METODE STUDI ISLAM CHARLES J. ADAMS
Oleh: Aminatul
Zahroh, S.Pd.I., M.Pd.I.
Charles J. Adams dikenal dengan sebutan C.
Adams memberikan beberapa tawaran metodologis dalam mengkaji agama yaitu:
Pendekatan Normatif atau agamis, Pendekatan Sejarah, pendekatan Filologis,
Pendekatan Sosial Ilmiah, dan pendekatan
Fenomenologi. Menurut C. Adams, melalui pendekatan Normatif dia menyatakan bahwa
Islam adalah sebuah perdaban dan arahan hidup (a civilisation and an
orientation to the world) Islam berdasarkan pada komitmen keagamaan (religious commitment)
dan Islam merupakan pengalaman keagamaan (religious experience).
Sebagai peradaban dan arahan hidup, definisi ini memiliki maksud
bahwa Islam bukanlah agama yang sulit untuk didefinisikan karena sebagai suatu
struktur Islam memiliki arahan hidup yang jelas, tegas dan sistematis apalagi
kalau arahan hidup itu dipahami dalam konteks Tawhid dan Syari’ah.
Adapun untuk komitmen keagamaan bersifat praktis, ini artinya seseorang yang
berkomitmen terhadap agamanya biasanya tidak terlalu risau dengan pengertian
agamanya. Ia hanya akan menjalankan perintah agamanya tanpa harus dipusingkan
dengan apa makna dari perintah yang sedang ia lakukan. Sedangkan untuk
pengalaman keagamaan biasanya terkait dengan Tasawuf, sebuah pengalaman
spiritual yang seringkali banyak mempengaruhi cara pandang sang Sufi terhadap
pengertian Islam, Syari’ah dan pengertian aspek-aspek tertentu dalam agama ini.
Melalui pendekatan kedua, yaitu pendekatan sejarah C.Adams
menyatakan dari segi perspektif
sejarah menegaskan bahwa sebagai agama, Islam dipahami sebagai sesuatu yang
terus berubah, berkembang (evolve) dan sebagai respon oleh masyarakat
Muslim yang mencerminkan visi mereka tentang realitas dan pemahaman mereka
tentang makna kehidupan. Definisi ini mencerminkan bahwa Islam sangat lentur
dan dapat ditempatkan dalam “perspektif” dan ini dapat mendorong kaum muslim
untuk melakukan interpretasi terus-menerus terhadap Islam sebagai
fenomena sosial yang terus berubah. Jika Islam dipandang sebagai sesuatu yang
terus berubah, maka visi, pandangan dan pemahaman kita tentang Islam secara
otomatis akan terus berubah, berkembang dan maju dan hal itu akan dapat
melahirkan ide-ide yang segar tentang agama.
Pada pendekatan kedua ini C. Adams hanya
memandang Islam dari sisi historis yang sifatnya berubah-rubah. Padahal Islam
juga terdiri dari sesuatu yang permanen
seperti halnya akidah dan syari’ah. Definisi yang
ketiga yaitu Islam dilihat melalui pendekatan filologi. Dari sini Islam
dikatakan mempunyai dua sisi, yaitu tradisi (aspek sejarah) dan
kepercayaan (aspek internal). Pada pendekatan ini Islam dipandang secara
komphrehensif bahwa melihat agama tidak hanya sebagai produk dari sebuah proses
sejarah saja dan melupakan aspek internal yang dalam Islam bersumber dari wahyu
dan bersifat permanen, tetapi kedua-duanya harus dilihat (tradisi dan
kepercayaan).
Definisi yang keempat Islam dipandang dari sisi pendekatan Sosial
Ilmiah. Dari sudut pandang social ilmiah, Islam dinilai sebagai proses
berkelanjutan dalam hal pengalaman (experience) beragama dan
ekspresinya. Disini C. Adams tidak memberikan penjelasan yang konkrit dengan
pendekatan-pendekatan yang ditawarkannya. Definisi yang kelima adalah Islam
dipandang dari pendekatan Fenomenologi. Pendekatan ini berawal dari metode scientific of religion yang mengalami perkembangan yang dimaksudkan sebagai
upaya atau metode untuk mendekati agama secara ilmiah dan rasional. Keseluruhan ajaran agama berikut
ritual-ritual ia coba jabarkan secara ilmiah dan rasional. Metode scientifik
ini kemudian digunakan dan dikembangkan oleh banyak ahli kajian sosiologi dan
agama. Intinya adalah bahwa agama melalui fenomena-fenomena yang timbul harus
dijelaskan secara ilmiah dan rasional. Mengenai bagaimana penjelasan ilmiah dan
rasional itu, sangat tergantung pada selera dan rasa masing-masing peneliti.
Ini pada satu sisi memberikan keuntungan bagi para peneliti untuk
menggunakan metodenya masing-masing dan memahai fenomena agama secara rasional
dan ilmiah sesuai dengan pemahaman dan interpretasinya. Disebut Ilmiah menurut
C. Adams jika metode itu sudah melampaui titik kebiasaan dan mencapai titik
universal yang secara umum sudah dapat diakui kebenarannya. Islam
adalah interaksi. Iinteraksi sosial antara orang dengan orang dan interaksi
spiritual antara orang dengan Tuhannya. Ini berdasarkan pada penjelasan Nabi Muhammad saw, bahwa “al-dinu mu’amalatun” agama adalah
interaksi.
Definisi ini tidak universal karena dunia secara keseluruhan belum
mengakui kebenarannya. Namun paling tidak definisi itu menjelaskan bahwa Islam
sebagai agama memiliki dua unsur penting, yaitu unsur sakral dan profan. Unsur
sakral terwakili dalam interaksi spiritual sementara unsur profan terwakili
dalam interakti sosial. Kedua unsur Islam ini yang juga dimiliki oleh
agama-agama lain telah menjadi perhatian para pengamat dan teoretis ahli agama
sepanjang era modern mulai dari Emile Durkheim (tokoh reduksionis) hingga
Mircea Eliade.
Dari sini dapat disimpulkan bahwa para orientalis cenderung melihat
sesuatu dari kacamata rasional, tetapi dalam perkembangan mereka juga mengakui
adanya kekuatan supernatural meskipun tidak secara langsung. Hal ini yang
seringkali membuat pernyataan mereka berubah-ubah.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar