kajian tersebut,  Kegiatan pembelajaran ini pada dasarnya dirancang agar bahan kajian muatan lokal dapat memberikan bekal pengetahuan, keterampilan dan perilaku kepada peserta didik agar mereka memiliki wawasan yang mantap tentang keadaan lingkungan dan kebutuhan masyarakat sesuai dengan nilai-nilai/aturan yang berlaku di daerahnya dan mendukung kelangsungan pembangunan daerah serta pembangunan nasional. Kegiatan ini berupa kegiatan kurikuler untuk mengembangkan kompetensi yang disesuaikan dengan ciri khas, potensi daerah, dan prospek pengembangan daerah termasuk keunggulan daerah, yang materinya tidak dapat dikelompokkan ke dalam mata pelajaran yang ada.
Serangkaian kegiatan pembelajaran yang sudah ditentukan oleh sekolah dan komite sekolah kemudian ditetapkan oleh sekolah dan komite sekolah untuk dijadikan nama mata pelajaran muatan lokal. Substansi muatan lokal ditentukan oleh satuan pendidikan.[12]
5.    Mengembangkan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar serta Silabus dengan mengacu pada Standar Isi yang ditetapkan BSNP.
a.    Pengembangan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar adalah langkah awal dalam membuat mata pelajaran muatan lokal agar dapat dilaksanakan di sekolah. Adapun langkah-langkah dalam mengembangkan standar kompetensi dan kompetensi dasar adalah sebagai berikut:
1)   Pengembangan Standar Kompetensi
Yaitu dengan menentukan kompetensi yang didasarkan pada materi sebagai basis pengetahuan.
2)   Pengembangan Kompetensi Dasar
Yaitu menentukan kompetensi yang harus dikuasai siswa. Penentuan ini dilakukan dengan melibatkan guru, ahli bidang kajian, ahli dari instansi lain yang sesuai.
b.    Pengembangan silabus secara umum mencakup:
                           1)     Mengembangkan indicator
                           2)     Mengidentifikasi materi pembelajaran
                           3)     Mengembangkan kegiatan pembelajaran
                           4)     Pengalokasian waktu
                           5)     Pengembangan penilaian
                           6)     Menentukan Sumber Belajar
Setelah silabus dibuat, maka diimplementasikan dalam rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP) dengan komponen:  a). Tujuan pembelajaran, b). Indikator, c). Materi Ajar/Pembelajaran, d). Kegiatan Pembelajaran, e) Metode Pengajaran, f). Sumber Belajar. Setelah proses penentuan mata pelajaran muatan lokal beserta penetuan SK, KD dan silabusnya sudah berhasil dilaksanakan maka tindakan selanjutnya adalah pengimplementasian. Untuk mengetahui seberapa tingkat keberhasilan dari implementasi tersebut dibutuhkan adanya penilain (evaluasi) dengan memperthatikan hal-hal berikut ini: 
a.    Penilaian diarahkan untuk mengukur pencapaian kompetensi.
b.    Penilaian menggunakan acuan kriteria; yaitu berdasarkan apa yang bisa dilakukan peserta didik setelah mengikuti proses pembelajaran, dan bukan untuk menentukan posisi seseorang terhadap kelompoknya.
c.    Sistem yang direncanakan adalah sistem penilaian yang berkelanjutan. Berkelanjutan dalam arti semua indikator ditagih, kemudian hasilnya dianalisis untuk menentukan kompetensi dasar yang telah dimiliki dan yang belum, serta untuk mengetahui kesulitan siswa.
d.   Hasil penilaian dianalisis untuk menentukan tindak lanjut. Tindak lanjut berupa perbaikan proses pembelajaran berikutnya, program remedi bagi peserta didik yang pencapaian kompetensinya di bawah kriteria ketuntasan, dan program pengayaan bagi peserta didik yang telah memenuhi kriteria ketuntasan.

D.  HAL-HAL YANG HARUS DIPERHATIKAN DALAM PEMBELAJARAN MUATAN LOKAL
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pembelajaran muatan lokal adalah:[13]
1.    Pengorganisasian Bahan
a.    Bahan atau materi disesuaikan dengan tingkat perkembangan peserta didik, baik perkembangan pengetahuan, cara berpikir, maupun perkembangan social emosionalnya.
b.    Memperhatikan kedekatan dengan peserta didik, baik secara fisik maupun psikis
c.    Memilih yang ada manfaat dan maknanya bagi peserta didik dalam kehidupan sehari-hari.
d.   Bersifat fleksibel bagi guru dalam memilih metode dan media pembelajaran
e.    Mengacu pada kompetensi dasar yang jelas
2.    Pengelolaan Guru
a.    Memperhatikan relevansi antara latar belakang pendidikan dengan pelajaran yang diajarkannya
b.    Diusahakan pernah mengikuti penataran, pelatihan atau kursus muatan lokal
3.    Pengelolaan Sarana Prasarana
a.    Memanfaatkan sumber daya yang terdapat di lingkungan sekolah secara optimal
b.    Diupayakan dapat dipenuhi oleh instansi terkait
4.    Kerja sama antar instansi, baik berupa:
a.    Pendanaan
b.    Penyediaan narasumber dan tenaga ahli
c.    Penyediaan tempat kegiatan belajar dan hal-hal yang menunjang keberhasilan pembelajaran muatan lokal.
SEMOGA BERMANFAAT


[1] E.Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan. (Bandung: Remaja Rosdakarya, 2007), 273
[2] Abduloh Idi. Pengembangan Kurikulum Teori dan Praktik. (Yogyakarta: Ar-Ruzz, 2007), 260
[3] Ibid, 265
[4] E. Mulyasa. Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan...274
[5] Ibid.,.275
[6] Suharsimi Arikunto dan Lia Yuliana. Manajemen Pendidikan.(Yogyakarta: Aditya Media, 2008), 156
[7] Masnur Muslich. KTSP Dasar Pemahaman dan Pengembangan. (Bumi Aksara,2008), 18
[8] Abdulloh Idi, Pengembangan Kurikulum…269
[9] Syaifudin Nurdin, Guru Profesional dan Implementasi Kurikulum (Jakarta: Ciputsat Pers, 2002), 64.
[10] Nana Sujana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algesindo, 1996),177.
[11] M. Ahmad, Pengembangan Kurikulum (Bandung: CV. Pustaka Setia, 1998), 147
[12] Sujana, Pembinaan dan..,176.
[13] E.Mulyasa. Kurikulum Tingkat282-283