Pengembangan
Pendidikan Islam
dalam Mewujudkan Budaya Religius di Sekolah
Oleh: Aminatul
Zahroh
Penulis Buku &
Akademisi Pascasarjana
Pendidikan Islam,
suatu pendidikan yang melatih perasaan siswa sehingga sikap hidup, tindakan,
keputusan, dan pendekatan terhadap segala pengetahuan, dipengaruhi nilai
spiritual dan sadar akan nilai etis Islam. Pendidikan merupakan sistem untuk
meningkatkan kualitas hidup manusia dalam segala aspek kehidupan.
Ada beberapa
persoalan mendasar yang perlu dipertimbangkan tatkala mengagendakan rencana
pengembangan pendidikan Islam. Pertama, stigma keterpurukan bangsa, yang
berakibat kurangnya rasa percaya diri. Kedua, eskalasi konflik, yang di satu
sisi merupakan unsur dinamika sosial, tetapi di sisi lain mengancam keharmonisan.
Bahkan integrasi sosial baik lokal, nasional, regional maupun internasional.
Ketiga, krisis moral
dan etika, yang melanda kehidupan bangsa kita dalam berbagai tataran
administratif pemerintahan pusat atau daerah, dalam berbagai sektor. Empat,
pudarnya identitas bangsa, terutama berhadapan dengan hegemoni dunia yang
unggul baik dari aspek politik, sosial maupun kultural.
Meskipun sebenarnya
dalam tata hubungan global diperlukan prinsip interdependensi antara
negara-negara dunia, komitmen politik bebas aktif mulai canggung, kesatuan dan
persatuan bangsa (budaya dan sosial) mengalami keretakan.
Dari persoalan
mendasar tersebut di atas, pendidikan agama Islam di sekolah ataupun di
masyarakat perlu diorientasikan pada beberapa hal.
Pertama, pengembangan sumber daya
manusia (SDM) karena keterpurukan bangsa bisa diobati dan disembuhkan dengan
tersedianya SDM yang tangguh, cerdas secara intelektual, sosial, dan spiritual,
memiliki dedikasi dan disiplin, jujur, tekun, ulet, dan inovatif.
Kedua, ke arah pendidikan agama Islam
multikulturalis. Yakni, pendidikan Islam perlu dikemas dalam watak
multikultural, ramah menyapa perbedaan budaya, sosial, dan agama. Ketiga,
mempertegas misi untuk menyempurnakan kemuliaan akhlak sebagai misi utama
Rasulullah saw.
Keempat, melakukan spiritualiasi watak
kebangsaan, termasuk spiritualisasi berbagai aturan hidup untuk membangun
bangsa yang beradap (lihat Fadjar, 2003). Pada yang terakhir ini sekaligus
mengandung makna perlunya pengembangan pendidikan agama sebagai budaya sekolah.
Pengembangan
pendidikan agama Islam sebagai budaya sekolah tidak bisa dilepaskan dari peran
para penggerak kehidupan keagamaan di sekolah. Meminjam teori Philip Kotler
(1978) bahwa terdapat lima unsur dalam melakukan gerakan perubahan di
masyarakat, termasuk masyarakat sekolah, yang di singkat 5 C.
Kelima hal tersebut
yaitu: pertama, Causes, sebab-sebab yang bisa menimbulkan perubahan. Antara
lain berupa ideas (gagasan atau cita-cita) atau pandangan dunia dan atau
nilai-nilai. Hal itu biasanya dirumuskan dalam visi, misi, motif atau tujuan
yang dipandang mampu memberikan jawaban terhadap problem yang dihadapi. Kedua,
change agency, yakni pelaku perubahan atau tokoh-tokoh yang berada di balik
aksi perubahan dan pengembangan.
Ketiga, change
target (sasaran perubahan), seperti individu, kelompok atau lembaga yang
ditunjuk sebagai sasaran upaya pengembangan dan perubahan. Keempat, channel
(saluran), yakni media untuk menyampaikan pengaruh dan respons dari setiap
pelaku pengembangan ke sasaran pengembangan dan perubahan. Kelima, change
strategy, yakni teknik utama memengaruhi yang diterapkan oleh pelaku
pengembangan dan perubahan untuk menimbulkan dampak pada sasaran-sasaran yang
dituju.
Strategi
pengembangan budaya agama dalam komunitas sekolah, menurut Koentjaraningrat
(1974) tentang wujud kebudayaan, meniscayakan adanya upaya pengembangan dalam
tiga tataran. Yaitu, tataran nilai yang dianut, tataran praktek keseharian, dan
tataran simbol-simbol budaya. Pada tataran nilai yang dianut, perlu dirumuskan
secara bersama nilai-nilai agama yang disepakati dan perlu dikembangkan di
sekolah. Selanjutnya, dibangun komitmen dan loyalitas bersama di antara semua
warga sekolah terhadap nilai-nilai yang disepakati.
Nilai-nilai tersebut
ada yang bersifat vertikal dan horizontal. Yang vertikal berwujud hubungan
manusia atau warga sekolah dengan Allah (habl min Allah), dan yang horizontal
berwujud hubungan manusia atau warga sekolah dengan sesamanya (habl min
an-nas), dan hubungan mereka dengan lingkungan alam sekitarnya.
Dalam tataran
praktek keseharian, nilai-nilai keagamaan yang telah disepakati tersebut
diwujudkan dalam bentuk sikap dan perilaku keseharian oleh semua warga sekolah.
Proses pengembangan tersebut dapat dilakukan melalui tiga tahap, yaitu:
pertama, sosialisasi nilai-nilai agama yang disepakati sebagai sikap dan
perilaku ideal yang ingin dicapai pada masa mendatang di sekolah.
Kedua, penetapan
action plan mingguan atau bulanan sebagai tahapan dan langkah sistematis yang
akan dilakukan oleh semua pihak di sekolah dalam mewujudkan nilai-nilai agama
yang telah disepakati tersebut. Ketiga, pemberian penghargaan terhadap prestasi
warga sekolah, seperti guru, tenaga kependidikan, dan peserta didik sebagai
usaha pembiasaan (habit formation) yang menjunjung sikap dan perilaku yang
komitmen dan loyal terhadap ajaran dan nilai-nilai agama yang disepakati.
Penghargaan tidak selalu berarti materi, tetapi juga dalam arti sosial, kultural,
psikologis, ataupun lainnya.
Penelitian ini
menfokuskan pada pengembangan pendidikan Islam dalam mewujudkan budaya religius
sekolah. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan rancangan
studi multi kasus.
Proses pewujudan
budaya religius dilakukan dengan dua strategi, yaitu: (a) instructive
sequential strategy, dan (b) constructive sequential strategy. Pada strategi
pertama, upaya pewujudan budaya religius menekankan pada aspek stuktural yang
bersifat instruktif, sementara strategi kedua, upaya pewujudan budaya religius
sekolah lebih menekankan pada pentingnya membangun kesadaran diri (self
awareness), sehingga diharapkan akan tercipta sikap, perilaku dan kebiasaan
religius yang pada akhirnya akan membentuk budaya religius sekolah.
Dukungan warga
sekolah dalam mewujudkan budaya religious berupa: komitmen pimpinan dan guru agama, komitmen siswa,
komitmen orangtua, dan komitmen guru lain. Komitmen dan kerjasama secara
sinergis diantara warga sekolah dan dukungan orang tua menjadi kunci keberhasilan dalam mewujudkan
budaya religious.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar