Senin, 02 Desember 2013

STUDI ISLAM

METODE STUDI ISLAM CHARLES  J. ADAMS
Oleh: Aminatul Zahroh, S.Pd.I., M.Pd.I.

Charles J. Adams dikenal dengan sebutan C. Adams memberikan beberapa tawaran metodologis dalam mengkaji agama yaitu: Pendekatan Normatif atau agamis, Pendekatan Sejarah, pendekatan Filologis, Pendekatan Sosial Ilmiah,  dan pendekatan Fenomenologi. Menurut C. Adams, melalui pendekatan Normatif dia menyatakan bahwa Islam adalah sebuah perdaban dan arahan hidup (a civilisation and an orientation to the world) Islam berdasarkan pada komitmen keagamaan (religious commitment) dan Islam merupakan pengalaman keagamaan (religious experience).
Sebagai peradaban dan arahan hidup, definisi ini memiliki maksud bahwa Islam bukanlah agama yang sulit untuk didefinisikan karena sebagai suatu struktur Islam memiliki arahan hidup yang jelas, tegas dan sistematis apalagi kalau arahan hidup itu dipahami dalam konteks Tawhid dan Syari’ah. Adapun untuk komitmen keagamaan bersifat praktis, ini artinya seseorang yang berkomitmen terhadap agamanya biasanya tidak terlalu risau dengan pengertian agamanya. Ia hanya akan menjalankan perintah agamanya tanpa harus dipusingkan dengan apa makna dari perintah yang sedang ia lakukan. Sedangkan untuk pengalaman keagamaan biasanya terkait dengan Tasawuf, sebuah pengalaman spiritual yang seringkali banyak mempengaruhi cara pandang sang Sufi terhadap pengertian Islam, Syari’ah dan pengertian aspek-aspek tertentu dalam agama ini.
Melalui pendekatan kedua, yaitu pendekatan sejarah C.Adams menyatakan dari segi perspektif sejarah menegaskan bahwa sebagai agama, Islam dipahami sebagai sesuatu yang terus berubah, berkembang (evolve) dan sebagai respon oleh masyarakat Muslim yang mencerminkan visi mereka tentang realitas dan pemahaman mereka tentang makna kehidupan. Definisi ini mencerminkan bahwa Islam sangat lentur dan dapat ditempatkan dalam “perspektif” dan ini dapat mendorong kaum muslim untuk melakukan interpretasi terus-menerus terhadap Islam sebagai fenomena sosial yang terus berubah. Jika Islam dipandang sebagai sesuatu yang terus berubah, maka visi, pandangan dan pemahaman kita tentang Islam secara otomatis akan terus berubah, berkembang dan maju dan hal itu akan dapat melahirkan ide-ide yang segar tentang agama.
Pada pendekatan kedua ini C. Adams hanya memandang Islam dari sisi historis yang sifatnya berubah-rubah. Padahal Islam juga  terdiri dari sesuatu yang permanen seperti halnya akidah dan syari’ah. Definisi yang ketiga yaitu Islam dilihat melalui pendekatan filologi. Dari sini Islam dikatakan mempunyai dua sisi, yaitu tradisi (aspek sejarah) dan kepercayaan (aspek internal). Pada pendekatan ini Islam dipandang secara komphrehensif bahwa melihat agama tidak hanya sebagai produk dari sebuah proses sejarah saja dan melupakan aspek internal yang dalam Islam bersumber dari wahyu dan bersifat permanen, tetapi kedua-duanya harus dilihat (tradisi dan kepercayaan).
Definisi yang keempat Islam dipandang dari sisi pendekatan Sosial Ilmiah. Dari sudut pandang social ilmiah, Islam dinilai sebagai proses berkelanjutan dalam hal pengalaman (experience) beragama dan ekspresinya. Disini C. Adams tidak memberikan penjelasan yang konkrit dengan pendekatan-pendekatan yang ditawarkannya. Definisi yang kelima adalah Islam dipandang dari pendekatan Fenomenologi. Pendekatan ini berawal dari metode scientific of religion yang mengalami perkembangan yang dimaksudkan sebagai upaya atau metode untuk mendekati agama secara ilmiah dan rasional.  Keseluruhan ajaran agama berikut ritual-ritual ia coba jabarkan secara ilmiah dan rasional. Metode scientifik ini kemudian digunakan dan dikembangkan oleh banyak ahli kajian sosiologi dan agama. Intinya adalah bahwa agama melalui fenomena-fenomena yang timbul harus dijelaskan secara ilmiah dan rasional. Mengenai bagaimana penjelasan ilmiah dan rasional itu, sangat tergantung pada selera dan rasa masing-masing peneliti.
Ini pada satu sisi memberikan keuntungan bagi para peneliti untuk menggunakan metodenya masing-masing dan memahai fenomena agama secara rasional dan ilmiah sesuai dengan pemahaman dan interpretasinya. Disebut Ilmiah menurut C. Adams jika metode itu sudah melampaui titik kebiasaan dan mencapai titik universal yang secara umum sudah dapat diakui kebenarannya. Islam adalah interaksi. Iinteraksi sosial antara orang dengan orang dan interaksi spiritual antara orang dengan Tuhannya. Ini berdasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad saw, bahwa “al-dinu mu’amalatun agama adalah interaksi.
Definisi ini tidak universal karena dunia secara keseluruhan belum mengakui kebenarannya. Namun paling tidak definisi itu menjelaskan bahwa Islam sebagai agama memiliki dua unsur penting, yaitu unsur sakral dan profan. Unsur sakral terwakili dalam interaksi spiritual sementara unsur profan terwakili dalam interakti sosial. Kedua unsur Islam ini yang juga dimiliki oleh agama-agama lain telah menjadi perhatian para pengamat dan teoretis ahli agama sepanjang era modern mulai dari Emile Durkheim (tokoh reduksionis) hingga Mircea Eliade.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa para orientalis cenderung melihat sesuatu dari kacamata rasional, tetapi dalam perkembangan mereka juga mengakui adanya kekuatan supernatural meskipun tidak secara langsung. Hal ini yang seringkali membuat pernyataan mereka berubah-ubah.
                                                                       

                                                                             












Tidak ada komentar:

Posting Komentar