Studi Al-Quran
Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Rasm
Al-Quran
Oleh: Aminatul Zahroh
PENULIS BUKU
& AKADEMISI PASCASARJANA
STAIN TULUNGAGUNG
BAB I
PENDAHULUAN
- Latar Belakang
Al-Quran merupakan Kalamullah yang
keasliannya tidak pernah terbantahkan, karena dijamin oleh Allah SWT,
sebagaimana Firmannya:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Sesungguhya
kamilah yang menurunkan Al-Quran, dan sesungguhnya kami benar-benar
memeliharanya (QS. Al-Hijr: 9)
Penjagaan terhadap keotentikan Al-Quran
dari penyelewengan dilakukan dengan 3 cara yaitu hafalan, tulisan dan pada
tahun-tahun berikutnya dilakukan dengan merekam suara bacaan Al-Quran. Hal ini
merupakan keunggulan yang diberikan Allah kepada umat Nabi Muhammad SAW yang
tidak diberikan kepada umat yang lain.
Dilatar belakangi oleh beberapa
peristiwa yaitu banyak sahabat yang hafal Al-Quran gugur dimedan perang.
Disamping itu, Al-Quran belum ditulis dalam satu mushaf, melainkan
berpencar-pencar disebabkan karena memang Al-Quran diturunkan sewaktu-waktu,
sehingga ayat dan surat-suratnya belum berurutan dengan sempurna.
Pada tahun-tahun berikutnya
permasalahan yang terjadi menyangkut Al-Quran semakin komplek dan berpotensi
menimbulkan perpecahan diantara umat islam. Maka Khalifah Utsman bin Affan berinisiatif
untuk menyatukan Al-Quran dalam satu kaidah.
Penjagaan terhadap Al-Quran menjadi
pekerjaan besar manakala keotentikan terhadap keutuhan pesan yang dibawa
tiap-tiap generasi, dengan upaya semangat penyatu ataupun yang diprakarsai oleh
Khalifah Utsman bin Affan. Penyeragaman ini menimbulkan kekhawatiran akan
terjadinya rekayasa manusia terhadap Al-Quran. Hal tersebut mungkin terjadi
karena Rasulullah SAW telah wafat.
Persoalan-persoalan diatas harus
mendapat jawaban yang jelas bahwa Al-Quran telah melalui perjalanan yang
panjang dan masa yang sulit sehingga akhirnya dapat terwujud sebagaimana kita
jumpai.
- Rumusan Masalah
1. Apa
yang dimaksud dengan pemeliharaan dan pengumpulan Al-Quran?
2. Bagaimana
pemeliharaan dan pengumpulan Al-Quran pada masa Rasulullah SAW?
3. Bagaimana
pemeliharaan dan pengumpulan Al-Quran pada masa Abu Bakar?
4. Bagaimana
pemeliharaan dan pengumpulan Al-Quran pada masa Ustman bin Affan?
5. Bagaimana
pemeliharaan dan pengumpulan Al-Quran pada masa setelah Khulafaur Rasyidin?
6. Apa
yang dimaksud dengan rasm Al-Quran?
7. Apa
hikmah yang bisa diambil dari materi pemeliharaan, pengumpulan dan rasm Al-Quran
dikaitkan dengan masa sekarang?
BAB II
PEMBAHASAN
- Pengumpulan dan Pemeliharaan Al-Quran
Pemeliharaan Al-Quran adalah penjagaan
kemurnian Al-Quran baik lafadz maupun maknanya mulai pertama mulai pertama kali
Al-Quran diturunkan sampai masa sekarang dan yang akan datang. Sebenarnya pemeliharaan
kemurnian Al-Quran adalah lewat pengumpulan.[1]
1. Pengertian
pengumpulan Al-Quran
a. Pengumpulan
dalam arti hifdzuhu (menghafalkan dalam hati)
Para ulama yang memakai istilah Jam’ul
Quran membagi artinya dalam dua kategori: pertama, proses
penghafalannya dan kedua, proses pencatatan serta penulisan Al-Quran.
Adapun yang dimaksud disini, Jam’ul Quran artinya hufazzuhu
(penghafal-penghafal, orang yang menghafalkannya didalam hati). Inilah makna
yang dimaksudkan dalam firman Allah kepada Nabi-nabi senantiasa
menggerak-gerakkan kedua bibir dan lidahnya untuk membaca Al-Quran ketika itu
turun kepadanya sebelum Jibril selesai membacakannya, karena ingin
menghafalkannya.[2]
Kedatangan wahyu merupakan sesuatu yang
dirindukan Nabi SAW, oleh karena itu ketika datang wahyu, Nabi langsung
menghafal dan memahaminya. Dengan demikian, Nabi adalah orang pertama yang
menghafal Al-Quran. Tindakan Nabi merupakan suri tauladan bagi para sahabatnya.[3]
Imam Al-Bukhari mencatat sekitar tujuh orang sahabat Nabi yang terkenal dengan
hafalan Al-Qurannya, diantara mereka yaitu: Abdullah bin Mas’ud, Salim bin Mi’qal
(bekas budak Abu Hudzaifah), Mu’ad bin Jabal, Ubay bin Ka’ab, Zaid bin Tsabit, Abu
Zait As-Sakan, dan Abu Darda.[4]
عن عبدالله بن عمرو بن العاص قال : سمعت رسول
الله ص. م يقول : خذوا القران من اربعة : من عبد الله بن مسعود وسالم ومعاذ وأبي
بن كعب.
Diriwayatkan
dari Abdullah bin Amr al-Ash bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Ambillah al-Quran
dari empat orang, yaitu Abdullah bin Mas’ud, Salim, Mu’adz bin Jabal dan Ubay bin
Ka’ab”.
b. Pengumpulan
dalam dalam arti kitabuhu kullihi (penulisan Al-Quran semuanya)
Yaitu penulisan Al-Quran dengan cara
memisah-misahkan ayat-ayat dan surah-surahnya, atau menertibkan ayat-ayat
semata dan setiap surah ditulis dalam satu lembaran terpisah atau menertibkan
ayat-ayat dan surah-surahnya dalam lembaran-lembaran yang terkumpul yang
menghimpun semua surat, sebagian ditulis sesudah bagian yang lain.
c. Pengumpulan
Al-Quran dalam arti merekam suara bacaan Al-Quran
Rosulullah mengutus orang-orang yang
ahli membaca Al-Quran kepada orang-orang yang baru masuk islam, dan apabila
memungkinkan menuliskannya untuk mereka. Pada masa khalifah, mereka juga
mengirimkan ahli baca Al-Quran ke negeri-negeri taklukkan seperti pengiriman
mushaf pada masa Ustman juga didampingi para qari. Hal-hal yang mendasari
pengumpulan Al-Quran dalam bentuk rekaman suara adalah: Tuntutan pelestarian Al-Quran
dan memudahkan memahami Al-Quran serta menghafalkannya.[5]
- Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Rosulullah SAW
Penulisan atau pengumpulan Al-Quran dimasa
Rasulullah dikelompokkan menjadi dua kategori, yaitu: pengumpulan dalam dada
berupa hafalan dan penghayatan, serta pengumpulan dalam catatan berupa
penulisan kitab.[6]
Pada mulanya, bagian-bagian Al-Quran yang
diwahyukan kepada Muhammad dipelihara dalam ingatan Nabi dan para Sahabatnya.
Tradisi hafalan yang kuat di kalangan masyarakat Arab telah memungkinkan
terpeliharanya Al-Quran. Jadi, setelah menerima suatu wahyu, Nabi lalu
menyampaikannya kepada para sahabat, yang kemudian menghafalkannya.[7]
Setelah menerima ayat Al-Quran Nabi SAW memanggil para sahabat yang mampu baca
tulis untuk menulis ayat-ayat yang baru saja diterimanya disertai informasi
tempat dan urutan setiap ayat dalam suratnya. Ayat-ayat tersebut ditulis dalam lempengan
batu, pelepah kurma, kulit-kulit, dan serpihan tulang binatang.[8]
Dalam penulisan Al-Quran, Rosulullah membentuk
tim penulis yang terdiri dari beberapa sahabat antara lain Abu Bakar, Umar bin Khattab,
Ustman bin Affan, Ali bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abi Sufyan, Zaid bin Tsabit,
Kholid bin Walid, Ubay bin Ka’ab, dan Tsabit bin Qois.[9]
Kegiatan tulis menulis al-quran pada masa nabi di samping dilakukan oleh para
sekretaris Nabi, juga dilakukan para sahabat lainnya. Kegiatannya itu
didasarkan pada hadis Nabi, sebagaimana yang telah diriwayatkan oleh Muslim
yang berbunyi:
لاتكتبوا عني شيا إلاالقران ومن كتب عني سوى
القران فليمحه
“Janganlah kamu menulis sesuatu yang
berasal dariku, kecuali al-Quran. Barang siapa telah menulis dariku selain
al-Quran, hendaklah ia menghapusnya”.
Penulisan pada masa Nabi belum terkumpul
menjadi satu mushaf disebabkan beberapa faktor, yakni: Pertama, tidak
adanya faktor pendorong untuk membukukan Al-Quran menjadi satu mushaf mengingat
rasulullah masih hidup dan banyaknya sahabat yang menghafal Al-Quran, dan sama
sekali tidak ada unsur-unsur yang diduga akan mengganggu kelestarian Al-Quran. Kedua,
Al-Quran diturunkan secara berangsur-angsur, maka suatu hal yang logis bila Al-Quran
baru bisa dibukukan dalam satu mushaf setelah Nabi SAW wafat. Ketiga,
selama proses turun Al-Quran masih terdapat kemungkinan adanya ayat-ayat
Al-Quran yang mansukh.
Faktor yang mendorong penulisan al-Quran
pada masa Nabi adalah:
1. Membukukan
hapalan yang telah dilakukan oleh Nabi dan para sahabatnya.
2. Mempresentasikan
wahyu dengan cara yang paling sempurna. Hal ini karena hapalan para sahabat
saja tidak cukup, terkadang mereka lupa atau sebagian dari mereka ada yang
wafat. Adapun tulisan akan tetap terpelihara walaupun pada masa Nabi, penulisan
al-Quran tidaklah pada satu tempat.
Uraian di atas dapat disimpulkan bahwa
pada masa Nabi al-Quran tidak ditulis pada satu tempat, melainkan pada tempat
yang terpisah-pisah. Hal ini berdasarkan dua alasan berikut ini:
1. Proses
penurunan al-Quran masih berlanjut sehingga ada kemungkinan ayat yang turun
belakangan “menghapus” redaksi dan ketentuan hukum ayat yang sudah turun
terdahulu.
2. Penyusunan
ayat dan surat Al-Quran tidak bertolak dari kronologi turunnya, tetapi bertolak
dari keserasian antara satu ayat dengan ayat lainnya, atau antara satu surat
dan surat yang lain. Terkadang ayat atau surat yang turun belakangan ditulis
lebih dahulu ketimbang ayat atau surat yang turun terlebih dahulu.
- Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Khalifah Abu Bakar
Pada dasarnya, seluruh Al-Quran sudah
ditulis pada masa Nabi. Hanya saja, surat dan ayatnya masih terpencar-pencar
dan orang yang pertama kali menyusunnya dalam satu mushaf adalah Abu Bakar Ash-Shiddiq.
Abu Abdillah al-Muhasibi berkata di dalamnya kitabnya Fahm As-Sunan,
penulisan Al-Quran bukanlah sesuatu yang baru sebab Rasulullah sendiri pernah
memerintahkannya. Hanya saja, saat itu tulisan Al-Quran masih
terpencar-terpencar pada pelepah kurma, batu halus, kulit, tulang unta, dan
bantalan dari kayu. Abu Bakarlah yang kemudian berinisiatif menghimpun
semuanya. Usaha pengumpulan tulisan Al-Quran yang dilakukan Abu Bakar setelah
terjadi perang yamamah.
Pada saat Abu Bakar menjadi Khalifah,
banyak rintangan yang harus dihadapi, seperti maraknya orang murtad dan
munculnya Nabi-Nabi palsu. Untuk itu, Abu Bakar menyiapkan pasukan dan
mengirimkannya untuk memerangi orang-orang murtad. Perang yang terjadi tahun 12
H ini dikenal dengan sebutan perang Yamamah.[10]
Dalam perang ini, para sahabat penghafal
Al-Quran yang gugur di medan perang mencapai sekitar 70 orang. Melihat semakin
banyak para penghafal Al-Quran yang gugur, hati Umar bin Khattab terketuk dan
mulai memikirkan cara yang harus ditempuh agar Al-Quran tetap terjaga. Setelah
berfikir panjang, Umar menemui Abu Bakar agar segera mengumpulkan dan
membukukan Al-Quran karena dikhawatirkan akan musnah. Sebab, perang yamamah
mengakibatkan kematian para penghafal Al-Quran.
Mendengar usulan Umar bin Khattab tersebut,
Abu Bakar menolak dan beralasan bahwa hal tersebut tidak pernah dilakukan pada
masa Rasulullah SAW. Namun setelah umar menyampaikan seluruh argumentasi tentang
pentingnya pengumpulan Al-Quran, akhirnya Abu Bakar pun menerima alasan Umar.[11]
Abu Bakar kemudian menunjuk Zaid bin
Tsabit menjadi koordinator tim pengumpulan Al-Quran. Ada beberapa alasan Khalifah
Abu Bakar menugaskan Zaid bin Tsabit adalah:
1) Masa
muda Zaid menunjukkan vitalitas dan kekuatan energinya.
2) Akhlak
yang tak pernah tercemar menyebabkan Abu Bakar memberi pengakuan secara khusus
dengan kata-kata, kami tak pernah memiliki prasangka negatif pada anda.
3) Kecerdasannya
menunjukkan pentingnya kompetensi dan kesadaran.
4) Pengalamannya
dimasa lampau sebagai penulis wahyu.
5) Zaid
salah seorang yang bernasb mujur diantara beberapa orang sahabat yang sampai
mendengar bacaan Al-Quran Malaikat Jibril bersama Nabi Muhammad di bulan
Ramadhan.[12]
Sikap kehati-hatian Zaid dalam
mengumpulkan Al-Quran sebenarnya didasarkan pesan Abu Bakar kepada Zaid yakni:
أقعداعلى باب المسجد فمن
جاء كما بشا هدين على شيء من كتاب الله فا كتباه
“Duduklah
kalian di dekat pintu masjid. Siapa saja yang datang kepada kalian membawa
catatan al-quran dengan dua saksi, maka catatlah”
Pekerjaan yang dibebankan kepada Zaid dapat
diselesaikan kurang lebih satu tahun, yaitu pada tahun 13 H dibawah pengawasan Abu
Bakar, Umar dan para tokoh lainnya. Boleh dikatakan bahwa pada masa Abu Bakar
inilah pembukuan Al-Quran dalam mushaf pertama kali dilakukan. Sebab, pada masa
Rasulullah SAW, pencatatan Al-Quran masih dilakukan di berbagai media tulis
yang tercerai berai, tidak dalam satu mushaf.[13]
- Pengumpulan Al-Quran Pada Masa Khalifah Utsman bin Affan
Setelah kepemimpinan Abu Bakar, dakwah
islam semakin tersebar keseluruh penjuru dunia. Pada saat itu pula mulai muncul
perbedaan-perbedaan dikalangan para qari’ (pembaca) Al-Quran di Mesir.
Perbedaan itu disebabkan oleh perbedaan huruf (bacaan) dalam Al-Quran.
Selama perang di Armenia dan Azerbeijan yang
melibatkan banyak penduduk Syam dan Iraq, Hudzaifah Al-Yamani melihat begitu
jelasnya perbedaan di kalangan para pembaca Al-Quran. Perbedaan itu sudah
sampai pada taraf yang mengkhawatirkan, dimana antara satu kelompok dengan
kelompok yang lain sudah saling mengafirkan.
Inisiatif usman untuk menyatukan
penulisan Al-Quran nampaknya sangat beralasan. Betapa tidak, menurut beberapa
periwayat, perbedaan cara membaca Al-Quran pada saat itu sudah berada pada
titik yang menyebabkan umat Islam saling menyalahkan yang pada akhirnya dapat
menyebabkan terjadinya perselisihan diantara mereka. Sebuah riwayat menjelaskan
bahwa perbedaan cara membaca Al-Quran ini terlihat ketika terjadi pertemuan
pasukan perang islam yang datang dari Irak dan Siria. Mereka yang datang dari
Siria mengikuti Qira’at Ubay bin Ka’ab, sedangkan mereka yang berasal dari Irak
megikuti Qira’at Ibn Mas’ud.[14]
Melihat realitas ini, Abu Huzaifah Al-Yamani
segera menghadap Khalifah Usman bin Affan dan melaporkan peristiwa tersebut.
Berdasarkan laporan Abu Huzaifah dan pertimbangan sisi madarat yang akan
ditimbulkan, Khalifah Usman bin Affan kemudian berinisiatif menyeragamkan
bacaan Al-Quran.[15] Hal ini
dilakukan semata-mata demi kemaslahatan umat dan menjadi bukti janji Allah atas
pemeliharaan Al-Quran, sebagaimana disampaikan dalam ayat:
$¯RÎ) ß`øtwU $uZø9¨tR tø.Ïe%!$# $¯RÎ)ur ¼çms9 tbqÝàÏÿ»ptm: ÇÒÈ
Sesungguhya kamilah yang menurunkan Al-Quran,
dan sesungguhnya kami benar-benar memeliharanya (QS. Al-Hijr:9)
Selanjutnya, Khalifah Usman memerintahkan
kepada salah seorang sahabat untuk mengambil mushaf yang ditulis pada masa
kepemimpinan Abu Bakar dirumah Hafsah. Setelah itu, beliau membentuk tim
penulis Al-Quran dan memerintahkan kepada mereka untuk menjadikan hasil
pengumpulan Al-Quran itu sebagai standar. Hal ini dilakukan untuk menghindari
bahaya bahaya yang lebih besar, yakni perubahan Al-Quran serta perpecahan
diantara umat islam.[16]
Setelah penyusunan Mushaf selesai, Usman
bin Affan memerintahkan untuk menyebarkarnya ke beberapa wilayah. Salah satunya
beliau simpan di Madinah. Mushaf ini kemudian disebut dengan “Mushaf al-Imam”,
sedangkan mushaf lain yang ditulis pada masa usman ini disebut “Mushaf Usmani”.[17]
Sehubungan dengan perbedaan penulisan Al-Quran
pada masa Abu Bakar dan Ustman dapat dilihat sebagai berikut:
Masa Abu Bakar
|
Masa Ustman bin Affan
|
|
1. Motivasi penulisannya karena
terjadi perselisihan dalam cara membacanya.
|
|
2. Ustman melakukan dengan
menyederhanakan tulisan mushaf pada satu huruf yang dengannya Al-Quran turun.
|
- Penyempurnaan Penulisan Al-Quran Setelah Masa Khalifah
Mushaf yang ditulis atas perintah Ustman
tidak mempunyai tanda baca baik baris (syakal) maupun titik (a’jam). Sepeninggal
Ustman, mushaf Al-Quran belum diberi tanda baca. Karena daerah kekuasaan Islam semakin
meluas keberbagai penjuru yang berlainan dialek dan bahasanya, dirasa perlu
adanya tindakan preventif dalam memelihara umat dari kekeliruan membaca dan
memahami Al-Quran.
Upaya tersebut baru terealisir pada masa
khalifah Muawiyah ibn Abi Sufyan (40-60 H) oleh Imam Abu al-Aswad Al-Duali,
yang memberi harakat atau baris yang berupa titik merah pada mushaf al-Quran.
Untuk “d” (fathah) di sebelah atas huruf dan “i” (kasrah) di
bawah huruf. Sedangkan syiddah berupa huruf lipat dua dengan dua titik
di atas huruf.[18]
Ketika Islam sudah dipeluk oleh orang
diluar bangsa Arab, sering terjadi kekeliruan dalam bacaan, sehingga
menimbulkan kerusakan pada makna. Karena itu pada masa Khalifah Abd. Al-Malik (685-705)
dilakukan penyempurnaan. Ada dua tokoh yang berjasa yaitu Ubaidillah bin Ziyad (w.
67) dan Hajjaj bin Yusuf Ats-Tsaqafi (w. 95). Ibnu Ziyad diberitakan
memerintahkan seorang lelaki dari Persia untuk meletakkan alif sebagai
pengganti dari huruf yang dibuang. Misalnya, tulisan qalat (قلت) dan kanat (كنت) diganti dengan ( قا
لت) dan
(كا نت).[19]
Upaya penyempurnaan itu tidak
berlangsung sekaligus, tetapi bertahap dan dilakukan oleh setiap generasi
sampai abad III H (atau akhir abad IX M). Tercatat tiga nama yang disebut-sebut
pertama kali meletakkan tanda titik pada Mushaf ‘Usmani, yaitu Abu Al-Aswad Ad-Du’ali,
Yahya bin Ya’mar, dan Nasr bin ‘Ashim Al-Laits.[20]
Penulisan Al-Quran ini kemudian
diupayakan dengan tulisan yang bagus oleh generasi terdahulu. Diberitakan bahwa
Khalifah Al-Walid (86-96 H) memerintahkan Khalid bin Abi Al-Hayyaj yang
terkenal keindahan tulisannya untuk menulis Mushaf Al-Quran. Al-Quran pertama
kalinya dicetak di Bunduqiyyah pada tahun 1530 M. Cetakan selanjutnya dilakukan
oleh seorang Jerman bernama Hinkelman pada tahun 1694 M di Hamburgh (Jerman),
kemudian disusul oleh Marracci pada tahun 1698 M di Padoue. Sayangnya, tak satu
pun dari Al-Quran cetakan pertama, kedua, maupun ketiga itu yang tersisa di
dunia islam. Dan sayangnya pula, perintis penerbitan Al-Quran pertama itu
berasal dari kalangan bukan muslim.
Penerbit Al-Quran dengan label islam,
baru dimulai pada tahun 1787 M. Yang menerbitkannya adalah Maulaya ‘Usman.
Mushaf cetakan itu lahir di Sain-Petersbourg Uni Soviet atau Leningrad (Rusia sekarang).
Kemudian terbit Mushaf cetakan di Kazan, lalu di Iran pada tahun 1248 H/1828 M
tepatnya di kota Teheran. Lima tahun kemudian, yakni tahun 1833 terbit lagi Mushaf
cetakan di Tabriz. Setelah dua kali diterbitkan di Iran, setahun kemudian tahun
1834 terbit lagi mushaf cetakan Leipzig Jerman.
Di negara Arab, Raja Fuad dari Mesir membentuk
panitia khusus untuk penerbitan Al-Quran perempatan pertama abad XX. Panitia
yang dimotori para Syeikh Al-Azhar pada tahun 1923 M berhasil menerbitkan
Mushaf Al-Quran dalam cetakan yang bagus. Sejak itu, berjuta-juta Mushaf
dicetak di Mesir dan di berbagai negara lainnya.[21]
- Rasm Al-Quran
1. Pengertian
Rasm Al-Quran
Yang dimaksud dengan Rasm Al-Quran atau Rasm
Usman adalah tata cara menuliskan Al-Quran yang ditetapkan pada masa Khalifah
Ustman bin Affan. Istilah Rasm Ustman lahir bersamaan dengan lahirnya Mushaf
Usman. Yaitu mushaf yang ditulis oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Tsabit,
Abdullah bin Zubair, Said bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits. Mushaf Usman
ditulis dengan kaidah-kaidah tertentu menjadi enam istilah, yaitu:
a. Al-Hadzf
(membuang, menghilangkan, atau meniadakan huruf). Contohnya, menghilangkan
huruf alif pada ya’ nida’ يأْ يها الناس
b. Al-Jiyadah
(penambahan), seperti menambahkan huruf alif setelah wawu atau yang mempunyai
hukum jama بنواإسرائيل
c. Al-Hamzah,
salah satu kaidahnya berbunyi bahwa apabila hamzah berharakat sukun, ditulis
dengan huruf berharakat yang sebelumnya.
d. Badal
(penggantian), seperti alif ditulis dengan wawu sebagai penghormatan pada kata الصلوة
, الزكوة , الحيوة
e. Washal
dan Fashl (penyambungan dan pemisahan),
seperti kata kul yang diiringi kata ma ditulis dengan disambung كلما
f. Kata
yang dapat dibaca dua bunyi.ملك يوم الدين
Ayat tersebut boleh
dibaca dengan menetapkan alif yakni dibaca dua alif, boleh juga dengan hanya
menurut bunyi harakat, yakni dibaca satu alif.[22]
2. Pendapat
Para Ulama Sekitar Rasm Al-Quran
Para Ulama berbeda pendapat mengenai
status Rasm Al-Quran (tata cara penulisan Al-Quran)
a. Sebagian
mereka berpendapat bahwa Rasm Usmani itu bersifat taufiqi yakni bukan
produk budaya manusia yang wajib diikuti oleh siapa saja ketika menulis Al-Quran.
b. Sebagian
besar ulama berpendapat bahwa Rasm Usmani bukan taufiqi, tetapi
merupakan kesepakatan cara penulisan (istilahi) yang disetujui Usman dan
diterima umat, sehingga wajib ditaati dan diikuti siapapun ketika menulis Al-Quran.
c. Sebagian
dari mereka berpendapat bahwa Rasm Usmani bukanlah taufiqi. Tidak ada
halangan untuk menyalahinya tatkala suatu generasi sepakat untuk menggunakan
cara tertentu untuk menulis Al-Quran yang berlainan dengan Rasm Usmani.[23]
- Hikmah dari Pengumpulan, Pemeliharaan, dan Rasm Al-Quran Dikaitkan dengan Masa Sekarang.
Islam menempatkan Al-Quran pada posisi
teratas sebagai rujukan yang mengatur umatnya. Sudah barang tentu keotentikannya
adalah sebuah kemutlakan. Semua rujukan dalam Al-Quran adalah dari Allah SWT,
kalam-Nya yang suci diperuntukkan kepada umat yang istimewa, yakni umat Nabi
Muhammad SAW.
Melihat kenyataan saat ini, tentunya
sikap kita sebagai pelajar muslim adalah melakukan kajian terhadap study Al-Quran
salah satunya adalah dari sejarah teks Al-Quran, mulai dari penurunan,
penulisan, sapai dengan pengumpulannya serta mengkritisi setiap informasi yang
tersaji kepada kita. Al-Quran yang ada ditangan kita telah melalui proses
perjalanan yang berat dan panjang.
Dalam dunia pendidikan, materi
pemeliharaan, dan pengumpulan Al-Quran mengajari kepada pendidik tentang:
1)
Melihat back ground
peserta didik sehingga mampu merumuskan metode yang tepat dengan pula
memperhatikan konsekwensi serta toleransi dalam kegiatan pendidikan.
2)
Menggunakan bahasa yang
komunikatif dan azaz kemaslahatan.
3)
Seorang pendidik harus
visioner, artinya mempunyai pandangan positif kedepan dan dalam kegiatan
evaluasi seorang pendidik harus mempunyai ketelitian dan kejelian yang tinggi.
4)
Menerapkan metode yang
se-ideal mungkin ketika situasi dan kondisi sudah siap dan memungkinkan dan menyatukan
visi dan misi pendidikan.[24]
BAB III
KESIMPULAN
v Pemeliharaan
Al-Quran adalah penjagaan kemurnian Al-Quran baik lafadz maupun maknanya mulai
pertama mulai pertama kali Al-Quran diturunkan sampai masa sekarang dan yang
akan datang. Sebenarnya pemeliharaan kemurnian Al-Quran adalah lewat
pengumpulan.
v Setiap
mendapat wahyu, rasul senantiasa membaca langsung kepada para sahabat untuk
dihafalkan dan kemudian untuk diwartakan kepada segenap keluarga dan sahabat
yang lain. Rosulullah sangat memperhatikan perkembangan Al-Quran dengan meminta
beberapa sahabat yang mampu baca tulis untuk melakukan pencatatan dengan
peralatan sederhana seperti lempengan batu, pelepah kurma, dan serpihan tulang.
v Pada
masa khalifah Abu Bakar, Umar bin Khattab mengusulkan agar pengumpulan Al-Quran
dilakukan, karena Umar khawatir terhadap kelestarian Al-Quran yang hanya
mengandalkan hafalan para sahabat, disamping itu banyaknya penghafal Al-Quran
yang gugur akibat perang Yamamah pada tahun 12 H. Perang ini terjadi karena
aksi murtad dan nabi palsu, sekitar 70 sahabat yang hafal Al-Quran gugur.
v Terbukti
mutawatir, Mengabaikan ayat yang bacaanya di-nasahkan dan ayat tersebut tidak
dibaca kembali di hadapan nabi pada saat terakhir, Kronologi surat dan ayatnya
seperti yang telah ditetapkan atau berbeda dengan mushaf Abu Bakar, Sistem
penulisan yang digunakan mampu mencakup qiro’ah yang berbeda sesuai dengan
lafadz-lafadz Al-Quran ketika diturunkan dan Semua yang bukan termasuk Al-Quran
dihilangkan, misalnya yang ditulis mushaf sebagian sahabat mencantumkan makna
ayat atau penjelas nasikh mansukh didalam mushaf.
v Yang
dimaksud dengan Rasm Al-Quran atau Rasm Usman adalah tata cara menuliskan
Al-Quran yang ditetapkan pada masa Khalifah Ustman bin Affan. Istilah Rasm
Ustman lahir bersamaan dengan lahirnya Mushaf Usman. Yaitu mushaf yang ditulis
oleh panitia empat yang terdiri dari Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Said
bin Al-Ash dan Abdurrahman bin Al-Harits.
v Dalam
dunia pendidikan, materi pemeliharaan, dan pengumpulan Al-Quran mengajari
kepada pendidik tentang: melihat back ground peserta didik sehingga
mampu merumuskan metode yang tepat dengan pula memperhatikan konsekwensi serta
toleransi dalam kegiatan pendidikan, menggunakan bahasa yang komunikatif, Seorang
pendidik harus visioner, artinya mempunyai pandangan positif kedepan, dalam
kegiatan evaluasi seorang pendidik harus mempunyai ketelitian dan kejelian yang
tinggi, menggunakan azaz kemaslahatan, menerapkan metode yang se-ideal mungkin
ketika situasi dan kondisi sudah siap dan memungkinkan dan menyatukan visi dan
misi pendidikan.
DAFTAR RUJUKAN
Referensi Buku:
Al Munawar, Said Agil
Husain, Al-Quran Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, Jakarta: Ciputat
Pers, 2003.
Al-A’zami,
Sejarah Teks Al-Quran dari Wahyu sampai Kompilasi, Jakarta: Gema Insani
Press, 2005.
Al-Shabuni,
Ali, Pengantar Studi Al-Quran, Bandung: Al-Ma’arif Offset, 1984.
Amal,
Taufik Adnan, Rekontruksi Sejarah Al-Quran, Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005.
Amrullah,
Fahmi, Ilmu Al-Quran untuk Pemula, Jakarta: Artha Rivera, 2008.
Anwar,
Rosihan, Ulumul Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Ibrahim
Al-Abyani, Sejarah Alquran, Jakarta: Rineka Cipta, 1996.
Kholis,
Nur, Pengantar Studi Alquran dan Alhadits, Yogyakarta: Teras, 2008.
Marzuki
dan Rosihan Anwar, Ulumul Qur’an, Bandung: Pustaka Setia, 2006.
Masyur,
Kahar, Pokok-Pokok Ulumul Quran,
Jakarta: Rineka Cipta, 1992.
Syaifuddin Zuhri, M, Diktat
Ulumul Quran, Tulungagung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1997.
Syubah,
Abu, Ulumul Quran, Bandung: Pustaka Setia, 2000.
Referensi
Internet:
Ali, Anwar, “Hikmah
Al-Quran”, dalam http:hikmah-alquran.html, diakses tanggal 14 Desember
2011
[1] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hal. 150
[2] Said Agil Husain Al Munawar, Al-Quran
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, (Jakarta: Ciputat Pers, 2003), hal. 16
[3] Rosihan Anwar, Ulumul Quran,
(Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 37
[4] Ibrahim Al-Abyani, Sejarah
Alquran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1996), hal. 89
[5] Nur Kholis, Pengantar Studi
Alquran dan Alhadits, (Yogyakarta: Teras, 2008), hal. 102-103
[6] Said Agil Husain Al Munawar, Al-Quran
Membangun Tradisi Kesalehan Hakiki, hal. 16
[7] Taufik Adnan Amal, Rekonstruksi
Sejarah Al-Quran, hal. 150-151
[8] Ali Al-Shabuni, Pengantar
Studi Al-Quran, (Bandung: Al-Ma’arif Offset, 1984), hal. 9
[9] Al-A’zami, Sejarah Teks Al-Quran
dari Wahyu sampai Kompilasi, (Jakarta: Gema Insani Press, 2005), hal. 85
[10] Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Quran
untuk Pemula, (Jakarta: Artha Rivera, 2008), hal. 48-49
[11] Ibid., hal. 48-49
[12] M. Syaifuddin Zuhri, Diktat
Ulumul Quran, (Tulungagung: Fakultas Tarbiyah IAIN Sunan Ampel, 1997), hal.
25
[13] Kahar Masyur, Pokok-Pokok
Ulumul Quran, (Jakarta: Rineka Cipta, 1992), hal. 111-112
[15] Fahmi Amrullah, Ilmu Al-Quran
..., hal. 50-51
[16] Ibid., hal. 51-52
[17] Marzuki dan Rosihan Anwar, Ulumul
Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2006), hal. 48
[19] Rosihan Anwar, Ulumul Quran,
hal. 16
[20] Taufik Adnan Amal, Rekontruksi
Sejarah Al-Quran, (Jakarta: Pustaka Alvabet, 2005), hal. 161
[21] Rosihan Anwar, Ulumul Quran,
hal. 50
[22] Ibid., hal. 51-52
[23] Abu Syubah, Ulumul Quran,
(Bandung: Pustaka Setia, 2000), hal. 54
[24] Anwar Ali, “Hikmah Al-Quran
dalam Dunia Pendidikan”, dalam http:hikmah-alquran-dalam-dunia
pendidikan.html, diakses tanggal 14 Desember 2011
Tidak ada komentar:
Posting Komentar