PENGEMBANGAN KURIKULUM
Author
By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
State Islamic
College Of Tulungagung
A.
Pengembangan Kurikulum
Pembinaan kurikulum (curriculum improvement
curriculum building) adalah kegiatan yang mengacu kepada usaha untuk
melaksanakan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil
yang maksimal. Pelaksanaan kurikulum itu sendiri diwujudkan dalam proses
belajar mengajar sesuai dengan prinsip–prinsip dan tuntutan kurikulum yang
telah dikembangkan sebelumnya bagi jenjang pendidikan atau sekolah tertentu.[1]
Pembinaan kurikulum disekolah termasuk di lembaga–lembaga pendidikan pesantren,
dilakukan setelah melalui tahap kegiatan pengembangan kurikulum atau terbentuknya
sekolah melalui tahap baru. Kegiatan kurikulum didasarkan atas kurikulum yang
telah disekolah yang bersangkutan.
Dalam penerapannya, pembinaan kurikulum dilaksanakan
oleh guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya melalui upaya
mentranformasi program pendidikan kepada anak didik dengan kegiatan
pembelajaran (belajar mengajar). Kegiatan pembinaan dapat diusahakan, misalnya
dengan melaksanakan kurikulum dengan sebaik-baiknya melengkapi dengan alat yang tersedia baik dengan cara kuantitatif
maupun kualitatif meningkatkan ketrampilan guru dan murid dalam
proses belajar mengajar melengkapi ruang praktiknya untuk pelajaran tertentu
dan kegiatan – kegiatan sejenis.
Pengembangan kurikulum (curriculum development)
curriculum planning atau curriculum design) sebagai tahap
lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan suatu
kurikulum baru. Dalam kegiatan tersebut meliputi penyusunan-penyusunan,
pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan-penyempurnaan.[2]
Dengan melalui tahap-tahap tersebut, akan dihasilkan kurikulum. Dengan
terbentuk kurikulum baru tersebut, maka tugas pengembangan telah selesai,
selanjutnya tugas berikutnya adalah pada kegiatan pembinaan kurikulum.
Pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak ada akhirnya. Hal
ini terjadi, karena pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang bertumpu
pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi tujuan, metode dan
materi, penilaian dan balikan (feedback). Tujuan, menggambarkan semua
pengetahuan dan pertimbangan-pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran baik yang
berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara menyeluruh. Metode
dan meteri menggambarkan metode-metode dan materi yang digunakan di lembaga
pendidikan termasuk `termasuk pesantren guna mencapai tujuan tersebut.
Penilaian berhubungan dengan
keberhasilan kagiatan yang telah dikembangkan dalam hubungannya dengan tujuan,
dan akan mengembangkan tujuan tersebut. Sedangkan balikan (feed beek)
dimanfaatkan sebagai sarana tolak bagi langkah pengembangan kurikulum
berikutnya. Dalam dunia pesantren, pembinaan, dan pengembangan kurikulum ini di
upayakan semaksimal mungkin oleh kyai, para pengurus, Ustadz, pengurus Pondok
Pesantren dan para santri melalui transformasi pengetahuan atau dalam proses
belajar mengajar.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilakukan pada
berbagai kondisi, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional.
Kondisi-kondisi tersebut meliputi:
a.
Pengembangan kurikulum oleh guru kelas
b.
Pengembangan kurikulum oleh kelompok guru dalam satu
sekolah.
c.
Pengembangan kurikulum melalui guru/teacher’s center.
d. Pengembangan kurikulum pada tingkat
daerah.
e.
Pengembangan kurikulum melalui proyek nasional.[3]
B. Landasan
Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum harus berpijak pada
landasan-landasan yang kuat dan kokoh karena landasan kurikulum dapat didorong
oleh pembaharuan tertentu. Misalnya penemuan teori belajar baru dan perubahan
tuntutan masyarakat terhadap fungsi lembaga pendidikan itu. Sedangkan titik
akhir, berarti pengembangan kurikulum harus dikembangkan sedemikian rupa,
sehingga dapat mewujudkan perkembangan tertentu, seperti kemajuan ilmu
pengetahuan, tuntutan sejarah masa lampau, perbedaan latar belakang santri,
nilai-nilai filsafat suatu masyarakat, dan tuntutan-tuntutan kebudayaan
tertentu.
Secara umum landasan-landasan dalam pengembangan
kurikulum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.
Landasan Filosofis
Landasan Filosofis dimaksudkan bahwa ajaran filsafat
memegang peranan penting sebagai landasan pengembangan kurikulum. Filsafat
sebagai suatu lapangan pemikiran dan penelitian manusia mengenai aspek
kehidupan secara kritis, radikal dan universal, sehingga menghasilkan pemikiran
dan penelitian manusia mengenai aspek kehidupan secara kritis, radikal dan
universal, sehingga menghasilkan pemikiran yang hakiki, walaupun masih bersifat
relative dan subyektif. Dengan kedua sifat tersebut akhirnya dapat menimbulkan
adanya perbedaan-perbedaan aliran dalam filsafat.
Pendidikan sebagai aktifitas manusia, bertujuan
menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu kepada manusia, khususnya
kepada anak didik. Untuk menjamin pelaksanaan agar nilai-nilai itu berproses secara efektif, maka diperlukan
landasan yang dinamakan dengan filsafat
pendidikan. Karena itu,filsafat pendidikan sebagai landasan filosofis, menjiwai
seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan.[4] Dengan demikian kurikulum merupakan
salah satu sarana terwujudnya proses pendidikan dan berarti pula sebagai sarana
untuk mencapai tujuan pendidikan.Karena tujuan pendidikan itu secara jelas
dirumuskan dalam tujuan kurikulum.
Kurikulum sebagai alat hendaknya menjamin
terlaksananya atau tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan
penyusunan kurikulum harus berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan
sebelumnya. Karena itu hubungan pendidikan dengan kurikulum adalah hubungan
antara tujuan dan isi pendidikan. Hanya isi yang tepat atau kurikulum yang
sesuai yang akan mengantarkan ke arah tercapainya tujuan pendidikan. Oleh
karena itu, kurikulum merupakan isi yang tepat atau kurikulum merupakan isi dan
sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, kurikulum pada
hakekatnya menyangkut maslah nilai-nilai, ilmu, teori, skill, praktek, masalah
mental, dan sebagainya.[5]
Dengan kata lain, kurikulum itu harus berisi pengalaman yang mampu mewujudkan
tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan suatu bangsa bergantung atas sistem
nilai yang menjadi pasangan hidup bangsa yang bersangkutan. Sedangkan sistem
nilai banyak di tentukan oleh filsafat bangsa itu sendidri. Dengan demikian,
pengembangan kurikulum harus pula di dasarkan atas landasan filosofis dari
suatu bangsa tersebut. Untuk
menjelaskan kaitan filsafat pendidikan dan kurikulum dapat di lihat rumusan
tujuan pendidikan nasional. Dalam ketetapan MPR nomor 11/MPR/1988 tentang
garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan bahwa pendidikan nasional
berdasarkan pancasila, bertujuan meningkatkan kualitas manusia indonesia.
Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi
luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab,
mandiri, cerdas dan trampil, sehat jasmani dan rohani, memper dalam rasa cinta
tanah air, mepertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan social,
percaya pada diri sendiri, sikap prilaku yang inovatif dan kratif. Dengan demikian, pendidikan
nasional akan mampu mewujudkan manusia yang dapat membangun dirinya sendiri dan
bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan nasional.
Bunyi
ketetapan MPR di atas, membuktikan bahwa pancasila sebagai falsafat dan
pandangan hidup bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya menjadi dasar dan
menjiwai pendidikan di Indonesia. Sedangkan tujuan pendidikan harus
merupakan kerangka acuan bagi pelaksanaan pendidikan, termasuk didalamnya
penentuan kurikulum, haruslah berisikan, pengalaman yang mampu menggambarkan
peserta didik yang digambarkan oleh ketetapan MPR diatas, yaitu menjadi manusia
pancasilais.
2.
Landasan sosial budaya
Dalam
landasan sosial budaya ada dua pertimbangan, kenapa sosial budaya di
jadikan landasan dalam pengembangan kurikulum pendidikan yaitu: Pertama,
sikap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan
masalah-masalah yang didalamnya, juga cara-cara hidup kelompoknya. Karena
seorang individu lahir dalam keadaan tidak berdaya dan individu memperoleh
kebudayaan melalui interaksi dengan lingkungan budaya, kelompok, masyarakat
sekitar, sekolah. Dalam hal ini, sekolah mempunyai tugas khusus yang memberikan
pengalaman kepada mereka dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. Kedua,
kurikulum dalam setiap
masyarakat merupakan relasi dari cara orang berfikir, bercita-cita atau
kebiasaan. Karena itu, untuk membina struktur dan fungsi kurikulum diperlukan
kebudayaan.[6]
Dalam setiap kehidupan akan dijumpai adanya unsur
kebudayaan yang sifatnya universal. Kevickchon menyebut tujuh unsur kebudayaan
yang sifatnya universal dalam setiap kehidupan. Ketujuh unsur kebudayaan
tersebut adalah :
a.
Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian,
alat-alat rumah tangga, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya)
b. Masa pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi. (pertanian, peternakan system produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
c. Sistem kemasyarakatan (sistem kebenaran, organisasi politik, sistem hokum, dan sistem perkawinan)
d.
Bahasa (lisan maupun tulisan)
e. Kesenian (seni rupa, seni suara, seni
gerak dsy)
f.
Sistem pengetahuan
Sesungguhnya kepribadian seseorang di bentuk dalam
kebudayaan di mana ia hidup. Suatu kebudayaan dalam masyarakat perlu adanya
konversi, di teruskan dan di kembangkan dari genersi ke generasi berikutnya.
Tugas ini hanya dapat di lakukan oleh lembaga pendidikan. Pendidikan sebagai
penjaga dan penerus sumber-sumber daya kultural tertentu dan masyarakat.
Karena pendidikan baik formal maupun nonformal mempunyai media transmisi kultural,
maka seharusnya kurikulum sebagai isi dari pendidikan mencerminkan kebudayaan
dari suatu masyarakat.
Kebudayaan
sifatnya adalah dinamis, karena masyarakat yang melakukan dan menciptakan
kebudayaan itu juga selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh
karena itu juga, kebudayaan harus diseleksi mengenai apa yang patut dan apa
yang tidak patut kepada anak didik di sekolah (termasuk di pesantren). Dengan
demikian, kurikulum dapat mengantarkan anak didik untuk menerima ilmu pengetahuan
yang paling mendasar untuk dimiliki, sebagai bekal hidupnya. Kurikulum
hendaknya memuat alternatif-alternatif yang memungkinkan dapat memberikan atau
menyediakan pengalaman-pengalaman yang baik dan berguna bagi setiap anggota
masyarakatnya. Itulah sebabnya, pada setiap perubahan harus disaring dan
diseleksi agar fungsional bagi anggota masyarakat tertentu.
c. Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan prilaku
manusia. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan
baik menyangkut fisik mental/intelektual, moral, maupun sosial. Kurikulum
merupakan program pendidikan yang berhubungan dengan pemilihan dan organisasi
bahkan yang mampu mengubah prilaku di atas. Namun demikian tidak seluruhnya
perubahan prilaku manusia itu diakibatkan oleh pengaruh pendidikan, tetapi
suatu perubahan disebabkan oleh kematangan dirinya dan factor lingkungan yang
dapat membentuk prilaku seseorang.
Terkait
dengan ini, ada beberapa ciri tingkah laku yang disebabkan oleh pendidikan atau
hasil belajar yaitu: terbentuknya tingkah laku baru yang berupa kemampuan
aktual dan kemampuan potensial, kemampuan baru berlaku dalam waktu yang
relative lama, dan kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha rasional.
d. Landasan Organisatoris
Kurikulum merupakan pengalaman dan kegiatan di bawah
tanggungjawab guru dam sekolah. Pengalaman-pengalaman dan kegiatan tersebut
haruslah disusun sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien dalam
penyampaian terhadap siswa. Untuk itu diperlukan adanya organisasi kurikulum.
Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi kurikulum adalah berpa
kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada
murid-murid. Dari pengalaman yang
terbentuk dari program-program itu diharapkan dapat amemberikan pengaruh
terhadap perubahan prilaku siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu perubahan prilaku akan nampak dalam
jangka pendek pada level pengajaran. Suatu organisasi
kurikulum dapat berfungsi untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan proses
belajar mengajar, karena dengan organisasi kurikulum tersebut pengalaman yang
sifatnya beragam akan lebih mudah bagi guru dalam penyajian abahan-bahan
pelajaran kepada siswa.
C. Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Dalam
pengembangan kurikulum, terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat dipakai agar
kurikulum yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan keinginan yang diharapkan
semua pihak, yaitu sekolah (pesantren), murid (santri), orang tua, masyarakat,
dan pemerintah. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut dapat
dijabarkan sebagai berikut :
1.
Prinsip Relevansi
Yang dimaksud dengan relevansi pendidikan disini
adalah adanya kesesuaian atau keserasian antara hasil pendidikan dengan
tuntutan kehidupan yang ada di masyarakat. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan
itu dianggap relevan jika hasil pendidikan mempunyai nilai fungsional bagi
kehidupan. Kurikulum sebagai isi atau bahan pendidikan harus juga relevan
dengan kehidupan manusia, agar kurikulum mempunyai sifat nilai fungsional.
Menurut Subandiyah, prinsip relevan ini meliputi: (1) Relevan pendidikan dengan kurikulum anak didik artinya, bahwa
dalam pengembangan kurikulum termasuk dalam menentukan bahan pengajaran
hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik. (2) Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang
dan akan dating. Materi yang diajarkan hendaklah. (3) Relevansi pendidikan
dengan dunia kerja. Maksudnya kurikulum dan proses pendidikan sedapat mungkin
dapat diorientasikan ke dunia kerja menurut jenis pendidikan, sehingga
pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikan dengan baik dalam
dunia kerja. (4) Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.[8]
2.
Prinsip Efektivitas
Yang dimaksud dengan prinsip efektivitas adalah
sejauhmana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang
ditentukan. Dalam proses pendidikan efektivitasnya dapat dilihat dari dua sisi
yaitu: (1) Efektivitas mengajar pendidikan berkaitan dengan sejauhmana kegiatan
belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. (2)
Efektivitas belajar anak didik berkaitan dengan sejauh mana tujuan-tujuan
pendidikan yang diinginkan telah dapat dicapai melalui kegiatan belajar
mengajar yang telah dilaksanakan.[9]
3.
Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi ini berhubungan dengan perbandingan
antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dijalankan, atau biaya yang
dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan efisien, apabila hasil yang dicapai itu
sesuai dengan usaha atau biaya yang diakehendaki. Sebaliknya, jika hasil yang
dicapai sebanding dengan apa yang dikeluarkan, maka dapat dikatakan tidak
efisien.
Dalam pengembangan kurikulum, harus diperhatikan
efisiensi baik yang terkait dengan waktu, tenaga, peralatan, dan biaya.
Efisiensi waktu perlu diperhatikan karena berhubungan dengan kegiatan belajar
murid, agar tidak banyak membuang waktu di sekolah. Efisiensi penggunaan tenaga
dan aperalatan perlu ditetapkan karena berhubungan dengan jumlah minimal murid
yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan dan cara menentukan jumlah guru
yang dibutuhkan dengan mengusahakan tercapainya berbagai segi efisiensi di
atas, diharapkan dapat dicapai efisiensi dalam pembiayaan pendidikan.
4.
Prinsip Kontinuitas (Kesinambungan)
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikuolum
menunjukkan saling berkaitan antara tingkat pendidikan, jenis program
pendidikan dan bidang studi: (1) Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah
yaitu Bahan pelajaran yang
diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi
hendaknya sudah di ajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. Bahan pelajaran yang telah
diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebig rendah tidak harus diajarkan lagi
pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga terhindar dari tumpang
tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar. (2)
Kesinambungan ini menunjukkan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus
memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya.[10]
5.
Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas maksudnya adalah tidak kaku, ada
semacam raung gerak yang memberikan adanya kebebasan dalam bertindak. Didalam
kurikulum fleksibilitas dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: (1) Fleksibilitas
ddidalam memilih program pendidikan. Maksudnya bentuk pengadaan program-program
pilihan yang dapat berbentuk jurusan, program spesialisasi, maupun
program-program ketrampilan yang dapat dipilih murid atas dasar kemampuan dan
minatnya. (2) Fleksibilitas dalam pengembangan program pengajaran. Maksudnya
dalam bentuk memberikan kesempatan kepada para pendidik dalam hal mengembangkan
sendiri program-program pengajaran dengan berpatokan pada tujuan dan bahan
pengajaran di dalam kurikulum yang masih bersifat umum.[11]
6.
Prinsip Berorientasi pada Tujuan
Prinsip berorientasi pada tujuan maksudnya adalah
bahwa sebelum bahan ditentukan, terlebih dahulu perlu dilakukan penentuan
tujuan. Hal ini dimaksudkan agar semua jam dan aktifitas pembelajaran yang
dilaksanakan oleh para pendidik dan anak didik diharapkan betul-betul terarah
kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tersebut. Dengan
adanya kejelasan tujuan, pendidikan diharapkan dapat menentukan secara tepat
mengenai metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi.[12]
7.
Prinsip Sinkronisasi
Prinsip sinkronisasi dimaksudkan adanya sifat yang
terarah dan setujuan dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh kurikulum.[13]
Kegiatan-kegiatan kurikulum yang diinginkan bukan saling menghambat kegiatan
kurikulum yang lain, yang dapat mengganggu keterpaduan. Kurikulum sebagai suatu system, komponen-komponen kurikulum harus
bersifat sepadan dan dapat membentuk satu kesatuan yang utuh. Dengan
keterpaduan semua komponen yang ada dalam system itu, semua kegiatan yang
disarankan oleh satu komponen dengan yang lain tidak bertentangan. Kurikulum
yang bersifat singkron, pada gilirannya akan memungkinkan tercapainya tujuan
pendidikan yang diharapkan.
D. Bentuk-bentuk
Pengembangan Kurikulum
Dalam dunia pendidikan ada 2 macam bentuk dalam
pengembangan kurikulum : (1) Pengembangan atas dasar system (system based
development). Pengembangan atas dasar system, bermula pembaharuan kurikulum
pada setiap lembaga. Pendidikan kurikulum tersebut ditelaah secara menyeluruh
atau sebagai suatu system, bukan bagian-bagian dari kurikulum, misalnya hanya
pembaharuan pada metode dan evaluasinya saja.
Langkah berikutnya setelah diadakan kajian secara
menyeluruh adalah meurmuskan dan merefleksikan tujuan-tujuan umum satu program
pembaharuan dan merumuskan tujuan-tujuan khusus dari tujuan umum tersebut. (2)
Pengembangan atas dasar mata pelajaran (subyect matter based development).
Pengembangan kurikulum atas dasar mata pelajaran, bertitik tolak dari suatu
usaha untuk meningkatkan kualitas belajar dan suatu bidang pengetahuan tertentu
berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pengembangan lebih dipusatkan kepada
peningkatan bagian tertentu dari kurikulum.
Pengembangan kurikulum, semacam ini kurang begitu
memperhatikan adanya “in service training” atau latihan lanjutan dari guru. Menurut
pandangan ini bahwa materi pelajaran-pelajaran sudah dianggap mampu untuk
mentransmisi perubahan-perubahan yang dianjurkan dalam pendekatan pengajaran.
E. Evaluasi
Pengembangan Kurikulum
Menilai suatu kurikulum, menurut Nana Sudjana,[14]
memerlukan perencanaan yang seksama dan sistematis. Seksama artinya cermat,
teliti dalam menentukan tujuan, lengkap dan strategi yang akan digunakan dalam
penilaian sedangkan sistematis, artinya menempuh tahap-tahap tertentu, dan
setiap tahap mengandung langkah yang jelas apa yang harus dilakukan oleh
penilai kurikulum. Ada
dua tahap yang biasa dilakukan dalam menilai suatu kurikulum, yaitu tahap
persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan
hasil penilainnya, yang merupakan tahap tindak lanjut dari penilaian sehingga
tidak dimasukkan dalam tahap penilaian.
1.
Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada dasarnya menentukan apa dan bagaimana
penilaian harus dilakukan: artinya, perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan
penilaian, termasuk alat dan sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan
dalam tahap persiapan ini yaitu: (1) Menyusun term of reformence (TOR)
penilaian sebagai rujukan pelaksanaan penilaian. Dan TOR ini dijelaskan target
dan sasaran penilaian, lingkup atau obyek yang dinilai, alat dan instrument
yang digunakan, prosedur dan cara penilaian, organisasi yang menangani
penilaian, serta biaya pelaksanaan penilaian. TOR ini disusun sedemikian rupa
agar tugas-tugas evaluator lebih jelas dalam melaksanakan penilaian pada
waktunya.
Penyususnan
TOR sebaiknya dipersiapkan oleh satu tim dengan mengikut sertakan beberapa
tenaga yang punya keahlian yang berbeda, seperti ahli bidang studi, ahli
kurikulum, ahli evaluasi, sehingga lebih komprehensip dan dapat diandalkan. TOR
yang telah disusun, dibahas dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan penentu
kebijakan agar hasil-hasilnya dapat memenuhi harapan dan keinginan para
pengambil keputusan, setidak-tidaknya relevan dengan masalah yang perlu
pemecahan dan penyempurnaan. (2) Klasifikasi artinya mengadakan penelaahan
perangkat evaluasi, seperti tujuan yang ingin dicapai, isi penilaian, strategi
yang digunakan, sumber data, instrument dan jadwal penilaian. Dengan kata lain,
klarifikasi ini adalah penjabaran lebih lanjut dari term of reference dalam
bentuk kegiatan yang lebih operasional, sebagaimana, penilaian harus
dilaksanakan dan perangkat apa yang harus disediakan. (3) Uji coba penilaian
(Try Out) yaitu melaksanakan tehnik dan prosedur penilaian diluar sample
penilaian. Tujuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-lat penilaian
dan melatih tenaga penilaiannya termasuk logistiknya, agar kualitas data yang
kelak akan diperoleh lebih meyakinkan. Hasil uji coba dianalisis untuk
dijadikan dasar dalam perbaikan dan penyempurnaan baik dalam hal prosedur
maupun instrument yang digunakan. Ada
baiknya dalam uji coba unsur pimpinan dan pengambil keputusan dilibatkan, agar
dapat meyakinkan mereka tentang kualitas data yang diperoleh, dan manfaatnya
untuk penyempurnaan kurikulum sesuai dengan tujuan penilaian yang direncanakan.
2.
Tahap Pelaksanaan
Setelah uji coba dilaksanakan dan
perbaikan/penyempuranna prosedur, tehnik serta instrument penilaian, langkah
berikutnya adalah melaksanakan penilaian. Beberapa kegiatan yang dilakukan
dalam melaksanakan penilaian ini antara lain:
a.
Pengumpulan data di lapangan artinya melaksanakan
penilaian melalui instrument yang telah dipersiapkan terhadap sumber data
sesuai dengan program yang telah direncakanan. Pengumpulan data dilakukan oleh
tim penilai berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.
b.
Menyusun dan mengolah data. Hasil penilaian baik yang
dihasilkan berdasarkan persepsi pelaksanaan kurikulum dan kelompok sasaran
kurikulum (siswa) maupun data berdasarkan hasil amatan dan monitoring penilai.
Persepsi pelaksanaan kurikulum, artinya pandangan dan pendapat para guru,
kepala sekolah, guru pembimbing, yang diungkapkan melakukan berbagai
instrument, seperti wawancara atau dengan questioner bahkan mungkin melalui
penyajian/testing. Sedangkan dari kelompok sasaran kurikulum (siswa),
menggunakan data hasil belajar yang dicapainya. Persepsi penilaian adalah data
dan informasi hasil pengamatan pelaksanaan kurikulum yang dilakukannya.
c.
Menyusun diskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data
dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Diskripsi tersebut pada
hakikatnya adalah melukiskan kurikulum yang harusnya dilakukan dan
membandingkannya dengan hasil penilaian, sehingga dapat diketahui
kesenjangannya. Dengan adanya diskripsi hasil penilaian tersebut, maka akan
memudahkan analisis dan interpretasi keberhasilan kurikulum, kelebihan dan
kekurangannya serta kemungkinan-kemungkinan penyususnnya. Dengan kata lain,
perbedaan persepsi antara kurikulum yang diniati dengan apa yang dilaksanakan
dapat diungkapkan secara koprehensip, sehingga tindakan-tindakan korektif dalam
rangka pemanfaatan informasi bahkan dapat dioptimalkan.
d.
Menentukan judgment terhadap diskripsi kurikulum
berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Judgment dapat
menggunakan dua macam logika, yaitu logika vertikal dan horizontal.Logika
vertical mengutamakan konsistensi logis dari kutub atas dank e kutub bawah
atau sebaliknya. Artinya gagasan yang terkandung dalam kurikulum yang diniati
dilaksanakan guru sebagaimana mestinya. Sedangkan logika horizontal mengutamakan kesesuaian antara apa yang
dilaksanakan dengan seharusnya dilaksanakan, kriteria penilaian dapat
menggunakan dua macam, yaitu kriteria mutlak dan kretiria relatif.
Kriteria mutlak adalah membandingkan kurikulum antar kelompok yang sama. Judgment
ini kemudian diterjemahkan menjadi rekomendasi-rekomendasi formatif dan
sumatif sesuai dengan rujukan yang ada dalam term of reference.
e.
Menyusun laporan hasil penilaian termasuk
rekomendasi-rekomendasinya, implikasi pemecahan masalah dan tindakan korektif
bagi para pengambil keputusan perbaikan/penyempurnaan kurikulum.
3.
Tahap Laporan
Laporan hasil penilaian dibuat untuk konsumsi luas,
sehingga isi, sistematika, bahasa dan teknis laporan harus mudah dipahami dan
mempunyai nilai praktis di lapangan, sehingga bisa dimanfaatkan oleh para
pelaksana kurikulum. Pembahasan dan pengukuhan hasil-hasil penilaian dalam satu
pertemuan khusus yang melibatkan tim penilai. Dengan pelaksanaan kurikulum
pengambilan keputusan dan mungkin dari unsur lain yang relevan, sangat
diperlukan setelah hasil-hasil dimanfaatkan.
Tahap dan langkah-langkah diatas, sekedar memberikan
gambaran umum yang dalam pelaksanaannya bisa dikembangkan lebih luas dan
terinci sesuai dengan kebutuhan. Namun yang penting, bahwa kegiatan penilaian
kurikulum memerlukan perencanaan yang seksama, tidak asal jadi, dilakukan
melalui prosedur ilmiah, sehingga hasil-hasilnya dapat digunakan untuk
pengembangan kurikulum, baik dalam lingkup yang terbatas maupun lingkup yang
lebih luas.
SEMOGA BERMANFAAT
[1] Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum,
(Bandung : Bandar Maju, 1990), 105.
[2] Winarno Surakhmand, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum. (Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan
Guru, 1977), 75.
[4] Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar
Pengembangan Kurikulum Sekolah (Yogyakarta: BPFE IKIP, 1988), 25.
[6] A.
Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Ilmu, 1996), 103.
[7]
Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: tp, 1984), 59.
[9] Ibid. 114
[10] Ibid, 115
[11] Ibid,
116
[12] Ibid, 116
[13]Nurgiantoro, Dasar-dasar, Pengembangan
…., 158.
[14] Nana Sudjana, Pembinaan dan
Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002),
140-143.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar