Selasa, 16 September 2014

PENGEMBANGAN KURIKULUM

PENGEMBANGAN KURIKULUM
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
State Islamic College Of Tulungagung

A.    Pengembangan Kurikulum
Pembinaan kurikulum (curriculum improvement curriculum building) adalah kegiatan yang mengacu kepada usaha untuk melaksanakan dan menyempurnakan kurikulum yang telah ada, guna memperoleh hasil yang maksimal. Pelaksanaan kurikulum itu sendiri diwujudkan dalam proses belajar mengajar sesuai dengan prinsip–prinsip dan tuntutan kurikulum yang telah dikembangkan sebelumnya bagi jenjang pendidikan atau sekolah tertentu.[1] Pembinaan kurikulum disekolah termasuk di lembaga–lembaga pendidikan pesantren, dilakukan setelah melalui tahap kegiatan pengembangan kurikulum atau terbentuknya sekolah melalui tahap baru. Kegiatan kurikulum didasarkan atas kurikulum yang telah disekolah yang bersangkutan.
Dalam penerapannya, pembinaan kurikulum dilaksanakan oleh guru, kepala sekolah dan tenaga kependidikan lainnya melalui upaya mentranformasi program pendidikan kepada anak didik dengan kegiatan pembelajaran (belajar mengajar). Kegiatan pembinaan dapat diusahakan, misalnya dengan melaksanakan kurikulum dengan sebaik-baiknya melengkapi dengan alat yang tersedia baik dengan cara kuantitatif maupun kualitatif meningkatkan ketrampilan guru dan murid dalam proses belajar mengajar melengkapi ruang praktiknya untuk pelajaran tertentu dan kegiatan – kegiatan sejenis.
Pengembangan kurikulum (curriculum development) curriculum planning atau curriculum design) sebagai tahap lanjutan dari pembinaan, yakni kegiatan yang mengacu untuk menghasilkan suatu kurikulum baru. Dalam kegiatan tersebut meliputi penyusunan-penyusunan, pelaksanaan, penilaian dan penyempurnaan-penyempurnaan.[2] Dengan melalui tahap-tahap tersebut, akan dihasilkan kurikulum. Dengan terbentuk kurikulum baru tersebut, maka tugas pengembangan telah selesai, selanjutnya tugas berikutnya adalah pada kegiatan pembinaan kurikulum. Pengembangan kurikulum adalah suatu proses siklus yang tidak ada akhirnya. Hal ini terjadi, karena pengembangan kurikulum merupakan suatu proses yang bertumpu pada unsur-unsur dalam kurikulum, yang didalamnya meliputi tujuan, metode dan materi, penilaian dan balikan (feedback). Tujuan, menggambarkan semua pengetahuan dan pertimbangan-pertimbangan tujuan-tujuan pembelajaran baik yang berhubungan dengan mata pelajaran maupun kurikulum secara menyeluruh. Metode dan meteri menggambarkan metode-metode dan materi yang digunakan di lembaga pendidikan termasuk `termasuk pesantren guna mencapai tujuan tersebut. Penilaian  berhubungan dengan keberhasilan kagiatan yang telah dikembangkan dalam hubungannya dengan tujuan, dan akan mengembangkan tujuan tersebut. Sedangkan balikan (feed beek) dimanfaatkan sebagai sarana tolak bagi langkah pengembangan kurikulum berikutnya. Dalam dunia pesantren, pembinaan, dan pengembangan kurikulum ini di upayakan semaksimal mungkin oleh kyai, para pengurus, Ustadz, pengurus Pondok Pesantren dan para santri melalui transformasi pengetahuan atau dalam proses belajar mengajar.
Kegiatan pengembangan kurikulum dapat dilakukan pada berbagai kondisi, mulai dari tingkat kelas sampai dengan tingkat nasional. Kondisi-kondisi tersebut meliputi:
a.    Pengembangan kurikulum oleh guru kelas
b.    Pengembangan kurikulum oleh kelompok guru dalam satu sekolah.
c.    Pengembangan kurikulum melalui guru/teacher’s center.
d.   Pengembangan kurikulum pada tingkat daerah.
e.    Pengembangan kurikulum melalui proyek nasional.[3]

B.  Landasan Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum harus berpijak pada landasan-landasan yang kuat dan kokoh karena landasan kurikulum dapat didorong oleh pembaharuan tertentu. Misalnya penemuan teori belajar baru dan perubahan tuntutan masyarakat terhadap fungsi lembaga pendidikan itu. Sedangkan titik akhir, berarti pengembangan kurikulum harus dikembangkan sedemikian rupa, sehingga dapat mewujudkan perkembangan tertentu, seperti kemajuan ilmu pengetahuan, tuntutan sejarah masa lampau, perbedaan latar belakang santri, nilai-nilai filsafat suatu masyarakat, dan tuntutan-tuntutan kebudayaan tertentu.
Secara umum landasan-landasan dalam pengembangan kurikulum dapat dijelaskan sebagai berikut:
1.    Landasan Filosofis
Landasan Filosofis dimaksudkan bahwa ajaran filsafat memegang peranan penting sebagai landasan pengembangan kurikulum. Filsafat sebagai suatu lapangan pemikiran dan penelitian manusia mengenai aspek kehidupan secara kritis, radikal dan universal, sehingga menghasilkan pemikiran dan penelitian manusia mengenai aspek kehidupan secara kritis, radikal dan universal, sehingga menghasilkan pemikiran yang hakiki, walaupun masih bersifat relative dan subyektif. Dengan kedua sifat tersebut akhirnya dapat menimbulkan adanya perbedaan-perbedaan aliran dalam filsafat.
Pendidikan sebagai aktifitas manusia, bertujuan menanamkan nilai-nilai dan norma-norma tertentu kepada manusia, khususnya kepada anak didik. Untuk menjamin pelaksanaan agar nilai-nilai itu  berproses secara efektif, maka diperlukan landasan  yang dinamakan dengan filsafat pendidikan. Karena itu,filsafat pendidikan sebagai landasan filosofis, menjiwai seluruh kebijaksanaan dan pelaksanaan pendidikan.[4] Dengan demikian kurikulum merupakan salah satu sarana terwujudnya proses pendidikan dan berarti pula sebagai sarana untuk mencapai tujuan pendidikan.Karena tujuan pendidikan itu secara jelas dirumuskan dalam tujuan kurikulum.
Kurikulum sebagai alat hendaknya menjamin terlaksananya atau tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan penyusunan kurikulum harus berdasarkan tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya. Karena itu hubungan pendidikan dengan kurikulum adalah hubungan antara tujuan dan isi pendidikan. Hanya isi yang tepat atau kurikulum yang sesuai yang akan mengantarkan ke arah tercapainya tujuan pendidikan. Oleh karena itu, kurikulum merupakan isi yang tepat atau kurikulum merupakan isi dan sarana untuk mencapai tujuan pendidikan. Dengan demikian, kurikulum pada hakekatnya menyangkut maslah nilai-nilai, ilmu, teori, skill, praktek, masalah mental, dan sebagainya.[5] Dengan kata lain, kurikulum itu harus berisi pengalaman yang mampu mewujudkan tujuan pendidikan.
Tujuan pendidikan suatu bangsa bergantung atas sistem nilai yang menjadi pasangan hidup bangsa yang bersangkutan. Sedangkan sistem nilai banyak di tentukan oleh filsafat bangsa itu sendidri. Dengan demikian, pengembangan kurikulum harus pula di dasarkan atas landasan filosofis dari suatu bangsa tersebut. Untuk menjelaskan kaitan filsafat pendidikan dan kurikulum dapat di lihat rumusan tujuan pendidikan nasional. Dalam ketetapan MPR nomor 11/MPR/1988 tentang garis-garis Besar Haluan Negara (GBHN) dinyatakan bahwa pendidikan nasional berdasarkan pancasila, bertujuan meningkatkan kualitas manusia indonesia. Yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan yang Maha Esa, berbudi luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas dan trampil, sehat jasmani dan rohani, memper dalam rasa cinta tanah air, mepertebal semangat kebangsaan dan rasa kesetiakawanan social, percaya pada diri sendiri, sikap prilaku yang inovatif  dan kratif. Dengan demikian, pendidikan nasional akan mampu mewujudkan manusia yang dapat membangun dirinya sendiri dan bersama-sama bertanggungjawab atas pembangunan nasional.
Bunyi ketetapan MPR di atas, membuktikan bahwa pancasila sebagai falsafat dan pandangan hidup bangsa Indonesia yang diyakini kebenarannya menjadi dasar dan menjiwai pendidikan di Indonesia. Sedangkan tujuan pendidikan harus merupakan kerangka acuan bagi pelaksanaan pendidikan, termasuk didalamnya penentuan kurikulum, haruslah berisikan, pengalaman yang mampu menggambarkan peserta didik yang digambarkan oleh ketetapan MPR diatas, yaitu menjadi manusia pancasilais.

2.    Landasan sosial budaya
Dalam landasan sosial budaya ada dua pertimbangan, kenapa sosial budaya di jadikan landasan dalam pengembangan kurikulum pendidikan yaitu: Pertama, sikap orang dalam masyarakat selalu berhadapan dengan masalah-masalah yang didalamnya, juga cara-cara hidup kelompoknya. Karena seorang individu lahir dalam keadaan tidak berdaya dan individu memperoleh kebudayaan melalui interaksi dengan lingkungan budaya, kelompok, masyarakat sekitar, sekolah. Dalam hal ini, sekolah mempunyai tugas khusus yang memberikan pengalaman kepada mereka dengan salah satu alat yang disebut kurikulum. Kedua, kurikulum  dalam setiap masyarakat merupakan relasi dari cara orang berfikir, bercita-cita atau kebiasaan. Karena itu, untuk membina struktur dan fungsi kurikulum diperlukan kebudayaan.[6]
Dalam setiap kehidupan akan dijumpai adanya unsur kebudayaan yang sifatnya universal. Kevickchon menyebut tujuh unsur kebudayaan yang sifatnya universal dalam setiap kehidupan. Ketujuh unsur kebudayaan tersebut adalah :
a.    Peralatan dan perlengkapan hidup manusia (pakaian, alat-alat rumah tangga, alat-alat produksi, transportasi dan sebagainya)
b.    Masa pencaharian hidup dan sistem-sistem ekonomi. (pertanian, peternakan system produksi, sistem distribusi dan sebagainya)
c.    Sistem kemasyarakatan (sistem kebenaran, organisasi politik, sistem hokum, dan sistem perkawinan)
d.   Bahasa (lisan maupun tulisan)
e.    Kesenian (seni rupa, seni suara, seni gerak dsy)
f.     Sistem pengetahuan
g.    Religi (sistem kepercayaan).[7]
Sesungguhnya kepribadian seseorang di bentuk dalam kebudayaan di mana ia hidup. Suatu kebudayaan dalam masyarakat perlu adanya konversi, di teruskan dan di kembangkan dari genersi ke generasi berikutnya. Tugas ini hanya dapat di lakukan oleh lembaga pendidikan. Pendidikan sebagai penjaga dan penerus sumber-sumber daya kultural tertentu dan masyarakat. Karena pendidikan baik formal maupun nonformal mempunyai media transmisi kultural, maka seharusnya kurikulum sebagai isi dari pendidikan mencerminkan kebudayaan dari suatu masyarakat.
Kebudayaan sifatnya adalah dinamis, karena masyarakat yang melakukan dan menciptakan kebudayaan itu juga selalu mengalami perubahan dan perkembangan. Oleh karena itu juga, kebudayaan harus diseleksi mengenai apa yang patut dan apa yang tidak patut kepada anak didik di sekolah (termasuk di pesantren). Dengan demikian, kurikulum dapat mengantarkan anak didik untuk menerima ilmu pengetahuan yang paling mendasar untuk dimiliki, sebagai bekal hidupnya. Kurikulum hendaknya memuat alternatif-alternatif yang memungkinkan dapat memberikan atau menyediakan pengalaman-pengalaman yang baik dan berguna bagi setiap anggota masyarakatnya. Itulah sebabnya, pada setiap perubahan harus disaring dan diseleksi agar fungsional bagi anggota masyarakat tertentu.

c. Landasan Psikologis
Pendidikan senantiasa berkaitan dengan prilaku manusia. Melalui pendidikan diharapkan adanya perubahan pribadi menuju kedewasaan baik menyangkut fisik mental/intelektual, moral, maupun sosial. Kurikulum merupakan program pendidikan yang berhubungan dengan pemilihan dan organisasi bahkan yang mampu mengubah prilaku di atas. Namun demikian tidak seluruhnya perubahan prilaku manusia itu diakibatkan oleh pengaruh pendidikan, tetapi suatu perubahan disebabkan oleh kematangan dirinya dan factor lingkungan yang dapat membentuk prilaku seseorang.
Terkait dengan ini, ada beberapa ciri tingkah laku yang disebabkan oleh pendidikan atau hasil belajar yaitu: terbentuknya tingkah laku baru yang berupa kemampuan aktual dan kemampuan potensial, kemampuan baru berlaku dalam waktu yang relative lama, dan kemampuan baru itu diperoleh melalui usaha rasional.

d.  Landasan Organisatoris
Kurikulum merupakan pengalaman dan kegiatan di bawah tanggungjawab guru dam sekolah. Pengalaman-pengalaman dan kegiatan tersebut haruslah disusun sedemikian rupa agar lebih efektif dan efisien dalam penyampaian terhadap siswa. Untuk itu diperlukan adanya organisasi kurikulum. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa organisasi kurikulum adalah berpa kerangka umum program-program pengajaran yang akan disampaikan kepada murid-murid. Dari pengalaman yang terbentuk dari program-program itu diharapkan dapat amemberikan pengaruh terhadap perubahan prilaku siswa sesuai dengan tujuan yang ditetapkan. Suatu perubahan prilaku akan nampak dalam jangka pendek pada level pengajaran. Suatu organisasi kurikulum dapat berfungsi untuk lebih memudahkan dalam pelaksanaan proses belajar mengajar, karena dengan organisasi kurikulum tersebut pengalaman yang sifatnya beragam akan lebih mudah bagi guru dalam penyajian abahan-bahan pelajaran kepada siswa.

C.  Prinsip-Prinsip Pengembangan Kurikulum
Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa prinsip dasar yang dapat dipakai agar kurikulum yang dihasilkan benar-benar sesuai dengan keinginan yang diharapkan semua pihak, yaitu sekolah (pesantren), murid (santri), orang tua, masyarakat, dan pemerintah. Prinsip-prinsip pengembangan kurikulum tersebut dapat dijabarkan sebagai berikut :
1.    Prinsip Relevansi
Yang dimaksud dengan relevansi pendidikan disini adalah adanya kesesuaian atau keserasian antara hasil pendidikan dengan tuntutan kehidupan yang ada di masyarakat. Atau dengan kata lain bahwa pendidikan itu dianggap relevan jika hasil pendidikan mempunyai nilai fungsional bagi kehidupan. Kurikulum sebagai isi atau bahan pendidikan harus juga relevan dengan kehidupan manusia, agar kurikulum mempunyai sifat nilai fungsional. Menurut Subandiyah, prinsip relevan ini meliputi: (1) Relevan pendidikan dengan kurikulum anak didik artinya, bahwa dalam pengembangan kurikulum termasuk dalam menentukan bahan pengajaran hendaknya disesuaikan dengan kehidupan nyata anak didik. (2) Relevansi pendidikan dengan kehidupan sekarang dan akan dating. Materi yang diajarkan hendaklah. (3) Relevansi pendidikan dengan dunia kerja. Maksudnya kurikulum dan proses pendidikan sedapat mungkin dapat diorientasikan ke dunia kerja menurut jenis pendidikan, sehingga pengetahuan teoritik dari bangku sekolah dapat diaplikasikan dengan baik dalam dunia kerja. (4) Relevansi pendidikan dengan ilmu pengetahuan.[8]
2.    Prinsip Efektivitas
Yang dimaksud dengan prinsip efektivitas adalah sejauhmana perencanaan kurikulum dapat dicapai sesuai dengan keinginan yang ditentukan. Dalam proses pendidikan efektivitasnya dapat dilihat dari dua sisi yaitu: (1) Efektivitas mengajar pendidikan berkaitan dengan sejauhmana kegiatan belajar mengajar yang telah direncanakan dapat dilaksanakan dengan baik. (2) Efektivitas belajar anak didik berkaitan dengan sejauh mana tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan telah dapat dicapai melalui kegiatan belajar mengajar yang telah dilaksanakan.[9]
3.    Prinsip Efisiensi
Prinsip efisiensi ini berhubungan dengan perbandingan antara hasil yang dicapai dengan usaha yang dijalankan, atau biaya yang dikeluarkan. Suatu usaha dikatakan efisien, apabila hasil yang dicapai itu sesuai dengan usaha atau biaya yang diakehendaki. Sebaliknya, jika hasil yang dicapai sebanding dengan apa yang dikeluarkan, maka dapat dikatakan tidak efisien.
Dalam pengembangan kurikulum, harus diperhatikan efisiensi baik yang terkait dengan waktu, tenaga, peralatan, dan biaya. Efisiensi waktu perlu diperhatikan karena berhubungan dengan kegiatan belajar murid, agar tidak banyak membuang waktu di sekolah. Efisiensi penggunaan tenaga dan aperalatan perlu ditetapkan karena berhubungan dengan jumlah minimal murid yang harus dipenuhi oleh lembaga pendidikan dan cara menentukan jumlah guru yang dibutuhkan dengan mengusahakan tercapainya berbagai segi efisiensi di atas, diharapkan dapat dicapai efisiensi dalam pembiayaan pendidikan.
4.    Prinsip Kontinuitas (Kesinambungan)
Prinsip kesinambungan dalam pengembangan kurikuolum menunjukkan saling berkaitan antara tingkat pendidikan, jenis program pendidikan dan bidang studi: (1) Kesinambungan antara berbagai tingkat sekolah yaitu Bahan pelajaran yang diperlukan untuk belajar lebih lanjut pada tingkat pendidikan yang lebih tinggi hendaknya sudah di ajarkan pada tingkat pendidikan sebelumnya atau dibawahnya. Bahan pelajaran yang telah diajarkan pada tingkat pendidikan yang lebig rendah tidak harus diajarkan lagi pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi, sehingga terhindar dari tumpang tindih dalam pengaturan bahan dalam proses belajar mengajar. (2) Kesinambungan ini menunjukkan bahwa dalam pengembangan kurikulum harus memperhatikan hubungan antara bidang studi yang satu dengan yang lainnya.[10]
5.    Prinsip Fleksibilitas
Fleksibilitas maksudnya adalah tidak kaku, ada semacam raung gerak yang memberikan adanya kebebasan dalam bertindak. Didalam kurikulum fleksibilitas dapat dibagi menjadi 2 macam yaitu: (1) Fleksibilitas ddidalam memilih program pendidikan. Maksudnya bentuk pengadaan program-program pilihan yang dapat berbentuk jurusan, program spesialisasi, maupun program-program ketrampilan yang dapat dipilih murid atas dasar kemampuan dan minatnya. (2) Fleksibilitas dalam pengembangan program pengajaran. Maksudnya dalam bentuk memberikan kesempatan kepada para pendidik dalam hal mengembangkan sendiri program-program pengajaran dengan berpatokan pada tujuan dan bahan pengajaran di dalam kurikulum yang masih bersifat umum.[11]
6.    Prinsip Berorientasi pada Tujuan
Prinsip berorientasi pada tujuan maksudnya adalah bahwa sebelum bahan ditentukan, terlebih dahulu perlu dilakukan penentuan tujuan. Hal ini dimaksudkan agar semua jam dan aktifitas pembelajaran yang dilaksanakan oleh para pendidik dan anak didik diharapkan betul-betul terarah kepada tercapainya tujuan pendidikan yang telah ditetapkan tersebut. Dengan adanya kejelasan tujuan, pendidikan diharapkan dapat menentukan secara tepat mengenai metode mengajar, alat pengajaran dan evaluasi.[12] 
7.    Prinsip Sinkronisasi
Prinsip sinkronisasi dimaksudkan adanya sifat yang terarah dan setujuan dengan semua kegiatan yang dilakukan oleh kurikulum.[13] Kegiatan-kegiatan kurikulum yang diinginkan bukan saling menghambat kegiatan kurikulum yang lain, yang dapat mengganggu keterpaduan. Kurikulum sebagai suatu system, komponen-komponen kurikulum harus bersifat sepadan dan dapat membentuk satu kesatuan yang utuh. Dengan keterpaduan semua komponen yang ada dalam system itu, semua kegiatan yang disarankan oleh satu komponen dengan yang lain tidak bertentangan. Kurikulum yang bersifat singkron, pada gilirannya akan memungkinkan tercapainya tujuan pendidikan yang diharapkan.

D.  Bentuk-bentuk Pengembangan Kurikulum
Dalam dunia pendidikan ada 2 macam bentuk dalam pengembangan kurikulum : (1) Pengembangan atas dasar system (system based development). Pengembangan atas dasar system, bermula pembaharuan kurikulum pada setiap lembaga. Pendidikan kurikulum tersebut ditelaah secara menyeluruh atau sebagai suatu system, bukan bagian-bagian dari kurikulum, misalnya hanya pembaharuan pada metode dan evaluasinya saja.
Langkah berikutnya setelah diadakan kajian secara menyeluruh adalah meurmuskan dan merefleksikan tujuan-tujuan umum satu program pembaharuan dan merumuskan tujuan-tujuan khusus dari tujuan umum tersebut. (2) Pengembangan atas dasar mata pelajaran (subyect matter based development). Pengembangan kurikulum atas dasar mata pelajaran, bertitik tolak dari suatu usaha untuk meningkatkan kualitas belajar dan suatu bidang pengetahuan tertentu berdasarkan pada pemikiran tersebut, maka pengembangan lebih dipusatkan kepada peningkatan bagian tertentu dari kurikulum.
Pengembangan kurikulum, semacam ini kurang begitu memperhatikan adanya “in service training”  atau latihan lanjutan dari guru. Menurut pandangan ini bahwa materi pelajaran-pelajaran sudah dianggap mampu untuk mentransmisi perubahan-perubahan yang dianjurkan dalam pendekatan pengajaran.

E.  Evaluasi Pengembangan Kurikulum
Menilai suatu kurikulum, menurut Nana Sudjana,[14] memerlukan perencanaan yang seksama dan sistematis. Seksama artinya cermat, teliti dalam menentukan tujuan, lengkap dan strategi yang akan digunakan dalam penilaian sedangkan sistematis, artinya menempuh tahap-tahap tertentu, dan setiap tahap mengandung langkah yang jelas apa yang harus dilakukan oleh penilai kurikulum. Ada dua tahap yang biasa dilakukan dalam menilai suatu kurikulum, yaitu tahap persiapan dan tahap pelaksanaan. Tahap berikutnya adalah tahap pemanfaatan hasil penilainnya, yang merupakan tahap tindak lanjut dari penilaian sehingga tidak dimasukkan dalam tahap penilaian.
1.    Tahap Persiapan
Tahap persiapan pada dasarnya menentukan apa dan bagaimana penilaian harus dilakukan: artinya, perlu rencana yang jelas mengenai kegiatan penilaian, termasuk alat dan sarana yang diperlukan. Ada beberapa langkah yang harus dikerjakan dalam tahap persiapan ini yaitu: (1) Menyusun term of reformence (TOR) penilaian sebagai rujukan pelaksanaan penilaian. Dan TOR ini dijelaskan target dan sasaran penilaian, lingkup atau obyek yang dinilai, alat dan instrument yang digunakan, prosedur dan cara penilaian, organisasi yang menangani penilaian, serta biaya pelaksanaan penilaian. TOR ini disusun sedemikian rupa agar tugas-tugas evaluator lebih jelas dalam melaksanakan penilaian pada waktunya.
Penyususnan TOR sebaiknya dipersiapkan oleh satu tim dengan mengikut sertakan beberapa tenaga yang punya keahlian yang berbeda, seperti ahli bidang studi, ahli kurikulum, ahli evaluasi, sehingga lebih komprehensip dan dapat diandalkan. TOR yang telah disusun, dibahas dan dikonsultasikan terlebih dahulu dengan penentu kebijakan agar hasil-hasilnya dapat memenuhi harapan dan keinginan para pengambil keputusan, setidak-tidaknya relevan dengan masalah yang perlu pemecahan dan penyempurnaan. (2) Klasifikasi artinya mengadakan penelaahan perangkat evaluasi, seperti tujuan yang ingin dicapai, isi penilaian, strategi yang digunakan, sumber data, instrument dan jadwal penilaian. Dengan kata lain, klarifikasi ini adalah penjabaran lebih lanjut dari term of reference dalam bentuk kegiatan yang lebih operasional, sebagaimana, penilaian harus dilaksanakan dan perangkat apa yang harus disediakan. (3) Uji coba penilaian (Try Out) yaitu melaksanakan tehnik dan prosedur penilaian diluar sample penilaian. Tujuan utama adalah untuk melihat keterandalan alat-lat penilaian dan melatih tenaga penilaiannya termasuk logistiknya, agar kualitas data yang kelak akan diperoleh lebih meyakinkan. Hasil uji coba dianalisis untuk dijadikan dasar dalam perbaikan dan penyempurnaan baik dalam hal prosedur maupun instrument yang digunakan. Ada baiknya dalam uji coba unsur pimpinan dan pengambil keputusan dilibatkan, agar dapat meyakinkan mereka tentang kualitas data yang diperoleh, dan manfaatnya untuk penyempurnaan kurikulum sesuai dengan tujuan penilaian yang direncanakan.
2.    Tahap Pelaksanaan
Setelah uji coba dilaksanakan dan perbaikan/penyempuranna prosedur, tehnik serta instrument penilaian, langkah berikutnya adalah melaksanakan penilaian. Beberapa kegiatan yang dilakukan dalam melaksanakan penilaian ini antara lain:
a.    Pengumpulan data di lapangan artinya melaksanakan penilaian melalui instrument yang telah dipersiapkan terhadap sumber data sesuai dengan program yang telah direncakanan. Pengumpulan data dilakukan oleh tim penilai berdasarkan jadwal yang telah ditentukan.
b.    Menyusun dan mengolah data. Hasil penilaian baik yang dihasilkan berdasarkan persepsi pelaksanaan kurikulum dan kelompok sasaran kurikulum (siswa) maupun data berdasarkan hasil amatan dan monitoring penilai. Persepsi pelaksanaan kurikulum, artinya pandangan dan pendapat para guru, kepala sekolah, guru pembimbing, yang diungkapkan melakukan berbagai instrument, seperti wawancara atau dengan questioner bahkan mungkin melalui penyajian/testing. Sedangkan dari kelompok sasaran kurikulum (siswa), menggunakan data hasil belajar yang dicapainya. Persepsi penilaian adalah data dan informasi hasil pengamatan pelaksanaan kurikulum yang dilakukannya.
c.    Menyusun diskripsi kurikulum tersebut, berdasarkan data dan informasi yang diperoleh dari hasil penelitian. Diskripsi tersebut pada hakikatnya adalah melukiskan kurikulum yang harusnya dilakukan dan membandingkannya dengan hasil penilaian, sehingga dapat diketahui kesenjangannya. Dengan adanya diskripsi hasil penilaian tersebut, maka akan memudahkan analisis dan interpretasi keberhasilan kurikulum, kelebihan dan kekurangannya serta kemungkinan-kemungkinan penyususnnya. Dengan kata lain, perbedaan persepsi antara kurikulum yang diniati dengan apa yang dilaksanakan dapat diungkapkan secara koprehensip, sehingga tindakan-tindakan korektif dalam rangka pemanfaatan informasi bahkan dapat dioptimalkan.
d.   Menentukan judgment terhadap diskripsi kurikulum berdasarkan kriteria tertentu yang telah ditentukan. Judgment dapat menggunakan dua macam logika, yaitu logika vertikal dan horizontal.Logika vertical mengutamakan konsistensi logis dari kutub atas dank e kutub bawah atau sebaliknya. Artinya gagasan yang terkandung dalam kurikulum yang diniati dilaksanakan guru sebagaimana mestinya. Sedangkan logika horizontal  mengutamakan kesesuaian antara apa yang dilaksanakan dengan seharusnya dilaksanakan, kriteria penilaian dapat menggunakan dua macam, yaitu kriteria mutlak dan kretiria relatif. Kriteria mutlak adalah membandingkan kurikulum antar kelompok yang sama. Judgment ini kemudian diterjemahkan menjadi rekomendasi-rekomendasi formatif dan sumatif sesuai dengan rujukan yang ada dalam term of reference.
e.    Menyusun laporan hasil penilaian termasuk rekomendasi-rekomendasinya, implikasi pemecahan masalah dan tindakan korektif bagi para pengambil keputusan perbaikan/penyempurnaan kurikulum.
3.    Tahap Laporan
Laporan hasil penilaian dibuat untuk konsumsi luas, sehingga isi, sistematika, bahasa dan teknis laporan harus mudah dipahami dan mempunyai nilai praktis di lapangan, sehingga bisa dimanfaatkan oleh para pelaksana kurikulum. Pembahasan dan pengukuhan hasil-hasil penilaian dalam satu pertemuan khusus yang melibatkan tim penilai. Dengan pelaksanaan kurikulum pengambilan keputusan dan mungkin dari unsur lain yang relevan, sangat diperlukan setelah hasil-hasil dimanfaatkan.
Tahap dan langkah-langkah diatas, sekedar memberikan gambaran umum yang dalam pelaksanaannya bisa dikembangkan lebih luas dan terinci sesuai dengan kebutuhan. Namun yang penting, bahwa kegiatan penilaian kurikulum memerlukan perencanaan yang seksama, tidak asal jadi, dilakukan melalui prosedur ilmiah, sehingga hasil-hasilnya dapat digunakan untuk pengembangan kurikulum, baik dalam lingkup yang terbatas maupun lingkup yang lebih luas.

SEMOGA BERMANFAAT







[1] Oemar Hamalik, Pengembangan Kurikulum, (Bandung : Bandar Maju, 1990), 105.
[2] Winarno Surakhmand, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum. (Jakarta: Proyek Pengadaan Buku Sekolah Pendidikan Guru, 1977), 75.
[3] Oemar Hamalik, Evaluasi Kurikulum (Bandung: Remaja Rosdakarya, 1993), 6.
[4] Burhan Nurgiantoro, Dasar-dasar Pengembangan Kurikulum Sekolah (Yogyakarta: BPFE IKIP, 1988), 25.
[5] Ibid., 30.
[6] A. Hamid Syarif, Pengembangan Kurikulum, (Jakarta: Bina Ilmu, 1996), 103.
[7] Soerjono Soekamto, Sosiologi Suatu Pengantar (Jakarta: tp, 1984), 59.
[8] Sudandijah, Pengembangan dan Inovasi Kurikulum (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1993) 49-50.
[9] Ibid. 114
[10] Ibid, 115
[11] Ibid, 116
[12] Ibid, 116
[13]Nurgiantoro, Dasar-dasar, Pengembangan …., 158.
[14] Nana Sudjana, Pembinaan dan Pengembangan Kurikulum di Sekolah, (Bandung: Sinar Baru Algensindo, 2002), 140-143.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar