SELF-REGULATED
LEARNING
(SRL)
Author
By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
Year:
Magister – IAIN Tulungagung 2013
Language:
Ind
Awalnya Self-regulated learning (SRL) memang terbentuk dari lingkungan rumah
melalui harapan yang diciptakan oleh orang tua terhadap
anaknya,
namun kemampuan tersebut akan tumbuh mencapai puncaknya
melalui situasi belajar di sekolah
...Selamat
membaca...
Self-regulated
learning atau biasa
yang dikenal dengan (SRL) merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif siswa
yang memiliki kemampuan untuk mempergunakan pemikiran-pemikirannya,
perasaan-perasaannya, strateginya dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, masalah inisiatif siswa menjadi
sangat penting untuk memulai adanya kemampuan ini. Siswa yang aktif, kreatif,
dinamis biasanya akan mempunyai banyak inisiatif untuk melakukan kegiatan,
sehingga bisa diperkirakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan SRL cenderung
akan menunjukkan tingkah laku yang dinamis dan aktif. Sifat demikian tersebut,
apabila siswa memiliki tujuan yang ingin dicapainya, maka pikiran, perasaan,
strategi, dan tingkah lakunya diusahakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan
tersebut.
Demikian pula dalam belajar, seorang siswa yang sudah
tahu pasti tujuan dari kegiatan belajarnya akan mengerahkan segala pemikiran,
perasaan, penerapan strategi, dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang
telah ditetapkannya. Maka, betapa efektifnya belajar jika seorang siswa memiliki keterampilan
SRL ini. Pikiran, perasaan, strategi dan tingkah laku yang sudah terarah pada
tujuan pembelajaran merupakan suatu modal yang paling penting untuk terjadinya
proses belajar siswa. Dengan adanya
hal tersebut akan membuat siswa menjadi termotivasi untuk belajar.
Pada dasarnya self-regulated learning (SRL) ini sangat berhubungan dengan motivasi yang ada dalam diri
seseorang. Motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan
mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat
ketekunan siswa sangat
ditentukan oleh kuat lemahnya motivasi di dalam dirinya. Lebih jauh dijelaskan self-regulated learning merupakan proses
pengembangan kemampuan, keterampilan dan sikap individu dalam memotivasi diri
sendiri demi mencapai tujuan. Ada 3 komponen motivasi yang dapat dikaitkan dengan self-regulated learning (SRL) yaitu: Pertama, Komponen harapan (expectancy). Komponen ini mencoba melihat seberapa besar kepercayaan
yang dimiliki individu bahwa ia memiliki kemampuan untuk menunjukkan
kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan bertanggung jawab atas unjuk kerja
mereka sendiri. Secara umum komponen ini menjawab pertanyaan Apakah saya mampu menyelesaikan tugas ini?. Individu yang
memiliki kepercayaan bahwa mereka mampu juga memiliki kemampuan untuk
menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan lebih bertahan dalam
mengerjakan tugas.
Kedua, Komponen nilai (value). Komponen ini melibatkan tujuan yang ingin dicapai dan kepercayaan individu
mengenai seberapa penting dan menarik tugas yang mereka hadapi. Dengan kata
lain, komponen ini mencoba melihat alasan yang digunakan individu dalam
menyelesaikan tugas atau untuk menjawab pertanyaan Mengapa saya menyelesaikan
tugas ini?. Dari penelitian terlihat bahwa individu yang memilliki orientasi
motivasi ini akan secara aktif menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan
lebih bertahan dalam mengerjakan tugas.
Ketiga, Komponen motivasional. Komponen ini melihat dari sisi afeksi dan reaksi emosional individu
terhadap tugas. Pertanyaan yang timbul adalah Bagaimana perasaan saya mengenai
tugas ini. Penelitian menunjukkan bahwa berkaitan dengan belajar maka emosi
yang paling penting adalah bagaimana kecemasan yang timbul dalam menghadapi
ujian-ujian.
Untuk mengembangkan self-regulated learning (SRL) diperlukan
model
pembelajaran yang tepat.
Model pembelajaran tersebut akan mencerminkan metode belajar yang digunakan dalam mencapai
tujuan belajar tertentu. Dalam hal ini penerapan experiential learning untuk mengembangkan SRL sangat diperlukan. Komponen experiential
learning mencakup aspek kognitif, afektif, dan perilaku atau tindakan yang dilakukan siswa. Model pembelajaran experiential
learning awalnya dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal tahun 1980an yang menekankan pada model pembelajaran utuh (holistik) dalam
proses belajar. Pada Model
pembelajaran experiential learning unsur pengalaman memiliki peran penting. Unsur
“experiential” merupakan faktor yang membedakan dengan
berbagai pendekatan belajar lainnya. Experiential
learning mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan
diciptakan melalui transformasi
dari sebuah pengalaman yang didapat
oleh siswa.
Model belajar eksperiensial
merupakan proses belajar yang utuh (holistic) dari aspek thinking (kognitif), feeling (afektif), dan doing (konatif). Proses belajar pada model experiential ini melibatkan dua dimensi
yaitu: dimensi umum dari
aktivitas belajar dan dimensi cognitive growth. Yaitu antara dimensi
abstrak dan nyata, serta antara dimensi aktif dan reflektif. Dalam hai ini
proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses
konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).
Semoga tulisan ini bermanfaat, Aamiin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar