Kamis, 03 April 2014

SRL



                                   SELF-REGULATED LEARNING (SRL)
Author By: Aminatul Zahroh, M.Pd.I
Year: Magister – IAIN Tulungagung 2013
Language: Ind

Awalnya Self-regulated learning (SRL) memang terbentuk dari lingkungan rumah
melalui harapan yang diciptakan oleh orang tua terhadap anaknya,
namun kemampuan tersebut akan tumbuh mencapai puncaknya
melalui situasi belajar di sekolah
...Selamat membaca...

Self-regulated learning atau biasa yang dikenal dengan (SRL) merupakan belajar yang terjadi atas inisiatif siswa yang memiliki kemampuan untuk mempergunakan pemikiran-pemikirannya, perasaan-perasaannya, strateginya dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, masalah inisiatif siswa menjadi sangat penting untuk memulai adanya kemampuan ini. Siswa yang aktif, kreatif, dinamis biasanya akan mempunyai banyak inisiatif untuk melakukan kegiatan, sehingga bisa diperkirakan bahwa siswa yang memiliki kemampuan SRL cenderung akan menunjukkan tingkah laku yang dinamis dan aktif. Sifat demikian tersebut, apabila siswa memiliki tujuan yang ingin dicapainya, maka pikiran, perasaan, strategi, dan tingkah lakunya diusahakan dan diarahkan untuk mencapai tujuan tersebut.
Demikian pula dalam belajar, seorang siswa yang sudah tahu pasti tujuan dari kegiatan belajarnya akan mengerahkan segala pemikiran, perasaan, penerapan strategi, dan tingkah lakunya untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkannya. Maka, betapa efektifnya belajar jika seorang siswa memiliki keterampilan SRL ini. Pikiran, perasaan, strategi dan tingkah laku yang sudah terarah pada tujuan pembelajaran merupakan suatu modal yang paling penting untuk terjadinya proses belajar siswa. Dengan adanya hal tersebut akan membuat siswa menjadi termotivasi untuk belajar.
Pada dasarnya self-regulated learning (SRL) ini sangat berhubungan dengan motivasi yang ada dalam diri seseorang. Motivasi yang tinggi dalam diri seseorang akan mempengaruhi pencapaian tujuan yang diharapkan. Dalam proses belajar, tingkat ketekunan siswa sangat ditentukan oleh kuat lemahnya motivasi di dalam dirinya. Lebih jauh dijelaskan self-regulated learning merupakan proses pengembangan kemampuan, keterampilan dan sikap individu dalam memotivasi diri sendiri demi mencapai tujuan. Ada 3 komponen motivasi yang dapat dikaitkan dengan self-regulated learning (SRL) yaitu: Pertama, Komponen harapan (expectancy). Komponen ini mencoba melihat seberapa besar kepercayaan yang dimiliki individu bahwa ia memiliki kemampuan untuk menunjukkan kemampuannya dalam menyelesaikan tugas dan bertanggung jawab atas unjuk kerja mereka sendiri. Secara umum komponen ini menjawab pertanyaan Apakah saya mampu menyelesaikan tugas ini?. Individu yang memiliki kepercayaan bahwa mereka mampu juga memiliki kemampuan untuk menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan lebih bertahan dalam mengerjakan tugas.
Kedua, Komponen nilai (value). Komponen ini melibatkan tujuan yang ingin dicapai dan kepercayaan individu mengenai seberapa penting dan menarik tugas yang mereka hadapi. Dengan kata lain, komponen ini mencoba melihat alasan yang digunakan individu dalam menyelesaikan tugas atau untuk menjawab pertanyaan Mengapa saya menyelesaikan tugas ini?. Dari penelitian terlihat bahwa individu yang memilliki orientasi motivasi ini akan secara aktif menggunakan strategi kognitif, metakognitif dan lebih bertahan dalam mengerjakan tugas.
Ketiga, Komponen motivasional. Komponen ini melihat dari sisi afeksi dan reaksi emosional individu terhadap tugas. Pertanyaan yang timbul adalah Bagaimana perasaan saya mengenai tugas ini. Penelitian menunjukkan bahwa berkaitan dengan belajar maka emosi yang paling penting adalah bagaimana kecemasan yang timbul dalam menghadapi ujian-ujian.
Untuk mengembangkan self-regulated learning (SRL) diperlukan model pembelajaran yang tepat. Model pembelajaran tersebut akan mencerminkan metode belajar yang digunakan dalam mencapai tujuan belajar tertentu. Dalam hal ini penerapan experiential learning untuk mengembangkan SRL sangat diperlukan. Komponen experiential learning mencakup aspek kognitif, afektif, dan perilaku atau tindakan yang dilakukan siswa. Model pembelajaran experiential learning awalnya dikembangkan oleh David Kolb sekitar awal tahun 1980an yang menekankan pada model pembelajaran utuh (holistik) dalam proses belajar. Pada Model pembelajaran experiential learning unsur pengalaman memiliki peran penting. Unsur experiential” merupakan faktor yang membedakan dengan berbagai pendekatan belajar lainnya. Experiential learning mendefinisikan belajar sebagai proses dimana pengetahuan diciptakan melalui transformasi dari sebuah pengalaman yang didapat oleh siswa.
Model belajar eksperiensial merupakan proses belajar yang utuh (holistic) dari aspek thinking (kognitif), feeling (afektif), dan doing (konatif). Proses belajar pada model experiential ini melibatkan dua dimensi yaitu: dimensi umum dari aktivitas belajar dan dimensi cognitive growth. Yaitu antara dimensi abstrak dan nyata, serta antara dimensi aktif dan reflektif. Dalam hai ini proses pengalaman dan refleksi dikategorikan sebagai proses penemuan (finding out), sedangkan proses konseptualisasi dan implementasi dikategorikan dalam proses penerapan (taking action).

Semoga tulisan ini bermanfaat, Aamiin. 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar